Perlu Diingat! Dia Adalah Jagal
Bukan nama
yang semua orang tahu ketika pertama kali kudeta dilancarkan, bukan
juga seorang tokoh berpengaruh di penjuru negeri, Abdul Fattah As-Sisi.
Hanya seorang jenderal biasa diantara para jenderal, hanya seorang
fungsionaris dari sebuah partai, tetapi butir peluru dan kekejamannya,
setara dengan Slobodan Milosevic dan Ariel Sharon. Milosevic dihukumi
penjahat perang karena membantai 8.000 orang Bosnia pada Perang
Bosnia-Serbia pada tahun 80-an, sedangkan Sharon digelari ‘Jagal dari
Lebanon’ karena membantai 2.000 pengungsi di Shabra-Shatilla. Lantas,
julukan apa bagi jenderal yang membantai ribuan orang di sebuah masjid,
jalanan, dan lebih penting lagi, warganya sendiri? Presiden? Jangan
bercanda. Tidak ada pemimpin tanpa rakyat, tapi rakyat akan tegak
berdiri meski tanpa pemimpin. Dia adalah jagal kawan, jagal pengecut
yang hanya berani menodongkan senapan kepada warganya sendiri, dan
tunduk sujud pada kekuatan asing.
Seorang
jagal pengecut akan menginjakkan kaki di sebuah negara yang
konstitusinya tegas menyebutkan menolak segala bentuk penjajahan. (baca:
http://www.islamicgeo.com/2015/08/90-sisi-akan-berkunjung-ke-indonesia.html)
Apa manfaat yang dapat dia berikan? Apakah dia akan mengajari
pemerintah cara menjagal rakyatnya? Pemimpin yang bahkan tidak mampu
memberi rakyatnya gandum dan lapangan pekerjaan, ekspor luar negeri yang
tersendat, dan tidak paham beda peluru dan kelereng, tidak akan memberi
apa-apa kecuali butiran debu dan pemborosan anggaran. Maka untuk apa
menyambut dia? Hubungan luar negeri Mesir dan Indonesia adalah dengan
presiden yang sah dan melalui pilihan rakyat, bukan dengan penjagal yang
merampas kekuasaan dan ‘menelanjangi’ kebenaran suara rakyat.
Indonesia
sebagai negara, memiliki sejarah panjang dalam perjuangan kemerdekaan
berbagai negara di Asia dan Afrika, dengan titik tolak Konferensi Asia
dan Afrika yang dilaksanakan pertama kali di Bandung pada tahun 1955.
Setelah itu, peran Indonesia semakin terasa dengan rutin mengirimkan
Kontingen Garuda di berbagai wilayah konflik. Tercatat negara-negara
seperti Kongo, Kamboja, Afghanistan, dan terakhir Lebanon merasakan
dampak positif dari Kontingen Garuda. Saudara muslim yang mengunjungi
dan meneneramkan hati yang berdiri sejajar dengan kulit putih di medan
pertempuran. Maka, peran tersebut tidak ternodai dengan menyambut,
menghormati, dan menjamu penjahat perang yang tindakan kriminalnya tidak
lagi dipungkiri masyarakat internasional. Sebuah ironi ketika para
pengungsi Rohingya atau negara Palestina ditolak keberadaannya di tanah
Indonesia, sedangkan seorang As-Sisi diterima, bahkan dimuliakan.
Peran
Indonesia yang sebesar itu, tentunya tidak lepas dari berbagai pijakan
historis negara ini, terutama pada proses menuju kemerdekaan. Sejarah
mencatat, Mesir adalah negara pertama yang mengakui kemerdekaan
Indonesia, berperan besar pada kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus
1945 dan perlawanan Indonesia atas agresi militer oleh Sekutu pada
tahun-tahun berikutnya. Jika tanpa pengakuan Mesir, apa yang dapat
Indonesia lakukan pada 1955, Ganefo, dan berbagai forum Non-blok? Atau
akankah Indonesia dapat merebut kembali Papua dan leluasa melakukan
berbagai konfrontasi dengan negara-negara yang menginjak-injak martabat
negara?. Indonesia berhutang besar, dan inilah saat yang tepat untuk
melakukan pembalasan budi. Tunjukkan pada As-Sisi, bahwa Indonesia
berdiri bersama para pahlawan Tahrir dan Rabi’ah yang mengusung
demokrasi, dan berikan pada As-Sisi pukulan telak yang pantas bagi
penjagal dengan tidak menggelar karpet merah atau jamuan kenegaraan yang
sama sekali tidak memberi manfaat pada negara ini.
Kondisi
ekonomi, sosial, politik, dan kebijakan internasional Mesir, sebenarnya
sama sekali tidak mendatangkan manfaat bagi Indonesia karena berbagai
faktor. Faktor pertama, Mesir di era Mubarok masih memiliki stabilitas
di bidang ekonomi, meskipun apabila dibandingkan di era Mursi masih jauh
tetringgal. Perlu dicatat, kepemimpinan Mursi yang seumur jagung mampu
meningkatkan kondisi moneter dan sektor riil Mesir hingga 27 persen.
