Sumber: disini |
Seandainya
Mereka Bisa Berbicara: Sebuah Refleksi Kemerdekaan
Oleh:
Muhammad Abdullah ‘Azzam
Seandainya
Fir’aun bisa berbicara.
Dia pasti
akan bercerita kepada kita bahwa tangga menuju langit yang dia bangun, seluruh
kekuatan militer dan harta dunia yang dia miliki tidak berguna. Sudah beragam
peringatan dan mukjizat dia saksikan, belalang, katak, dan darah, dan bagaimana
Tuhan Musa A.S lah yang menyelesaikan semua permasalahan itu. Semua berasal
dari-Nya dan Kembali kepada-Nya, itulah pesan sejati yang tersampaikan. Namuan Fir’aun
tetap membangkang, tetap angkuh.
Dikejarlah Musa
A.S dan ummatnya. Bergemuruh bumi mendengar deru kereta dan kuda perang, penuh
angkara murka. “Tuhan” dunia ini akan memberikan balasan-nya kepada Musa A.S!.
Musa A.S terjepit, didepannya lautan membentang, dibelakangnya mulai terdengar
gemuruh itu. Allah SWT berfirman “pukul tongkatmu!” Musa A.S hanya pasrah,
memukulkan tongkatnya pada luasnya lautan yang seolah tak peduli.
Lautan bergolak,
terbelah. Kedua sisinya seolah gemunung tinggi, membiarkan Musa A.S dan
ummatnya lewat tanpa perlu satu kapal-pun. Fir’aun terhenyak, dan dengan angkuhnya,
Kembali mengejar Musa A.S, tidak tahu apa yang akan terjadi nanti. Semua
berasal dan Kembali pada-Nya. Kembalilah Fir’aun hari itu, dengan hina dan
dina. Lautan meluluh lantakkan jasadnya, namun Allah SWT berkehendak agar jasad
itu abadi. Ditemukanlah jasad tersebut oleh mereka yang tertinggal di belakang,
kemudian dimumikan, yang mana sampai sekarang kita masih bisa menyaksikan.
“Dijadikan
tubuhnya sebagai pelajaran”
Maka sebenarnya
Fir’aun sudah berbicara kepada kita. Tentang bahaya keangkuhan dan kesombongan.
Juga tipuan dari harta dunia dan kekuasaan. Serta bagaimana sebaiknya kita
tidak berurusan dengan orang saleh. Karena semua, berasal dan akan Kembali kepada-Nya.
Seandainya
Abrahah bisa berbicara.
Dia akan
menceritakan bagaimana kekuasaan nya tidak berlaku barang sedikitpun di muka
bumi ini. Dia yang berhasil menghancurkan sebuah kerajaan Yahudi di Yaman, dan
membalas dendam kematian kawan-kawan Kristen-nya disana. Dia yang membunuh Sebagian
besar orang Yahudi atas dasar balas dendam itu, dan berhasil menggetarkan Jazirah
Arabia hanya dengan Namanya. Dia yang memiliki pasukan bergajah dengan jumlah
fantastis, dan seekor gajah besar, yang mampu mengguncang bumi.
Tetapi cemburu
benar menguras hati Abrahah. Dia cemburu karena orang arab yang primitive,
orang arab yang tidak bisa menandingi kekuasannya lebih memilih bersembahyang
di sebuah bangunan kubus. Apa istimewa nya kubus batu itu? Katanya.
Dikumpulkan-lah
seluruh arsitek terbaik, dibongkarlah Gudang harta kerajaan dan dia bangun
sebuah gereja megah di Sana’a, ibukota pemerintahannya di Yaman. Dia berkirim
surat kepada seluruh kabilah arab, mengundang mereka untuk hadir dan pindah
berziarah ke bangunan agung tersebut. Mulai hadir orang-orang, betul mereka takjub
atas bangunan itu, terheran, bagaimana manusia bisa membuat bangunan se-megah
itu.
