sumber gambar : https://indonesiainside.id/news/nusantara/2020/01/31/syarat-ikut-sunda-empire-wajib-membayar-rp5-juta-per-orang
Bersikap di Hadapan Manusia
#TipsTrikMillennial #Millennial
Penulis memiliki pengalaman menarik
saat menempuh studi di sebuah pondok pesantren di Jawa Barat. Pada satu malam,
rekan-rekan penulis berkumpul dalam forum angkatan dan disampaikan pengumuman,
dimana petinggi-petinggi angkatan melarang kami melakukan permainan
gundu/kelereng/setin dihadapan public dengan alasan hal tersebut mempermalukan
kami sebagai santri yang hampir menduduki gelar santri senior. Sebuah
pengumuman yang jelas memicu banyak pertanyaan dan benar, salah satu rekan
bertanya “kenapa permainan kelereng (yang jelas cuman main kelereng saja,
kebudayaan Indonesia) dilarang, sedangkan kebiasaan Pahe tidak dilarang?”
Sebelum saya jelaskan bagaimana
respon para “petinggi angkatan” terhadap pertanyaan ini, akan penulis jelaskan
konteks “Pahe” disini. Pahe alias paket hemat adalah bahasa halus dari
kebiasaan “Darmaji”, dahar 5 bayar hiji. Alias lu beli misal gorengan 5, tapi
cuman bayar 1. Praktik Pahe ini ngga hanya berlaku buat produk konsumsi, jasa
internet dengan cara membuka banyak biling dan hanya bayar biling terakhir,
jasa angkot dengan bilang “bayar belakang pir”, bahkan sholat. Ada satu momen
penulis mendapati praktik sholat Pahe dengan cara menjamak sholat, subuh-isya,
di waktu subuh dengan formasi 2-2-2-3-2 dalam satu waktu di subuh saja. Luar
biasa.
Praktik paket hemat ini dilihat
dari segi manapun jelas rusak dan merusak, karena menjadi justifikasi dari
tindak pencurian, penipuan dan bahkan korupsi aturannya Allah (kalau anda
islam). Ketika kejadian diatas terjadi, praktik ini umum dilakukan, hingga
muncul berbagai istilah misal “kelak gue akan mem-Pahe salah satu restoran
ternama di kota tersebut” dan lain sebagainya. Orang waras manapun jika
berhadapan dengan pelaku seperti ini ya solusinya bisa polisi, hukum jalanan
atau dewan syariat. Dan tentu, praktik Pahe ini adalah kreatifitas dari
anak-anak ini, penulis berani menjamin tidak ada tenaga pengajar ataupun
pegawai di pondok yang membolehkan perilaku ini, bahkan jika ketahuan melakukan
praktik semacam ini akan memperoleh hukuman sangat berat.
Lantas, apa respon petinggi
angkatan atas pertanyaan “mengapa main kelereng dilarang sedangkan pahe tidak
dilarang?” sebuah jawaban yang saya sekarang melihatnya sebagai jawaban konyol
namun entah kenapa, banyak orang mengamalkan dan menjadikan jawaban semacam ini
sebagai rasionalisasi tindak kriminal yang dilakukan.
“Main kelereng kami larang, karena kakak tingkat kita akhirnya melihat
kita kekanak-kanakan. Sudah tidak pantas orang setua kita main-main semacam itu.
Tapi, kalau “PAHE” adalah tanggung jawab masing-masing, kita tidak bisa membuat
aturan apa-apa soal itu”
Titik utama dari jawaban itu adalah
bagaimana seringkali manusia lebih mempertimbangkan bagaimana manusia melihat
dirinya dibandingkan dengan urusan yang berkaitan dengan moral. Semakin dewasa
hal ini dipandang lumrah, dan justru dipandang wajar, contohnya, budaya sogok
menyogok yang sangat populer dalam pengadaan berbagai proyek kenegeraan. Maksud
penulis, adanya KPK salah satunya adalah untuk menanggulangi hal ini, bukan
untuk hal-hal lain. Banyak orang berusaha mencapai sebuah posisi di masyarakat,
namun amat disayangkan hal ini membuat manusia abay terhadap moralitasnya,
bahkan menanggalkan moralitas tersebut demi memperoleh posisinya tersebut.
Ditambah dengan menjamurnya dan
jadinya sosial media sebagai bagian dari kehidupan, semakin banyak orang yang
melakukan hal ini. Minimal mereka memperlihatkan sisi terbaik mereka saja di
sosial media tersebut, atau bahkan sisi kontroversial mereka. Bisa kita
saksikan berbagai jenis drama, mulai dari prank-prank yang merugikan orang,
desain-desain konflik bohongan yang dibesar-besarkan, dan hal-hal lain, semua
disalurkan salah satunya melalui sosial media untuk meningkatkan kesadaran
khalayak ramai atas esksitensi para pelaku. Padahal segala hal itu palsu,
rekayasa, orang tersebut tidak sebagaimana yang dicitrakan di media sosial.
