seperti awan berarak, mungkin aku menganggap hidup yang aku lalui. entah menuju kemana, biarkan saja angin membawaku, kemana yang angin inginkan, bagaimana dunia ingin membentuk ku, bukan aku membentuk dunia, karena aku hanyalah awan. awan, yang bahkan tidak pantas tertawa dan berdansa bersama angin dan rerumputan. sejumput kapas yang hilang ditelan zaman, larut terburai bersama hujan. -Kakurenbo
aku menyukai kucing, sangat menyukai mahluk berbulu dengan suara dan gerak gerik menggemaskan. entah kenapa aku sangat terobsesi dengan mereka, semenjak aku mengenal konflik dan pertumpahan darah, hanya melihat kucing, bermain dan mengelus bulu halus mereka, aku dapat sedikit melupakan di dunia semacam apa aku hidup. beberapa orang bijak bilang, hadapi dan bertarunglah dengan kenyataan, kamu pasti akan menang dan menguasai dunia, memeperoleh segala impian dan hidup dengan nyaman. mungkin mereka sedang mabuk ketika mengatakan hal itu, karena kenyataan tidak sesederhana apa yang mereka katakan. dunia, justru meminta kita untuk bersembunyi, menghindari arus dunia, seperti yang aku lakukan.
terkadang aku bertanya, apa salahnya dengan bersembunyi, menutup mata dengan apa yang terjadi pada dunia. bahkan tuhan masih mengizinkan melaknat orang melalui hati, meskipun sebuah tindakan paling lemah dan tidak berarti. tapi apa yang bisa kau lakukan dengan dunia yang berantakan ini? dunia yang dikuasai segelintir pemilik lobi, yang tidak pernah mengindahkan kata dan bahasa kelembutan? mereka yang hanya mengenal butir peluru dan raungan misil jarak jauh? mereka yang hanya mengenal uang dan politik? gerakan-gerakan massa hanya bagian dari rekayasa, dan barang kerajinan seni tidak lebih dari konspirasi. sebuah pandangan yang membuatku bertahan cukup lama, hingga memasuki usia ke 21. hingga usia saat ini, aku hanyalah penyendiri, menjauh dari keramaian, menikmati dunia yang aku anggap nyaman dan aku anggap berharga.
perguruan tinggi memang seindah yang dibayangkan orang, bahkan orang seperti aku menganggap perguruan tinggi adalah berkah. bukan karena wanita, atau karena hal-hal ilmiah di dalamnya, ah, pandangan orang polos. aku menyukai dunia ini, karena aku bisa lebih bebas dengan duniaku. tidak ada lagi seragam wajib membosankan, pelajaran bertumpuk dalam satu hari, kelas yang monoton, atau kerja bakti sekolah. hanya ada diriku, dan apa yang aku anggap penting. aku bebas berkreasi dengan duniaku, aku bebas lebih menyendiri pada relung-relung perpustakaan, dan aku bebas memilih dan tidak memilih, iya atau tidak, pada semua peraturan yang ada. meskipun, ya aku tetap tidak bisa menghindari jam masuk atau keluar dari wilayah kampus. festival budaya? masa orientasi? bukan urusanku. sebagai mahasiswa asing dengan prestasi membanggakan, aku sama sekali tidak memikirkan hal-hal semacam itu. aku berterimakasih kepada tuhan, dengan kemampuan ini, aku bisa terus bersembunyi, dan berlari.