Namun saat Abrahah,
dengan muka belah-nya itu mengutarakan keinginannya, perlahan orang pergi. Mereka
berbisik, menghujat. Kembali ke rumah masing-masing mereka semakin menghujat
dan marah-marah. Beraninya si sombong itu menyuruh kita menukar Ka’bah kita
dengan bangunan itu. Ka’bah ini adalah peninggalan leluhur kami! Begitu kata
orang arab dan tiada pesan yang lebih jelas selain sebuah kotoran manusia yang
ditinggalkan didalam bangunan itu. Sebuah penghinaan, sebuah penolakan yang
membuat yang mulia Abrahah marah besar.
Disiapkanlah
pasukan bergajahnya, mengguncang bumi, merobohkan semangat manusia kebanyakan. Beberapa
berusaha bangkit dan melawan, tetapi berakhir sia-sia. Tidak ada satupun
kekuatan arab yang bisa menghentikan pasukan penghancur dari selatan ini. Untuk
tujuan apa si Abrahah ini bergerak menuju selatan? Untuk sebuah tujuan, tujuan
yang akan membuatnya ditakuti seluruh manusia di Jazirah Arab.
Menghancurkan
Ka’bah.
Ketakutan,
seluruh orang arab melihat kepada Suku Quraisy. Sebuah suku yang mendapatkan
kemuliaan mengurus Ka’bah dan menyambut seluruh peziarahnya. Rapat di Darun
Nadwah buntu, tidak ada satupun pasukan arab dapat mengagalkan rencana Abrahah.
Abdul Muthalib, dengan segala kepasrahan akhirnya berkata, “Ka’bah ini ada pemiliknya.
Biarlah pemilik-Nya yang menjaga milik-Nya sendiri”.
Bergegas dia
berjalan keluar Mekkah, bertemu Abrahah. Unta miliknya ditawah oleh pasukan
bergajah ini, dan dia ingin unta-untanya Kembali. Tertawa Abrahah “Aku kesini
ingin menghancurkan Ka’bah mu, malah kamu mengurus unta-unta mu?” cibirnya,
angkuh. Abdul Muthalib, sambi lalu hanya berkata “Unta-unta ini milik saya, Ka’bah
ada sendiri pemiliknya. Saya bertanggung jawab atas unta-unta ini, sedangkan
pemilik Ka’bah akan bertanggung jawab atas milik-Nya sendiri”. Ditinggalkan Abrahah
yang gusar, dan dengan geram dia perintahkan pasukan bergajah itu maju saat itu
juga, menyerang dan menghancurkan Ka’bah.
Namun apa
yang terjadi, semakin mendekati Ka’bah, gajah-gajah ini semakin susah dikendalikan.
Bahkan gajah yang terbesar hanya terduduk lesu saat Ka’bah hanya sejarah
beberapa yard saja darinya. Semakin murka Abrahah, seluruh gajah-gajah itu
dicambuk, dipaksa berjalan. Namun semua mendadak gelap, segerombolan burung datang
dengan membawa kerikil semerah darah di kaki-kaki kecil mereka. Seluruh pasukan
terhenyak.
Kemudian kekacauan,
pasukan bergajah itu pontang panting mencari selamatnya sendiri. Namun percuma,
kerikil semerah darah itu menembus baju besi dan tubuh mereka bak pisau panas
menembus mentega. Tidak ada satupun yang selamat termasuk si Muka Belah yang
angkuh, Abrahah. Mereka semua berakhir, sebagaimana daun yang dimakan ulat.
Seadainya mereka
dapat berbicara, mereka akan berbicara sejujurnya mengenai kesalahan yang
mereka perbuat sehingga pantas dijatuhkan kehinaan sedemikian rupa kepada
mereka.
Duhai! Mereka
yang masih mengagung-agungkan infrastruktur, mereka yang masih memuja harta dunia
dan menghalalkan segala cara untuk merampoknya. Entah merampok dari anggaran
pemerintah, bantuan untuk rakyat, dari instansi atau bahkan Yayasan social. Ingatlah
bahwa harta dan infrastruktur itu tidak akan membawa kita kemana-mana.