Belum lagi merebaknya skandal
pencurian seperti anak-anak kecil yang merampok hingga ratusan juta dari orang
tuanya hanya demi bermain game, mencitrakan dirinya jago dalam bermain game
padahal hanya pay to win, ngga bayar ga menang. Penipuan klasik cepat kaya
melalui praktik-praktik MLM misal, atau investasi bodong yang tidak jelas
ujungnya kemana. Semua didasarkan pada kiprah seorang tokoh yang mungkin sudah
dikenal sebagai ulama atau politisi dikalangan masyrakat. Dan lain sebagainya.
Orang-orang berlomba mencapai
maqam, posisi, kedudukan yang dia inginkan. Padahal cara yang ditempuh salah,
kriminal, merugikan orang lain dan utamanya merugikan diri dan keluarganya. Namun
masyarakat dewasa ini seringkali tidak peduli dan justru menikmati, menjadikan
tontonan, membiarkan sudah wajar, sudah kerap kali menjadi respon masyarakat. Apa
bedanya Sunda Empire dengan kasus pemimpin-pemimpin agama sesat pada
sebelum-sebelumnya? Sama! Semua didasarkan pada kegilaan dan khayalan sinting
terhadap sesuatu yang absurd, namun orang menikmatinya, menjadi hal mainstream
yang perlu diberitakan dan lebih parah lagi banyak yang mau sukarela ikut serta
hal-hal tidak jelas begini.
Sebagaimana respon ketua angkatan
penulis pada waktu itu, inilah realitas dimana jika moral dan gengsi
disandingkan, bisa dipastikan gengsilah pemenangnya. Kemudian jika ditanyakan
apa yang sebaiknya dilakukan, terutama bagi generasi millennial terhadap
masalah ini? Urutan iman yang 14 abad lalu diajarkan Rasulullah SAW bisa
menjadi solusi.
1. Jika kau memungkinkan
menggunakan tanganmu (kekuasaan, kekuatan) lakukan dengan tanganmu
2. Jika mungkin
dengan lisanmu (nasihat, pengingatan) lakukan dengan lisanmu
3. Jika tidak
mungkin, gunakan hatimu (doakan, tidak ikut-ikutan)
Kalau diterjemahkan secara millennial,
lakukan aksi nyata kalau kita memang muak dengan kondisi saat ini. Jangan
biarkan tindakan kriminal berlalu begitu saja. Penulis rasa millennial dengan
kekuatan teknologi memiliki kekuatan untuk hal ini, dan sangat mungkin
melakukan koreksi atas apa-apa yang salah. Namun jelas, setiap tindakan harus
didasarkan pada studi yang jelas, landasannya kudu bagus. Jangan asal lempar
batu sembunyi tangan, kena UU ITE mampus lu pada.
Kalau emang ngga bisa ya jadilah figure
yang baik tanpa memaksa, kalau emang punya instagram isilah dengan hal-hal yang
waras atau minimal normal. Nggausah ikut nge-viralin hal-hal ngga penting kayak
yang terjadi sekarang, apalagi ikut bikin hashtag yang ngga ada pentingnya buat
kehidupan berbangsa dan bernegara. Hashtag sunda empire jelas ampas, ngapain di
blow up, cuman hashtag ada apa degan PSSI atau #jiwasraya kayaknya patut
dipertimbangkan. Penulis yakin anak-anak muda indonesia IQ nya sudah lebih dari
cukup buat ngebedain hal penting dan ga penting bagi mereka.
Terakhir kalau emang kita ngga bisa
ngapa-ngapain yaudah gausah ikut-ikutan. Nonton ILC 2 jam cuman buat bahas
Sunda Empire? Mending gue nunggu gajah bertelor! Lebih berfaedah, atau apalah,
ngelakuin hobi lu yang jelas-jelas kesukaan dan favorit lu, dan menggaransi
kebahagiaan buat elu (ya kalo hobinya nonton ILC terserah sih), intinya,
kayaknya kata-kata bijak zaman now, jangan
bikin orang goblok terkenal. Kata-kata pamungkas ini penulis rasa bisa
menjadi bekal buat kita hidup di zaman ini.
Jangan sampai usaha kita bersikap
didepan manusia, yang sebenarnya ngga penting-penting amat dan udah ada standar
yang sebenarnya berlaku dan baik di masyarakat, lu bikin aneh-aneh sampe bikin
skandal apalagi skandal yang dibenci Tuhan. Karena pada akhirnya, yang lebih
penting dari semua itu adalah gimana kita bersikap didepan Tuhan, atau apalah
kepercayaan kalian, kekuatan terbesar, mother nature, apalah, intinya yang
ngasih kalian hidup. Karena tanpa sikap baik dengan mereka, ya jagan salah
kalau mereka marah dan mencelakakan kita.
Ga ada asap tanpa api cuy,
Cheers.
Muhammad Abdullah 'Azzam, Bachelor of Management Study, Faculty of Economy and Business, Sebelas Maret University, Surakarta.
For further information contact me in felloloffee@gmail.com or skripsiazzam@gmail.com
Alumni Penerima Manfaat Beasiswa Aktifis Nusantara Dompet Dhuafa Angkatan 6
Untuk tulisan lain , silahkan kunjungi pranala dibawah ini
kunjungi juga profil selasar saya di :
No comments:
Post a Comment