"Selalu ada tempat kembali. setidaknya kepada tuhan mu"
penulis bukan orang yang sudah berkeluarga, ya jelas orang masih jomblo, umur 20 tahun. anak kecil iya. alhamdulillah, pemulis masih memiliki ayah dan ibu, nenek, meskipun tinggal satu. dan adik, yang sekarang sudah beranjak dewasa, dan semoga menjadi penyejuk hati orang tua, dan keluarga pastinya. penulis juga bukan pelajar apalagi pakar dalam bidang kekeluargaan, ada pak Cahyadi Takariawan, atau ustadz Kasori Mujahid yang lebih afdhal buat dijadikan referensi lah. penulis hanya mahasiswa di fakultas ekonomi dan bisnis, jauh betul dengan urusan keluarga apalagi tetek bengek mendidik anak. bahkan, dalam catatan studi penulis, ekonomi menganggap keluarga sebagai komoditas konsumsi, lingkungan tempat dihasilkannya Raw Material seperti Tenaga Kerja dan Kapital, serta sasaran distribusi dan penjualan produk. jadi, pada kapasitasnya, ini hanya kerjaan penulis saja untuk menjaga stabilitas otak, biar senantiasa berfikir. karena, sudah diberikan Allah, sayang sekali kalau otaknya tumpul.
keluarga, istilah yang sangat familiar di indonesia, karena memang bahasa indonesia. di tempat lain seperti eropa dan amerika namanya menjadi family, di arab namanya usrah atau 'ailah, di jepang namanya kazoku, dan di afrika namanya umndeni. menurut orang indonesia, di kamus besarnya, keluarga adalah ibu, bapak beserta anak-anak nya. sedangkan secara istilah, ada di wikipedia.org, keluarga adalah Keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri atas kepala keluarga dan beberapa orang yang terkumpul dan tinggal di suatu tempat di bawah suatu atap dalam keadaan saling ketergantungan. itu beberapa hal mendasar tentang keluarga, definisi formal serta kultural dari bangsa indonesia. lantas, apakah perspektif manusia tentang keluarga adalah seformal itu? ngga kok. bapak saya punya teman kampus yang dianggap keluarga sendiri, setiap idul fitri memperoleh prioritas yang sama seperti tante maupun paman. ibu saya memiliki murid yang seperti keluarga sendiri dan rutin dikunjungi, bahkan keluarga kami diperlakukan seperti tamu agung. ah entahlah. jadi, manusia memandang konsep keluarga tidak sesederhana dan seformal apa yang di sampaikan di kamus maupun wikipedia, dan konsep keluarga menurut perspektif manusia-lah yang banyak mewarnai dinamika sosial di kehidupan manusia.
menurut opini saya, arti keluarga bagi manusia bukan hanya ayah, ibu, atau tanggungan, tapi, sebuah tempat dimana individu atau kelopok tertentu merasa nyaman berinteraksi, bisa berekspresi, dan memperoleh aktualiasasi diri. betul ayah dan ibu keluarga kamu, tapi kalau setiap hari ada perang dunia? ya ngga jadi keluarga, adanya zona perang. maka, banyak, tidak hanya satu atau dua kasus, perpecahan di keluarga inti maupun keluarga batih formal, dengan berbagai sebab dan latar belakang masalah. maka, keluarga yang dibangun perspektif manusia, akan menjadi tempat pelarian, semacam shelter pengaman, atau bahkan wild area bagi individu atau kelompok tersebut, dan akan mewarnai individu, bahkan pada tahap ekstrim akan membentuk kepribadian, pola pikir, dan perilaku dari individu. produknya seperti apa? tidak bisa kita memandang pada keluarga formalnya, bahkan pepatah buah jatuh tidak jauh dari pohonnya akan tidak relevan jika kita berkaca pada realita sosial yang ada. bukan cerita baru, seorang presiden direktur melahirkan orang bangkrut, atau ustadz melahirkan mucikari dan pecandu narkoba.