universitas hiragana di kawasan asakusa bukan termasuk wilayah yang sepi dan tenang. justru sangat berisik, dan hal ini menjadi ujian terberat bagiku. aku bisa berbahasa jepang dengan cukup baik, karena kebudayaan jepang telah menjadi bagian dari dunia ku, tetapi kebisingan dan kerumunan orang bisa membuatku gila. tatapan mataku sedingin es apabila berada dalam kerumunan, tetapi sungguh, sangat menyiksa. apa yang bisa kau lakukan dengan bau parfum wanita yang bercampur dengan keringat karyawan dan bau amis pedagang ikan dalam sebuah kerumunan?. sialnya, para pembuat universitas hiragana sepertinya adalah para wanita berparfum, mantan karyawan, dan disponsori oleh pedagang ikan, karena mereka memilihkan tempat tepat di belakang pusat perbelanjaan wakame, seperti pasar lokal di negaraku, dan tentunya, sangat berdekatan dengan stasiun asakusa. ah.. sial.
hari-hari ku di asakusa berlangsung baik, dengan dunia ku, kehidupan kampus, kehidupan pusat perbelanjaan wakame, dan keramaian kota asakusa. aku tidak pernah menyesali keputusanku berpindah ke negara dengan entitas pendudukan yang cukup ramah, dan kurang peduli dengan sekitar dengan tingkat privasi sangat tinggi. duniaku abadi, aku bisa bersenmbunyi dari kenyataan dan terus menutup mata dari apa yang terjadi di sekitarku. aku bisa terus merasa dunia ini baik-baik saja, karena asakusa baik-baik saja. aku bisa terus merasa wajar, karena meskipun reaktor nuklir di sebelah timur sana meledak karena tsunami, asakusa hanya terkena sedikit dari dampaknya, dan orang-orang asuka masih tertawa di kedai-kedai sushi dan shabu-shabu. aku, dan duniaku, masih abadi, dan aku yakin, tuhan tidak akan memilihku untuk menyelamatkan dunia, karena Dia juga yakin, dunia inilah, tempatku bersembunyi, adalah hal terbaik bagiku, darinya.
dan aku akan sangat bersyukur, jika hari-hari ku bisa kembali, hari dimana aku masih nyaman dengan dunia ku, tempat persembunyianku. hingga aku bertemu dengan nya, tatapan mata yang sangat cerah, tetapi menyimpan luka. aku tidak percaya, semua akan kembali dan menjadi seperti ini, hari, ketika duniaku hancur berantakan, ketika aku dipaksa berbenturan dengan cahaya matahari, dan pahitnya kenyataan.
-to be continued
abudora azzamu
aku menyukai kucing, sangat menyukai mahluk berbulu dengan suara dan gerak gerik menggemaskan. entah kenapa aku sangat terobsesi dengan mereka, semenjak aku mengenal konflik dan pertumpahan darah, hanya melihat kucing, bermain dan mengelus bulu halus mereka, aku dapat sedikit melupakan di dunia semacam apa aku hidup. beberapa orang bijak bilang, hadapi dan bertarunglah dengan kenyataan, kamu pasti akan menang dan menguasai dunia, memeperoleh segala impian dan hidup dengan nyaman. mungkin mereka sedang mabuk ketika mengatakan hal itu, karena kenyataan tidak sesederhana apa yang mereka katakan. dunia, justru meminta kita untuk bersembunyi, menghindari arus dunia, seperti yang aku lakukan.
terkadang aku bertanya, apa salahnya dengan bersembunyi, menutup mata dengan apa yang terjadi pada dunia. bahkan tuhan masih mengizinkan melaknat orang melalui hati, meskipun sebuah tindakan paling lemah dan tidak berarti. tapi apa yang bisa kau lakukan dengan dunia yang berantakan ini? dunia yang dikuasai segelintir pemilik lobi, yang tidak pernah mengindahkan kata dan bahasa kelembutan? mereka yang hanya mengenal butir peluru dan raungan misil jarak jauh? mereka yang hanya mengenal uang dan politik? gerakan-gerakan massa hanya bagian dari rekayasa, dan barang kerajinan seni tidak lebih dari konspirasi. sebuah pandangan yang membuatku bertahan cukup lama, hingga memasuki usia ke 21. hingga usia saat ini, aku hanyalah penyendiri, menjauh dari keramaian, menikmati dunia yang aku anggap nyaman dan aku anggap berharga.
