Sumber gambar: https://news.detik.com/berita-jawa-tengah/d-5783409/gibran-soal-meninggalnya-peserta-diksar-menwa-uns-bikin-malu
Almamater saya berduka. Siapa yang ngga sedih coba kalau ada adik kelas nya satu kampus meninggal, dimana saat itu almarhum sedang mengikuti kegiatan pendidikan dasar salah satu ukm di kampus, tepatnya resimen mahasiswa (menwa). Kemudian ditemukan kejanggalan dalam kematian-nya, banyak ditemukan Luka memar dan Luka tidak wajar lain. Almarhum meninggal bukan karena disuruh lari pasti, dipukulin kalau menurut keterangan terbaru dari pihak kepolisian.
Saya tidak akan komentar panjang-panjang soal proses hukum yang berlaku. Atau respon atas tanggapan kampus terhadap kejadian ini. Sudah banyak anak-anak mahasiswa yang berani menyuarakan pendapat. Kita doakan saja semoga keluarga korban mendapat keadilan se-adil-adil nya, dan pelaku dihukum dengan hukuman yang setimpal. Ya Indonesia adalah negara hukum, setahu saya.
Saya akan berbicara soal reputasi, dan bagaimana 1 kata ini bisa menjadi definisi bagaimana kita dipandang oleh orang. Bagaimana juga reputasi yang dibangun dari kepalsuan seperti tindakan Menindas yang Lemah, atau membangun persona "sangar" dan sejenisnya bisa menjadi sandungan di masa depan kita.
KESAN PERTAMA, TIDAK TERLUPAKAN
Saya masuk kampus sudah ada kali ya hitungan 8 tahun, termasuk menyelesaikan pendidikan sarjana dan pascasarjana. Ya banyak hal yang terjadi di kampus tentunya, tapi berhasil menjadi perwakilan wisudawan saat sarjana dan meraih ipk lumayan saat pascasarjana cukup menjadi ringkasan cerita tersebut. Tetapi ada satu kesan yang tidak terlupakan dan menjadi konstruksi berpikir Saya saat melihat anak mahasiswa yang berseragam.
Saat itu hari pertama ospek, ospek kami di kampus sudah sangat manusiawi. Sesuai dengan zaman lah. Kami sudah diperlihatkan kenyataan dunia kerja, diberikan informasi dan diperlakukan seperti manusia terhormat. Tidak perlu memakai name-tag aneh-aneh, makan terjamin, game-game nya menarik. Setidaknya di fakultas Saya.
Tapi ada itu, satu orang mbak-mbak. Wajah nya ditekuk, gayanya ketus, matanya melotot. Saya ndak tahu apakah si mbak ini sedang melaksanakan tugas atau ada masalah pribadi. Tapi setidaknya wajah dan gestur yang dia tampakkan terlihat out of place di suasana ospek yang humanis ini. Tidak ada aturan soal jas almamater harus dikancing, tetapi si mbak memaksa kami mengancing jas tersebut. Acara masih berlangsung 30 menit lagi Tapi kami diteriaki seolah kami sudah terlambat sedemikian rupa.
Kira-kira apa respon mahasiswa yang menjalani ospek super humanis ketika berhadapan dengan manusia model semacam ini? Apakah marah? Sebal? Atau apa? Tidak. Kami hanya tertawa. Kompak tertawa terbahak seolah bertanya "ini ngapain sih alien?". Karena baik dari muatan acara, zaman, kondisi yang berlaku perilaku semacam ini ngga masuk dalam kategori Manapun. Tanpa perlu diteriaki kami juga sudah menghormati aturan yang berlaku, tanpa harus dipelototi kami sudah menjalankan kegiatan sesuai dengan protokol.
Maka kesan ini benar-benar dibawa dan terbawa terutama pada mahasiswa angkatan Saya di fakultas kami. Saya tidak bisa mengingat ada ngga ya teman seangkatan Saya di fakultas yang gabung dengan unit kegiatan mahasiswa ini? Kalaupun ada jelas tidak berbondong-bondong peminat-nya. Masih kalah Pamor bahkan jika diadu dengan himpunan mahasiswa jurusan, atau ukm tingkat universitas dengan "kesan" pertama yang "berbeda".
Kesan pertama turut membentuk reputasi, dan reputasi ini pada akhirnya menjadi cara orang lain memandang kita. Boleh lah kita tidak peduli dengan pandangan orang lain, tetapi semua berubah saat Anda, organisasi, atau perusahaan melakukan dosa, dosa besar tentunya.
BELAJAR DARI SUBWAY
Dalam muatan yang lebih positif perusahaan sandwich subway akhirnya masuk Indonesia. Ini sebuah kabar yang tidak sepele karena subway mungkin sudah berhasil kembali dari dosa masa lalu nya, dan siap meramaikan pasar makanan cepat saji. Cerita ini bisa menjadi gambaran, bagaimana repot nya kalau reputasi itu ternoda.
Subway sempat menjadi perusahaan makanan cepat saji dengan tingkat pertumbuhan super pesat. Sangat menguntungkan kalau dulu bisa investasi di subway. Kesan "sehat" dan "segar" dibangun dengan luar biasa, ditambah model bisnis yang menggunakan konsep open kitchen. Memberikan kesan terbuka dan kebebasan bagi konsumen memilih sandwich yang sesuai selera dan kebutuhan kalori masing-masing.