sebuah cerita menarik, jika kita menarik perspektif dan realita diatas kepada entitas masyarakat yang bernama mahasiswa, yang notabene pada tahap krusial pembentukan diri dan kepribadian. pesebaran serta kualitas universitas yang tidak merata, menciptakan fenomena manusia kost-kost an, manusia rantau, atau manusia rumahahan dengan nuansa rantau. gampangnya, anak-anak yang jauh dari kehidupan rumah lah, kehidupan formal keluarga seperti yang penulis sebut diatas. maka,perspektif manusia yang berperan, untuk menerjemahkan kebutuhan manusia untuk kenyamanan, kasih sayang, ekspresi dan aktualisasi diri, tentunya, yang dicari adalah berbagai komunitas, berbagai perkumpulan, organsisasi, hingga forum hobi. yang seperti apa yang akan membentuk pribadi-pribadi unggul? sederhananya, perspektif pribadi unggul ini kembali pada individu masing-masing, tetapi, hemat penulis, selama masih mengakui, menjaga, dan taat kepada Allah dan Rasul-Nya, itulah para pribadi unggul.
bagaimana peran di keluarga-keluarga mahasiswa? bisa dibilang jika organisasi tersebut memiliki pemimpin, struktur semi-formal, maka tidak ubahnya seperti keluarga formal. ada tangung jawab dan hak disitu. ada kekhawatiran, ada perhatian, ada penyelesaian masalah, bahkan di perkumpulan tanpa-strukur yang biasanya mengandalkan format "yang dituakan", selalu hal-hal dasar berkehidupan akan ada disitu. yang berbeda, adalah formatnya. dalam keluarga formal, peran orang tua untuk mengetahui, mengantisipasi dan memecahkan masalah anaknya adalah hal mutlak. karena, terdapat sistem afeksi otomatis, insting memberikan hal seperti itu kepada anak. sedangkan hal ini tidak berlaku untuk perkumpulan semacam ini, yang akan penulis sebut sebagai "klik". klik tidak memiliki kewajiban untuk mengetahui terlebih dahulu masalah para angotanya, masalah anggota akan diselesaikan, jika anggota membuka masalah pada kelompok, atau menyampaikan secara pribadi kepada figur di klik tersebut. di keluarga, pemenuhan kebutuhan fisiologis maupun spiritual, menjadi tanggung jawab bersama anggota keluarga. di klik, kebutuhan tersebut akan terwujud dan dipenuhi jika sudah berwujud masalah, karena bagaimanapun, di dalam klik masih ada pembatas antara kehidupan pribadi dengan kehidupan klik, meskipun dalam kadar yang berbeda-beda. ketua, biasanya memiliki hijab yang tebal antara kehidupan pribadi dia dengan klik, tapi sangat tipis jika dikaitkan dengan hubungan antar individu. dan lain sebagainya.
maka, bagaimanapun, kehidupan dan masa depan mahasiswa sangat ditentukan oleh klik-klik yang mereka ikuti, yang mereka berperan aktif di dalamnya. maka, akan muncul sebuah anggapan, sukses tidaknya masa depan, sangat dipengaruhi oleh apa yang dibangun dan membangun individu, bahkan pada tahapan ekstrim bisa menegasi apa yang dibangun di dalam keluarga-keluarga formal. itulah fenomena yang muncul di masyarakat, dan patut dicermati secara mendalam. karena, seperti apa para penerus bangsa akan terlihat di seperti apa klik yang dibangun di kalangan entitas mahasiswa.
apabila mahasiswa, apabila anggota klik tersesat, hilang arah dan hancur hidupnya, pihak mana yang bersalah?. tidak ada yang bersalah karena sesungguhnya, masuknya individu kepada klik tertentu merupakan hasil dari pilihan. tapi, peran keluarga formal dan klik kebaikan yang bertugas untuk mengembalikan individu tersebut. keluarga formal bisa berperan pada tahapan afeksi, pemberian perhatian, hingga reward and punishment. sedangkan pembinaan dan pengkondisian lingkungan, ada baiknya dikembalikan kepada klik-klik kebaikan, yang lebih mengerti lingkungan seperti apa yang dihadapi individu, atau bahkan kelompok apabila kita melihat kasus-kasus massif.
maka, dimanakah posisi kita? seperti apa peran kita? dan apa yang akan kita lakukan?
