akhirnya sempet juga nulis di blog lagi. hahah, Lol.. :D. selama ini bukannya nggak mau aktif, cuman nggak ada waktu aja,, sama kan? .lho. sudah lupakan saja kegaringan saya, karena memang pada dasarnya saya memang garing, tapi anyway, kegaringan adalah salah satu cara agar ilmu dan apa yang mau kita sampaikan didengar orang lain. we're indonesian people, must prepare, because, less than 12 months, we'll change our goverment. in national election 2014. itu tuh, iklan-iklan tentang pemilu, yang macem-macem tatacara penulisannya. ada yang pakai bahasa indonesia yang baik dan benar, ada juga yang make bahasa vicky yang nggak jelas. oke lupakan!. perhelatan akbar demokrasi, yang katanya merupakan sebuah pesta demokrasi, dimana rakyat menentukan nasibnya sendiri, menetuka siapa pemimpin mereka, dan bagaimana mereka akan dipimpin, semuanya ada di tangan mereka. begitu katanya. rakyat berpolitik melalui sebuah tangan yang lain, yang bernama partai politik. yang dalam sosiologi disebut sebagai saluran dalam proses naiknya status seseorang dalam staratifikasi sosial. partai politik adalah agen sosial yang secara langsung memerankan diri sebagai aspirator publik dalam sebuah pemerintahan. yang muncul disini adalah pertanyaan, selain di dalam masa kampanye dan dalam masa pemilu, partai-partai ini hilang kemana? bukankah setiap har, bahkan setiap jam, masyarakat berpolitik,berpendapat,dan merasakan dampak dari politik itu sendiri? pernahkah anda berpikir, bahwa ketika tidak ada pemilu, kita sebagai rakyat ini dianggap apa? padahal, hasil-hasil yang keluar daripada pemilu itu tidak lepas dari pilihan-pilihan rakyat.
empat belas abad yang lalu, seorang hamba allah, hamba tuhan yang mulia, yang merupakan murid dari hamba tuhan yang paling mulia, berjalan-jalan di keheningan malam, menyisir sudut-sudut terpencil di sebuah kota. berjalan dengan tanpa menimbulkan kegaduhan, masuk-keluar di sudut-sudut remang, di pojok-pojok kesunyian. mendengar,memperhatikan, menilai, dan menimbang. apa yang telah dilakukannya dan apa yang didapat dari perbuatannya. dia dengarkan keluh kesah tukang susu yang mengeluh akan sepinya pelanggan dan terbatasnya persediaan, dia dengarkan curahan hati pedagang kurma di sepertiga malamnya mengenai kualitas kurma dari syam yang harganya jauh lebih murah tapi kualitasnya sangat tinggi,dia dengarkan tangisan gelandangan yang susah payah menidurkan anaknya yang kelaparan, bahkan dia telan bulat-bulat umpatan dan makian yang ditujukan pada pemerintahannya. itulah umar bin khattab. khalifaah kedua dalam sejarah negara islam madinah, yang tercatat dalam sejarah sebagai khalifah yang memiliki loyalitas dan pengabdian tinggi kepada rakyat yang dipimpinnya. dia menyadari, kebijakan skala global yang diputuskannya mau tidak mau akan memberi dampak yang bermacam bagi rakyat dibawahnya. perubahan signifikan dalam sistem dan tata aturan akan memberi dampak yang tidak kecil, bahkan terkadang bisa menjadi sangat negatif bagi golongan tertentu, dan positif bagi golongan lain, sehingga dapat memicu munculnya ketidak adilan yang tentunya sangat tidak diinginkannya ada di dalam masa pemerintahannya. itulah, ketika orang menyadari bahwa politik dan pengambilan kebijakan tidak hanya berpengaruh dalam ranah makro, tapi juga mikro, itulah yang akan dilakukan orang yang menyadari bahwa berpolitik berarti menanggung kesejahteraan dan keselamatan orang-orang yang dipimpinnya, dan kesadaran itulah yang hilang dari para pemimpin,dari para eselon pemerintahan yang ada sekarang. kesadaran yang mereka bangun ketika mereka duduk dalam kursi nyaman para pemegang kebijkan adalah bagaimana caranya mereka mampu memuaskan nafsu perut,nafsu mata,dan nafsu syahwat mereka. itulah gambaran umum para pejabat yang mencoreng kebaikan pejabat yang lain, karena yang seperti itu bisa dibilang adalah mayoritas yang menghuni eselon atas.
itulah fragmen kelam, fragmen hina mengenai orang-orang yang kita sebut sebagai pejabat. itulah kenyataan yang sudah terbuka, teerlihat jelas, akan tetapi berusaha ditutp-tutupi ketika memasuki apa yang kita sebut sebagai pemilu. betapa memalukannya, betapa hinanya dan betapa menjijikkan. ketika pemilu datang, mereka beramai-ramai mencuci borok mereka dengan pembersih ampuh yang disebut uang. mereka memalsukan kebohongan mereka dengan janji manis yang diumbar seperti permen gulali di saat mereka kampanya. jargon-jargon yang bersifat membuai, terliihat indah lagi mempesona bertebaran, akan tetapi ketikamereka telah mendapat apa yang mereka cari, segalanya tidak lain hanyalah debu usang yang ditiup angin. sampah, tidak berguna, dan hanya palsu semata. itulah realita, realita dari mereka yang berani menyebut diri mereka pemimpin. padahal kebusukan yang ada dalam diri mereka membuat mereka lebih rendah dan lebih hina daripada hewan. mau mereka berlatar belakang nasionalis,agamis bahkan komunis, jikalau mereka tidak menyadari hakikat mereka yang sebenarnya adalah sebagai abdi rakyat, apa yang menjadi latar belakang mereka tidak lain hanya sampah yang tidak ada artinya. itulah, ketika mereka yang ingin menjadi pemimpim sekarang hanya mereka yang memiliki kemampuan dalam segi finansial, tapi nol di segi moral dan adab, itulah mengapa islam memerintahkan, mereka-mereka yang masih menyadari hakikat sebenarnya darripada pemimpin untuk turut bertempur di medan politik, itulah yang membuat kita sebagai generasi muda tidak bisa tidak berpartisipasi dalam kegiatan politik, itulah kenapa, kita sebagai generasi yang masih sadar moral harus bergerak, dan itulah kenapa, apa yang terjadi sekarang harus kita rubah,kita hancurkan dan kita gulingkan, juga itulah kenapa,kenapa Allah selalu membersamai mereka yang berjuang di jalannya, dan politik adalah jalan Allah yang paling menantang, dan wajib kiranya kita taklukkan.
innallaha maana
muhammad abdullah azzam
nama asli dari fello fello
mahasiswa S1 manajemen, FEB UNS
Wednesday, October 23, 2013
umar,politik,dan pemuda
politik
Lokasi:surakarta,indonesia
Universitas Sebelas Maret, Kota Surakarta, Central Java, Indonesia
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment