Gerai Inspirasi

ekonomika politika romantika

LightBlog
Responsive Ads Here

Thursday, August 6, 2015

Kakurenbo #2

Asakusa 26 Juni 2014, Toko ikan Hanekawa

"kenapa kau memakai jaket tebal di musim sepanas ini kuro-san? apa kamu tidak merasa panas?"
"namaku ahmad, bukan kuro. berikan aku beberapa potong ikan asap, jangan salmon, tuna saja"
"belum dapat uang bulanan ya? kenapa tidak mencoba kerja sambilan saja? ah ini ikan tuna-nya"
"he-he"

semua ikan tuna yang kau jual berasal dari negeriku, bodoh. sebenarnya itu yang aku rasakan, tapi biarlah, aku lebih suka diam saat berbicara dengan tora, tora hanekawa, anak dari masaki hanekawa, pemilik toko ikan langgananku. aku hanya berani membeli ikan di jepang, tahu lah, betapa sulitnya mencari daging binatang darat yang halal di negeri ini. sebenarnya ada beberapa toko di tokyo dan fukuoka, tapi sangat jauh. aku lebih memilih ikan, toh protein laut juga tidak terlalu buruk. tora telah lama menjadi teman dalam bercakap-cakap, terutama ketika aku pertama kali menginjakan kaki di asakusa. aku tidak terlalu baik berbicara bahasa jepang, dan rata-rata logat bahasa inggris orang jepang sulit dimengerti. ketika itu tora menyapaku dan berkata dalam bahasa indonesia yang kaku, tapi aku bisa memahaminya. yah, ternayata tora memang pernah beberapa tahun di indonesia. mungkin, dia adalah teman asakusa-ku yang pertama, karena memang hanya dia yang aku tidak bersembunyi dan lari.

ada yang menarik ketika aku menerima bungkusan ikan asap itu, seekor kucing putih dengan belang hitam. terus melihatku menggenggam bungkusan ikan, mungkin dia tertarik dengan ikan yang aku beli. aku mencoba mengacuhkan-nya, tapi seolah aku merasa diperhatikan oleh kucing aneh itu.
"dia memakai kalung" pikirku, berarti bukan kucing liar. aku perhatikan sekeliling, tampaknya bukan milik ibu-ibu di sekitarku. aku memberikan sepotong ikan asap kepadanya, aku kira, dia akan memakannya di tempat itu, tapi dia malah berlari, dan dengan ekor tebalnya, memberikan isyarat untuk mengikutinya. aku mencium ada masalah yang akan aku hadapi jika mengikuti kucing itu, hidupku yang tertutup dan sempurna, serta aman dan nyaman akan berantakan. tetapi, mungkin kehendak tuhan, atau orang lain, agar aku bisa merubah kehidupanku, dan aku memutuskan untuk mengikutinya.

"kuro, kau lupa membayar.. oi kuroo.. kuroo.."
"tora, cepatlah, kami sudah mengantri dari tadi.."
"ahh,, dia mulai lagi,, baik ibu-ibu, baik, tunggu sebentar.."

aku menyusuri jajaran toko di pusat perbelanjaan asakusa. kesibukan yang berlangsung seperti biasa, tidak ada yang berubah. penjual dango masih sibuk dengan anak-anak kecil yang mencari kelembutan dan warna menarik dari dango. beberapa gadis SMU berkeliaran di kafe sambil membicarakan trend terbaru. beberapa penjual daging sibuk menawarkan potongan daging terbaik. aku merasa asing, dengan lingkungan ini, meskipun aku tahu banyak hal menarik untuk dilihat. tapi, untuk saat ini, aku merasa hanya berdua saja, dengan seekor kucing berekor tebal dengan plester mengikat ekornya, seperti di dunia anime dan manga. dia membawaku melewati toko penjual minuman, dan berbelok di sebuah gang sempit, yang setahuku merupakan pintu belakang suatu bar yang difungsikan sebagai tempat pembuangan sampah sementara. aku bertanya-tanya, ada apa di tempat yang luar biasa gelap dan bau seperti ini. terbit keinginanku untuk meninggalkan kucing itu, tapi aku merasa, aku tidak bisa meninggalkan hasrat ingin tahu ku begitu saja.

sebuah gundukan kain menyambutku ketika aku melewati tumpukan sampah yang belum diambil. aku terkejut, ketika kucing itu meletakan potongan daging di dekat tumpukan kain itu. kain-kain itu masih sangat baru, mungkin potongan dari beberapa selimut, dan aku yakin tempat ini pun baru ditempati, berarti, tempat ini bukan sarang para tunawisma. aku semakin terkejut ketika kucing itu mengarukkan cakarnya pada tumpukan kain itu, dan mengeong dengan suara yang cukup kencang. seperti tengah membangunkan sesuatu.
"aku harus lari" pikirku. tapi kakiku benar-benar membeku, seolah ada yang tidak ingin aku berlari lagi, seperti yang biasa aku lakukan. tuhan, apa rencanamu?

bungkusan kain itu menggeliat, bergerak-gerak, dan kucing aneh itu terus menerus mengeong dengan suara makin kencang. aku sangat yakin orang-orang dapat mendengar suara itu, tapi aku merasa di tempat ini hanya aku orang lain disini, dengan kegelapan dan kesenduan dari suara kucing itu. kain itu bergerak lagi, menyingkapkan sebuah kaki dengan sepatu sekolah, kemudian menggeliat lagi, dan tersingkaplah apa yang tersembunyi di balik kain itu.
wajah seorang wanita, masih sangat muda. mungkin usia nya sama dengan gadis-gadis SMU yang berada di kafe tadi. dia terlihat sangat lelah, mungkin sehabis berlari dengan jarak ratusan kilometer. wajahnya sendu, dengan bando yang menjaga rambutnya tetap terurai dengan rapi, meskipun terkesan kumal. dia tidak memakai baju sekolah, memakai sebuah kemeja berwarna putih dan jaket tebal musim dingin. tetapi, corak rok yang dia kenakan meyakini dia memang gadis yang tengah bersekolah. dia tergeragap dan mengelus kucing aneh itu, dan aku yakin dia tidak menyadari keberadaanku.

"hei neko, kamu darimana? aku mengkhawatirkanmu, aku kira aku akan kehilangan kamu"
sambil mengelus kucing aneh itu, dia bercakap-cakap, seolah berada di dunia yang berbeda dengan ku.
"apa ini? ikan asap? tuna? kamu dapat dari mana? jangan mencuri, aku tidak mau memakan barang curian.."
"kau diberi seseorang neko? tidak mungkin, kamu kan sama sekali bukan kucing yang imut, bahkan aneh kalau aku bilang.."
katanya, dengan memotong ikan asap itu kecil dan dia berikan pada kucing itu, tatapan matanya sendu, seolah kucing itulah yang paling berharga untuknya. ketika kucing itu membuka mulut, mendadak kucing itu melompat, menuju ke arahku. seolah dia ingin memberitahu siapa yang memberikan ikan itu, seolah ingin berterima kasih. wanita itu mendongak, wajahnya disinari lampu redup yang membias dari pertokoan, wajah yang cantik, kalau aku boleh bilang. dia terkejut saat melihatku, seperti melihat sesosok penampakan, sesosok monster. aku pun hanya bisa terdiam dan menutup mulut rapat-rapat, aku juga sama terkejutnya, karena aku tidak pernah mengalami kejadian seperti ini. dia beranjak bangkit, dan duduk diatas kedua kakinya.. menatapku dalam...

"hei, ijinkanlah aku tinggal bersamamu, hanya kita berdua.."

-continued

No comments:

Post a Comment