indonesia membutuhkan pahlawan,
dan pahlawan itu dibentuk dan membentuk. bukan dilahirkan dengan keajaiban
Wallahu 'Alam
Muhammad Abdullah 'Azzam Mahasiswa S1 Manajemen FEB Universitas Sebelas Maret Surakarta
penulis bukan orang yang sudah berkeluarga, ya jelas orang masih jomblo, umur 20 tahun. anak kecil iya. alhamdulillah, pemulis masih memiliki ayah dan ibu, nenek, meskipun tinggal satu. dan adik, yang sekarang sudah beranjak dewasa, dan semoga menjadi penyejuk hati orang tua, dan keluarga pastinya. penulis juga bukan pelajar apalagi pakar dalam bidang kekeluargaan, ada pak Cahyadi Takariawan, atau ustadz Kasori Mujahid yang lebih afdhal buat dijadikan referensi lah. penulis hanya mahasiswa di fakultas ekonomi dan bisnis, jauh betul dengan urusan keluarga apalagi tetek bengek mendidik anak. bahkan, dalam catatan studi penulis, ekonomi menganggap keluarga sebagai komoditas konsumsi, lingkungan tempat dihasilkannya Raw Material seperti Tenaga Kerja dan Kapital, serta sasaran distribusi dan penjualan produk. jadi, pada kapasitasnya, ini hanya kerjaan penulis saja untuk menjaga stabilitas otak, biar senantiasa berfikir. karena, sudah diberikan Allah, sayang sekali kalau otaknya tumpul.
keluarga, istilah yang sangat familiar di indonesia, karena memang bahasa indonesia. di tempat lain seperti eropa dan amerika namanya menjadi family, di arab namanya usrah atau 'ailah, di jepang namanya kazoku, dan di afrika namanya umndeni. menurut orang indonesia, di kamus besarnya, keluarga adalah ibu, bapak beserta anak-anak nya. sedangkan secara istilah, ada di wikipedia.org, keluarga adalah Keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri atas kepala keluarga dan beberapa orang yang terkumpul dan tinggal di suatu tempat di bawah suatu atap dalam keadaan saling ketergantungan. itu beberapa hal mendasar tentang keluarga, definisi formal serta kultural dari bangsa indonesia. lantas, apakah perspektif manusia tentang keluarga adalah seformal itu? ngga kok. bapak saya punya teman kampus yang dianggap keluarga sendiri, setiap idul fitri memperoleh prioritas yang sama seperti tante maupun paman. ibu saya memiliki murid yang seperti keluarga sendiri dan rutin dikunjungi, bahkan keluarga kami diperlakukan seperti tamu agung. ah entahlah. jadi, manusia memandang konsep keluarga tidak sesederhana dan seformal apa yang di sampaikan di kamus maupun wikipedia, dan konsep keluarga menurut perspektif manusia-lah yang banyak mewarnai dinamika sosial di kehidupan manusia.
menurut opini saya, arti keluarga bagi manusia bukan hanya ayah, ibu, atau tanggungan, tapi, sebuah tempat dimana individu atau kelopok tertentu merasa nyaman berinteraksi, bisa berekspresi, dan memperoleh aktualiasasi diri. betul ayah dan ibu keluarga kamu, tapi kalau setiap hari ada perang dunia? ya ngga jadi keluarga, adanya zona perang. maka, banyak, tidak hanya satu atau dua kasus, perpecahan di keluarga inti maupun keluarga batih formal, dengan berbagai sebab dan latar belakang masalah. maka, keluarga yang dibangun perspektif manusia, akan menjadi tempat pelarian, semacam shelter pengaman, atau bahkan wild area bagi individu atau kelompok tersebut, dan akan mewarnai individu, bahkan pada tahap ekstrim akan membentuk kepribadian, pola pikir, dan perilaku dari individu. produknya seperti apa? tidak bisa kita memandang pada keluarga formalnya, bahkan pepatah buah jatuh tidak jauh dari pohonnya akan tidak relevan jika kita berkaca pada realita sosial yang ada. bukan cerita baru, seorang presiden direktur melahirkan orang bangkrut, atau ustadz melahirkan mucikari dan pecandu narkoba.
