"Indonesia pernah menjadi bangsa, yang ditakuti penjajah, pahlawan di hati negara-negara asia afrika, dan, hingga kini, masih merupakan harapan, bagi kemerdekaan bumi Palestina dan Al Aqsa dari cengkraman penjajah zionis israel"
Indonesian Major Opinion
Olahraga,
hak untuk bepergian, berwisata, dan berkunjung ke berbagai negara, merupakan
milik manusia yang merdeka. Karena sudah tidak ada perbudakan, katanya, di
zaman modern, zaman kapital, politik, dan lobi. Jadi sah-sah saja, jika kita
memberikan suaka politik pada warga negara tertentu, yang mungkin musuh kita,
mempersenjatai para gerilyawan di suatu negara untuk melakukan perlawanan, atau
memberi berbagai hak-hak khusus bagi negara-negara yang katanya sahabat, dan
bisa mendatangkan keuntungan bagi negara. Bukan sebuah zaman, ketika kita
berpegang teguh pada idealisme leluhur, politik yang jujur dan adil, dan
ekonomi yang bebas dari penipuan.
Jadi, bukan
sebuah kesalahan memberikan hak visa indonesia, mungkin visa tinggal atau visa berwisata,
atau visa menjadi atlit untuk pebulutngkis dari Israel, toh mereka juga manusia
merdeka. Bukan kesalahan juga membiarkan mereka unjuk kemampuan dan kebolehan
dalam perlombaan yang bertajuk bulu tangkis, atau apapun itu, karena mereka
tidak sedang bertempur dan mencincang orang Indonesia, hanya orang Palestina
kok yang mereka cincang. Sebuah tindakan mulia juga bangsa indonesia menyambut
tamu, memberi hak-hak diplomatik, walaupun katanya kita tidak memiliki hubungan
diplomatik apapun dengan Israel, bahkan tidak ada kedutaan besar Israel di
Indonesia, maksudnya, tidak ada kedutaan formalnya.
Justru
Soekarno yang salah, para pendiri bangsa ini yang salah, para pendahulu ini
yang salah, karena berpegang pada prinsip membalas budi dan sesama negara merdeka
ketika membela hak-hak Palestina dan menolak hak-hak penjajah. Salah Soekarno
juga mengusir para atlit dari israel dalam Asian Games 1962 (meskipun diusir
bersama atlit dari Taiwan), sehingga Indonesia dilarang tampil pada Olimpiade
Tokyo. Salah Soekarno dan para pendiri bangsa juga yang mengatakan, akan terus
menolak penjajahan di muka bumi, dan Indonesia akan menjadi yang terdepan
membela Palestina ketika Palestina terjajah, ya meskipun kata-kata itu tertuang
pada pembukaan undang-undang dasar 1945.
Ketika dunia
moderen membuat kita memandang benar apa yang salah, ketika lobi dan
kepentingan ekonomi-politik membuat kita buta akan realita, maka sejarah akan
membuktikan siapa sebenarnya yang benar, dan siapa yang salah. Sejarah
membuktikan kita pernah menjadi bangsa yang sangat kuat, berdaulat, dan teguh
dalam memegang prinsip dan balas budi, serta kesadaran bersama. Sejatinya,
Indonesia masih merupakan keturunan dari mereka yang tahu balas budi, dan tahu
siapa penjahat, siapa sekutu. Lantas, apakah saat ini kita tidak memiliki
kemampuan apapun guna berkata “kami menolak penjajahan!”?. Bukan dari nilai
visa dan hak asasi yang harus dipenuhi, atau hak-hak tamu. Tapi, prinsip
seperti apa yang sedang Indonesia pegang dan perjuangkan? Sehingga beramah
tamah pada penjahat dan perampas?. Visa untuk atlit israel, bukan pemberian
hak, tetapi, sebuah bukti tumbangnya prinsip para pendiri bangsa ini, di tangan
para penerusnya.
-FSLDK
Indonesia
-Muhammad Abdullah 'Azzam, Mahasiswa S1 Manajemen FEB Universitas Sebelas Maret
No comments:
Post a Comment