Kemudian subway semakin membesarkan citranya dengan merekrut seorang brand ambassador, Jared Fogle namanya. Dia sebelumnya bertubuh besar dan berkat diet dan makanan dari subway berhasil menurunkan berat badan nya, dan semakin memperkuat Citra subway sebagai pilihan lebih sehat produk makanan cepat saji. Saking luar biasanya, di tengah resesi 2008 yang menghantam industri makanan cepat saji lain, subway malah berhasil mencatatkan pendapatan sebesar 3.8 miliar dollar, hanya dari penjualan sandwich 1 kaki yang sangat populer.
Untuk detail nya saya Lampirkan link video YouTube dari Business Insider sebagai referensi tambahan. https://youtu.be/duQow41bTx0
Tetapi setiap cerita selalu ada akhirnya, dan subway menghadapi tantangan yang tidak mudah. Pada tahun 2014-2015, Jared Fogle, brand ambassador yang menunjang Citra sehat dan segar nya subway tersangkut kasus kekerasan seksual terhadap anak dibawah umur, serta kepemilikan konten pornografi anak dibawah umur. Peristiwa ini menjadi Pukulan telak bagi subway yang pada saat itu sudah harus menghadapi persaingan yang lebih ketat dari pesaing baru yang inovatif, atau pesaing lama yang mulai me re-design model bisnis mereka.
Subway sudah melakukan segala cara untuk dapat keluar dari situasi tersebut. Mereka memutuskan hubungan dengan Jared Fogle, meminta maaf kepada publik dan melakukan usaha re-branding selama bertahun-tahun agar tidak semakin tenggelama digulung pesaing yang semakin kreatif dan modern, dan terus menerus dirusak citranya karena kejadian melakukan tersebut.
Subway melakukan cara terbaik, tercepat, dan se transparan mungkin untuk memperbaiki reputasi nya. Reputasi yang dirusak oleh sesuatu yang menurut beberapa orang "termasuk ranah pribadi" yang sangat mungkin subway tidak punya kendali atas hal tersebut. Tetapi tetap, it is what it is, subway menjadikan seorang pedofil sebagai brand ambassador dan ini sangat me-ma-lu-kan, dan masyarakat siap melakukan apa yang sangat bisa mereka lakukan. Sanksi sosial.
SANKSI SOSIAL. MENGERIKAN.
Tidak selamanya sanksi sosial berarti masyarakat melakukan tindakan main hakim sendiri. Dalam kasus subway ini, masyarakat memilih untuk menjauh dan tidak mau berasosiasi dengan Segala macam yang berhubungan dengan subway. Tidak peduli orang biasa, atau selebritis, mereka lebih memilih main aman, tidak mau dekat-dekat dengan perusahaan bernama subway.
Yang lebih ekstrim adalah bagaimana subway pernah menjadi sebuah analogi untuk pekerjaan atau perusahaan yang "hina". Sangat umum ditemukan lelucon pada tahun 2015 yang Erat mentarget subway, baik perusahaan ataupun pekerja nya sebagai kerak nya masyarakat. Bukan mereka yang melakukan, tapi semua pihak kecipratan getah nya.
Upaya mengembalikan Citra dan reputasi positif subway ini perlu waktu Lama dan Dana tidak sedikit. Itupun masyarakat masih betah mengkaitkan subway dengan dosa masa lalu nya, bahkan setelah si tersangka dijebloskan ke penjara dan menerima hukuman Yang setimpal. Kesan pertama nan positif dari subway yang sehat dan segar, dibangun selama puluhan tahun tetap tidak bisa mengimbangi kenyataan bahwa mereka mempekerjakan penjahat seksual.
Inilah kekuatan dari sanksi sosial. Untuk sesuatu semacam ini masyarakat tidak mudah lupa, apalagi jika sebuah tindakan didasarkan pada alasan sepele, yang dibangun untuk menciptakan kesan fana lagi hampa. Membangun mental Baja, katanya, cuman dengan menghantam kepala seseorang secara berulang dengan Benda tumpul Nan keras?
Ini sudah 2021. Zaman sudah semakin berubah.
Semakin luar biasa lagi kalau dilihat fakta bahwa reputasi akan tergambar dalam "bleger" nya seseorang, bentukan mereka sebagai manusia itu. Mau menipu kayak apa, menghilangkan informasi seperti apa, Mata terlatih orang HRD bisa melihat sepak terjadi calon karyawan. Memberikan blacklist atas seseorang dengan track record tertentu bukan hal yang tidak biasa, apalagi jika ini berkaitan dengan tindakan kriminal.
Belum juga pandangan umum masyarakat yang belum akan hilang bekas nya setelah bertahun-tahun. Apalagi jika skandal, kasus ini sudah menjadi konsumsi nasional. Ditambah dengan sikap tidak ksatria, tidak transparan, dan bahkan cenderung melempar tanggung jawab adalah resep sempurna bagi siapapun yang akan mendapat gelar sebagai pesakitan di masyarakat. Social pariah kalau bahasa inggrisnya mah.
Karena siapapun Anda, apapun yang Anda lakukan yang sudah turut membuat malu almamater kebanggaan warga Solo ini. Dan ya, anda tetap sudah menghilangkan nyawa orang lain.
Wallahu 'alam.
Follow dan Komen untuk artikel-artikel menarik lainya
No comments:
Post a Comment