sebuah cerita menarik, jika kita menarik perspektif dan realita diatas kepada entitas masyarakat yang bernama mahasiswa, yang notabene pada tahap krusial pembentukan diri dan kepribadian. pesebaran serta kualitas universitas yang tidak merata, menciptakan fenomena manusia kost-kost an, manusia rantau, atau manusia rumahahan dengan nuansa rantau. gampangnya, anak-anak yang jauh dari kehidupan rumah lah, kehidupan formal keluarga seperti yang penulis sebut diatas. maka,perspektif manusia yang berperan, untuk menerjemahkan kebutuhan manusia untuk kenyamanan, kasih sayang, ekspresi dan aktualisasi diri, tentunya, yang dicari adalah berbagai komunitas, berbagai perkumpulan, organsisasi, hingga forum hobi. yang seperti apa yang akan membentuk pribadi-pribadi unggul? sederhananya, perspektif pribadi unggul ini kembali pada individu masing-masing, tetapi, hemat penulis, selama masih mengakui, menjaga, dan taat kepada Allah dan Rasul-Nya, itulah para pribadi unggul.
bagaimana peran di keluarga-keluarga mahasiswa? bisa dibilang jika organisasi tersebut memiliki pemimpin, struktur semi-formal, maka tidak ubahnya seperti keluarga formal. ada tangung jawab dan hak disitu. ada kekhawatiran, ada perhatian, ada penyelesaian masalah, bahkan di perkumpulan tanpa-strukur yang biasanya mengandalkan format "yang dituakan", selalu hal-hal dasar berkehidupan akan ada disitu. yang berbeda, adalah formatnya. dalam keluarga formal, peran orang tua untuk mengetahui, mengantisipasi dan memecahkan masalah anaknya adalah hal mutlak. karena, terdapat sistem afeksi otomatis, insting memberikan hal seperti itu kepada anak. sedangkan hal ini tidak berlaku untuk perkumpulan semacam ini, yang akan penulis sebut sebagai "klik". klik tidak memiliki kewajiban untuk mengetahui terlebih dahulu masalah para angotanya, masalah anggota akan diselesaikan, jika anggota membuka masalah pada kelompok, atau menyampaikan secara pribadi kepada figur di klik tersebut. di keluarga, pemenuhan kebutuhan fisiologis maupun spiritual, menjadi tanggung jawab bersama anggota keluarga. di klik, kebutuhan tersebut akan terwujud dan dipenuhi jika sudah berwujud masalah, karena bagaimanapun, di dalam klik masih ada pembatas antara kehidupan pribadi dengan kehidupan klik, meskipun dalam kadar yang berbeda-beda. ketua, biasanya memiliki hijab yang tebal antara kehidupan pribadi dia dengan klik, tapi sangat tipis jika dikaitkan dengan hubungan antar individu. dan lain sebagainya.
maka, bagaimanapun, kehidupan dan masa depan mahasiswa sangat ditentukan oleh klik-klik yang mereka ikuti, yang mereka berperan aktif di dalamnya. maka, akan muncul sebuah anggapan, sukses tidaknya masa depan, sangat dipengaruhi oleh apa yang dibangun dan membangun individu, bahkan pada tahapan ekstrim bisa menegasi apa yang dibangun di dalam keluarga-keluarga formal. itulah fenomena yang muncul di masyarakat, dan patut dicermati secara mendalam. karena, seperti apa para penerus bangsa akan terlihat di seperti apa klik yang dibangun di kalangan entitas mahasiswa.
apabila mahasiswa, apabila anggota klik tersesat, hilang arah dan hancur hidupnya, pihak mana yang bersalah?. tidak ada yang bersalah karena sesungguhnya, masuknya individu kepada klik tertentu merupakan hasil dari pilihan. tapi, peran keluarga formal dan klik kebaikan yang bertugas untuk mengembalikan individu tersebut. keluarga formal bisa berperan pada tahapan afeksi, pemberian perhatian, hingga reward and punishment. sedangkan pembinaan dan pengkondisian lingkungan, ada baiknya dikembalikan kepada klik-klik kebaikan, yang lebih mengerti lingkungan seperti apa yang dihadapi individu, atau bahkan kelompok apabila kita melihat kasus-kasus massif.
maka, dimanakah posisi kita? seperti apa peran kita? dan apa yang akan kita lakukan?
indonesia membutuhkan pahlawan,
dan pahlawan itu dibentuk dan membentuk. bukan dilahirkan dengan keajaiban
Wallahu 'Alam
Muhammad Abdullah 'Azzam Mahasiswa S1 Manajemen FEB Universitas Sebelas Maret Surakarta
No comments:
Post a Comment