perguruan tinggi memang seindah yang dibayangkan orang, bahkan orang seperti aku menganggap perguruan tinggi adalah berkah. bukan karena wanita, atau karena hal-hal ilmiah di dalamnya, ah, pandangan orang polos. aku menyukai dunia ini, karena aku bisa lebih bebas dengan duniaku. tidak ada lagi seragam wajib membosankan, pelajaran bertumpuk dalam satu hari, kelas yang monoton, atau kerja bakti sekolah. hanya ada diriku, dan apa yang aku anggap penting. aku bebas berkreasi dengan duniaku, aku bebas lebih menyendiri pada relung-relung perpustakaan, dan aku bebas memilih dan tidak memilih, iya atau tidak, pada semua peraturan yang ada. meskipun, ya aku tetap tidak bisa menghindari jam masuk atau keluar dari wilayah kampus. festival budaya? masa orientasi? bukan urusanku. sebagai mahasiswa asing dengan prestasi membanggakan, aku sama sekali tidak memikirkan hal-hal semacam itu. aku berterimakasih kepada tuhan, dengan kemampuan ini, aku bisa terus bersembunyi, dan berlari.
universitas hiragana di kawasan asakusa bukan termasuk wilayah yang sepi dan tenang. justru sangat berisik, dan hal ini menjadi ujian terberat bagiku. aku bisa berbahasa jepang dengan cukup baik, karena kebudayaan jepang telah menjadi bagian dari dunia ku, tetapi kebisingan dan kerumunan orang bisa membuatku gila. tatapan mataku sedingin es apabila berada dalam kerumunan, tetapi sungguh, sangat menyiksa. apa yang bisa kau lakukan dengan bau parfum wanita yang bercampur dengan keringat karyawan dan bau amis pedagang ikan dalam sebuah kerumunan?. sialnya, para pembuat universitas hiragana sepertinya adalah para wanita berparfum, mantan karyawan, dan disponsori oleh pedagang ikan, karena mereka memilihkan tempat tepat di belakang pusat perbelanjaan wakame, seperti pasar lokal di negaraku, dan tentunya, sangat berdekatan dengan stasiun asakusa. ah.. sial.
hari-hari ku di asakusa berlangsung baik, dengan dunia ku, kehidupan kampus, kehidupan pusat perbelanjaan wakame, dan keramaian kota asakusa. aku tidak pernah menyesali keputusanku berpindah ke negara dengan entitas pendudukan yang cukup ramah, dan kurang peduli dengan sekitar dengan tingkat privasi sangat tinggi. duniaku abadi, aku bisa bersenmbunyi dari kenyataan dan terus menutup mata dari apa yang terjadi di sekitarku. aku bisa terus merasa dunia ini baik-baik saja, karena asakusa baik-baik saja. aku bisa terus merasa wajar, karena meskipun reaktor nuklir di sebelah timur sana meledak karena tsunami, asakusa hanya terkena sedikit dari dampaknya, dan orang-orang asuka masih tertawa di kedai-kedai sushi dan shabu-shabu. aku, dan duniaku, masih abadi, dan aku yakin, tuhan tidak akan memilihku untuk menyelamatkan dunia, karena Dia juga yakin, dunia inilah, tempatku bersembunyi, adalah hal terbaik bagiku, darinya.
dan aku akan sangat bersyukur, jika hari-hari ku bisa kembali, hari dimana aku masih nyaman dengan dunia ku, tempat persembunyianku. hingga aku bertemu dengan nya, tatapan mata yang sangat cerah, tetapi menyimpan luka. aku tidak percaya, semua akan kembali dan menjadi seperti ini, hari, ketika duniaku hancur berantakan, ketika aku dipaksa berbenturan dengan cahaya matahari, dan pahitnya kenyataan.
-to be continued
abudora azzamu
No comments:
Post a Comment