Pada akhirnya
bangunan megah hanya akan hancur dikikis oleh waktu. Harta hanya akan menjadi
perebutan bagi mereka yang kita tinggalkan. Tetapi kejahatan saat kita mengambilnya,
kedzaliman saat kita merebutnya akan abadi. Akan ada jutaan orang yang menuntut
pada Dzat yang maha adil saat bantuan social mereka, sebuah kunci akhir yang
menyelematkan mereka dari kelaparan dirampas. Akan ada jutaan orang mempertanyakan
di hadapan Dzat yang Maha Tau ada apa gerangan para penguasa ini mempercantik
diri mereka sendiri, sibuk rebut proyek sana-sini, saat satu demi satu
rakyatnya meninggal, entah karena wabah atau karena lapar.
Inilah yang Fir’aun
lakukan, dia persekusi seluruh Bani Israil, memperolok mereka, mengharamkan
mereka dari hak-hak mereka hanya karena mereka beriman. Mencari selamat sendiri
dan menjilat kaki Musa A.S saat peringatan Allah SWT datang satu demi satu,
namun Kembali ingkar saat sudah dicabutnya peringatan tersebut. Sibuk membangun
berbagai monument untuk menunjukkan kuasanya sebagai “tuhan”, bahkan mendirikan
tangga ke langit untuk bisa “melihat” Tuhan-nya Musa A.S.
Sekarang saksikan
apa yang tersisa? Jasad yang melapuk, sama lapuknya dengan monument-monumen
megah yang dia bangun. Bahkan banyak daripada monument tersebut yang hilang,
tidak berbekas.
Duhai mereka
yang masih menyombongkan diri dengan kekuatan! Memiliki ribuan pasukan
bersenjata lengkap, siap membungkam siapapun yang berani melawan. Memenjarakan orang
yang berkata “tidak sepakat”, membutakan orang yang berjuang menyampaikan
keadilan, hingga membuat narasi palsu hingga bohong untuk memuluskan segala
rencana. Padahal secara asasi bangsa ini mengakui perbedaan pendapat, bangsa
ini didasarkan pada supremasi hukum dan demokrasi. Namun semuanya dilecehkan,
dihinakan, diganti dengan bangunan palsu Bernama popularisme, dengan fondasi
rapuh Bernama pencitraan.
Memang betul
saat ini banyak yang berhasil dibungkam, bahkan entah Ketika dirayakan “kemerdakaan”
kemerdekaan macam apa yang ingin dicari. Karena jangankan bernafas bebas tanpa
masker, berpikir dan memutuskan nasibnya sendiri banyak yang tidak bisa.
Sebagaimana Abrahah,
petentang-petenteng dengan gajah-nya, menakuti orang-orang. Dengan harapan dia
bisa menindas orang lain, dengan cara menyerang dan menghancurkan nilai inti dari
spiritualitas orang banyak. Namun lihatlah Ketika akhirnya Tuhan berkehendak dan
Tuhan selalu memiliki rencana.
Maka sudah
sewajarnya kita merasa takut. Takut karena entah dalam kehidupan ini berapa
banyak jiwa yang sudah disakiti. Takut karena entah berapa banyak janji tidak
tertunai.
Gamblang dijabarkan
pada sila ke-lima Pancasila, Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia. Namun
gamblang kita saksikan dan biarkan dia yang merampas hak rakyat yang lapar masih
bisa tertawa tanpa ada konsekuensi, yang bisa membalas perbuatan buruknya itu. Kita
sendiri menyaksikan bagaimana “keadilan” disajikan dihadapan kita. Tidak-kah
kita takut jika nanti Yang Maha Adil akhirnya menunjukkan keadilan sejati-Nya? Bagaimana
jika dia mengirim Kembali Ababil-ababil dengan kerikil semerah darah, yang siap
meremukkan tubuh dan menghinakan kematian kita?
Selalu ingat,
ingatlah bahwa semua akan berasal dan akan Kembali kepada-Nya. Dialah sebaik-baik
hakim, dialah seadil-adil nya keadilan. Pada hari kita Kembali, kita hanya bisa
berdoa untuk dijaga dari murka dan adzabnya, dengan amal saleh kita harapkan
rahmat-Nya. Namun, senantiasa ada doa orang-orang terdzalimi, yang siap
menghinakan kita Kembali, menjatuhkan, dan akhirnya menghancurkan hari-hari
abadi kita.
Ya Allah, ampunilah
kami,
Wallahu ‘Alam
Follow dan Komen untuk artikel-artikel menarik lainya
No comments:
Post a Comment