Gerai Inspirasi

ekonomika politika romantika

LightBlog
Responsive Ads Here

Thursday, January 30, 2014

mengerti dan memahami

assalamualaikum, konbanwa, selamat malam dan salam sejahtera buat kalian semua..
maafin ane mungkin baru sekarang ane bisa ngisi posting di blog ane sendiri, karena ane kemarin habis ke pekalongan buat ikutan kompetisi ekonomi islam provinsi dan rencananya, katanya ane juga dikirim ke kompetisi level nasional. doanya aja ya gan.

mungkin aneh juga, sebenarnya motivasi apa sehingga ane masang gambar hape buat jadi picture topic pada tulisan ane malam ini, ya memang sih, kaya ngga nyambung, cuman ada maksu terselubung yang ingin ane sampaikan disini.

semua berawal dari ayah ane, yang notabene merupakan seorang pemimpin di tempat dia bekerja ataupun di organisasi yang dia ikutin, dan karena termasuk angkatan tua, ayah ane ngga ambil pusing soal up date teknologi yang berlangsung dalam kecepatan per-detik, jadi soal whats ap atau sebangsanya, ayah ane ngga konek sama sekali, tapi, dia mendorong anak anaknya menjadi tidak seperti dirinya, atau menjadi orang yang melek teknologi, tentunya dengan segala keterbatasan kemampuan yang dimiliki olehnya, sehingga anak anak-anak nya mampu membimbing keluarganya kelak menjadi keluarga yang berpendidikan sekaligus paham teknologi.

tujuan posting malam ini hanya sekadar curhat aja sebenarnya, jadi maaf jika ada yang tidak terima atau marah atas postingan ini.
kita tahu sebagai anak, apapun yang membentuk kita merupakan sumbangsih orang tua, dan terkadang sumbangsih orang tua sangat tergantung pada kapasitas mereka, yang menjadi masalah adalah ketika orang yang tidak tahu apa apa, merspon buruk terhadap sumbangsih orang tua yang bisa diberikan kepada anaknya.

banyak yang mengetahui, smartphone dan sebangasnya (barang yang dulu menjadi barang tersier) saat ini menjadi kebutuhan primer yang wajib terpenuhi untuk menjaga elsistensi seprang individu di dalam kancah pergaulan zaman sekarang, sehingga, menuntut setiap orang untuk memenuhinya dengan segala cara yang dianggap memungkinkan walaupun cara itu harus menganggu orang lain.

oke, ane adalah seorang aktivis, memgang banyak amanah di berbagai bidang, dan jelas menuntut ane untuk menyesuaikan diri dengan pola pergaulan dan pola interaksi, yang terkadang mendidik manusia menjadi mahluk bodoh yang terisoslasi oleh kungkungan dunia maya sehingga melupakan dunia nyata, komunitas sosialnya, karena mereka merasa lebih "hidup" di dunia maya daripada di dunia sosial. dampaknya, kata kata menyebalkan seperti "hari gini ngga punya whassap" atau gesture yang mengatakan seolah olah "hari gini ngga update?" sudah menjadi santapan ane sehari hari. oke, ane akuin, semua itu memang sangat diperlukan untuk menunjang kehidupan, tapi apakah itu menjadi alasan untuk membuat seseorang terkucil dalam pergaulan sosial?

ane akan tanya ke kalian para pengguna gadget yang senantiasa di rahmati allah,
apa yang terjadi ketika negeri anda dipimpin oleh pemimpin yang mengutamakan interkasi secara online daripada melakukan peran dan aksi nyata untuk masyarakatnya?
apakah gambar beras satu ton di instagram dapat membuat anda kenyang?

apa yang terjadi ketika banyak pemimpin politik dan bahkan aktivis dakwah lebih mengutamakan perdebatan online sedangkan mereka yang jelas jelas merong rong kekuatan riil negara dan mereka yang disebut musuh tuhan oleh para aktivis dakwah berlomba lomba turun dengan aksi nyata, apa yang terjadi?
masyarakat tidak membutuhkan ocehan ocehan di twitter dan objek dakwah akan bodo amat dengan perdebatan kalian di twitter.

apa yang terjadi ketika kalian diberi amanah kemudian kalian ditinggalkan begitu saja dalam update informasi hanya karena kalian belum mampu menguasai teknologi yang menjadi sarana peredaran informasi? amanah is only a myth, and what the f*ck with that yang akan anda katakan.

ane tanya lagi, apakah teknologi masih menjadi sarana atau tujuan hidup?
lantas kenapa anda menuhankan dan tunduk pada teknologi dan menjadikan dakwah sebagai alasan untuk membuang waktu sia sia dengan mengoceh tidak karuan di berbagai situs jejaring sosial?

dan ane tanya lagi, apakah anda, hei aktivis dakwah masih pantas menyebut diri anda kativis sedangkan yang anda lakukan adalah menukar aksi dan lokasi. aksi nyata di dunia maya dan aksi maya di dunia nyata?
apakah para "musuh Allah" akan terketuk hatinya jika kalian mencatak 1.000.000 follower di twitter dibanding dengan menjadi mahluk sosial yang mempu mencipatakan 1.000 teman nyata?

dan yang terkahir, anda menyerukan kebebasan sedangkan anda sendiri terpenjara, apakah anda masih bisa disebut pembebas? bukan penjara nyata tapi penjara maya di kehidupan maya anda.

segala sesuatu yang melanggar aturan penciptaan adalah kedhaliman, dan manusia diciptakan menjadi mahluk sosial yang berkawan dan berinteraksi secara nyata dengan menggunakan fasilitas baik yang bersifat nyata ataupun maya, bukan mahluk yang berkawan dan berinteraksi secara maya dengan menggunakan fasilitas baik yang maya ataupun yang nyata.

negeri ini, bangsa ini, ras manusia menantikan aksi nyata yang anda harus wujudkan karena anda berani memegang label sebagai seorang aktivis, dan mereka tidak butuh ocehan panjang anda di facebook selama yang ngga ada maknanya
mereka tidak membutuhkan tweet bijak anda di twitter, yang mereka butuhkan adalah kebijaksanaan anda yang mampu menghasilkan solusi riil dalam kehidupan mereka.
mereka tidak membutuhkan upload gambar makanan yang anda makan di instagram, yang mereka butuhkan adalah kepastian apakah hari ini, esok, 10 tahun mendatang mereka masih bisa makan.
sadarlah, manusia yang menciptakan dan mengembangkan teknologi, sangat tidak layak bila kita diperbudak oleh mereka yang kita ciptakan.

mengerti dan memahami, apa sesungguhnya kita, apa sesungguhnya teknologi itu, dan itulah yang akan membuat kita kembali, menjadi individu yang dinantikan perannya untuk perubahan, sehingga kita sebagai aktivis atau secara umum sebagai manusia, mampu kembali hidup di dunia yang merupakan fitrah kita, dan kembali menjadi mahluk yang benar benar homo socius, bekerja, berkarya dan berbakti, untuk sosial, untuk kehidupan dan untuk kenyataan,

terimakasih.

Muhammad Abdullah 'Azzam
mahasiswa S1 Manajemen FEB Universitas Sebelas Maret, Surakarta

No comments:

Post a Comment