Bahkan pada beberapa komoditas, mampu didongkrak hingga 300 persen,
terutama di sektor pertanian, seperti gandum dan kapas. Sedangkan di era
As-Sisi, konflik politik yang berkepanjangan menghambat laju
perekonomian Mesir. Dengan tanpa pertumbuhan perekonomian yang berarti,
harapan yang timbul dari kunjungan kenegaraan As-Sisi hanyalah simbiosis
komensialisme, di satu sisi Mesir memperoleh keuntungan besar,
sedangkan Indonesia tidak memperoleh keuntungan apa-apa.
Faktor
kedua, ketidakstabilan politik Mesir, berarti mempengaruhi citra, iklim
investasi, dan penyikapan masyarakat internasional kepada suatu negara.
Era Mursi, Mesir dianggap negara yang setara dengan Israel dan diyakini
mampu membawa perdamaian dengan cara yang ideal antara Palestina dan
Israel, bahkan oleh negara-negara barat. Sedangkan yang terjadi di era
As-Sisi adalah sebaliknya, tidak hanya dipandang sebelah mata negara
barat, kehadiran Mesir pada konflik Palestina dan Israel malah
memperkeruh suasana. Apalagi, dampak yang muncul di liga arab, pandangan
para pemerhati hak asasi manusia, dan masyarakat internasional, semua
sepakat bahwa Mesir merupakan negara bermasalah dan sudah ketahuan akar
masalahnya dimana. Maka, sebuah keanehan jika akar masalah tersebut
hadir dengan dalih menyambung hubungan diplomatis antar negara. Manfaat
apa yang ditawarkan? dan apa yang dapat diperoleh dari negara seperti
Mesir di tangan pemimpin, yang bahkan tidak mampu meredam kericuhan
dalam negerinya?
Perbedaan
posisi Mesir dan Palestina, ketika Indonesia mendukung kemerdekaan
Palestina, dengan pernyataan mendukung kemerdekaan dan sebagainya, akan
mencatat Indonesia dalam sejarah panjang kemanusiaan. Dikarenakan,
pembebasan dan pengentasan masalah Palestina merupakan isu yang telah
diangkat sejak 50 tahun yang lalu. Sedangkan As-Sisi, tidak lain
merupakan dedengkot permasalahan Mesir. Maka, sudah seyogyanya Indonesia
menunjukkan sikap yang pantas, dengan tidak mendukung legitimasi dari
As-Sisi, karena bagaimanapun, dengan menyambut dan berperilaku layaknya
sekutu, akan mendongkrak legitimasi As-Sisi sebagai pemimpin Mesir yang
sah, walapun faktanya dia adalah penjahat terbesar dalam kasus Mesir.
Dua faktor
diatas, baik di segi politik maupun ekonomi, merupakan dua faktor
fundamental dalam hubungan antarnegara. Ketika dua hal diatas tidak
dapat memberikan dampak positif pada salah satu negara, atau pada kedua
negara, maka yang tersisa adalah kesia-siaan. Justru akan memberi dampak
ketika Indonesia sebagai negara sahabat Mesir memberikan masukan dan
teguran pada As-Sisi untuk menghentikan perilaku negatif pasca kudeta,
menghentikan pembunuhan pada demonstran, pemberangusan pada oposisi, dan
kembali berfokus membangun Mesir. Jangan kemudian memmosisikan diri
sebagai negara yang setara, posisikan Indonesia sebagai pembela
kebenaran sebagaimana yang dilakukan di masa lalu, baik di KAA, konflik
Bosnia-Serbia, atau Israel-Palestina. Inilah sikap yang tepat dilakukan,
jika Indonesia tidak memiliki kekuatan, atau enggan menolak kehadiran
As-Sisi di Indonesia.
Konstitusi
Indonesia menjelaskan, ketika kemerdekaan menjadi harga mati sebuah
bangsa, maka eksistensi pemerintah yang korup dan menindas rakyatnya
sendiri merupakan penghinaan terhadap dunia yang bebas dan merdeka.
Kehadiran mereka di tanah-tanah bangsa Indonesia merupakan pelecehan dan
penghinaan, dan menandakan bahwa membungkuknya bangsa ini pada mereka
tak ubahnya seperti raja yang membungkuk pada budak belian. Maka,
tunjukkan harga diri Pahlawan Konferensi Asia-Afrika, Pahlawan Gerakan
Non-Blok, Juru Damai Bosnia-Serbia, dan Pendukung Kemerdekaan Palestina!
——————————————————-
Media FSLDK Indonesia
—————————————————-
Email : info@fsldkindonesia.org
Fanpage : FSLDK Indonesia
Twitter : @FsdkIndonesia | @JarmusnasFSLDKI
Line : @yok1532s
G+ : FSLDK Indonesia
re-write dari http://fsldkindonesia.org/perlu-diingat-dia-adalah-jagal/ dengan blog pribadi penullis
No comments:
Post a Comment