Gerai Inspirasi

ekonomika politika romantika

LightBlog
Responsive Ads Here

Monday, January 4, 2016

Resensi Buku “Saksikan Aku Seorang Muslim”, Salim A. Fillah

Resensi Buku “Saksikan Aku Seorang Muslim”, Salim A. Fillah


Oleh : Muhammad Abdullah ‘Azzam, mahasiswa S1 Manajemen FEB UNS

Saya sudah berislam, saya sudah bersayahadat, sekarang saya harus bagaimana? Mengapa ummat islam melakukan terorisme? Apakah agama islam menganjurkan terorisme? Untuk apa kamu berislam? Apa yang membedakan kamu dengan kita jika kamu berislam?. Beberapa pertanyaan yang umum kita dengan di masyarakat, sebagai seorang muslim, beberapa dari pertanyaan tersebut memang cukup menganggu, beberapa membingungkan, beberapa memerlukan jawaban yang mengokohkan. Tentu saja, kewajiban kita bagi seorang muslim untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut, memberikan kepuasan bagi yang bertanya, sekaligus memuhasabah diri sendiri, apakah kita sudah seperti apa yang kita tuturkan. Pertanyaan-nya cukup sederhana, bagaimana dan dengan apa kita menjawab?.


      Betul sudah ada ratusan judul buku tafsir, ataupun riwayat-riwayat hadits yang shahih. Betul ulama-ulama besar telah menghasilkan ribuan karya-karya fenomenal, dan betul, jika beberapa cerdik cendekia telah mempublikasikan berbagai karya-karya ilmiah yang membuktikan kebenaran islam secara akademik. Namun, memang cukup disayangkan, tidak semua orang bisa memahami dengan mudah karya-larya agung tersebut, dan lagi, beberapa karya dikenal cukup berat bukunya, banyak jilidnya, dengan bahasa arab pula. Inilah yang mungkin coba dijawab penulis, Ust. Salim A. Fillah dalam buku yang tidak terlalu tebal, namun mengandung esensi dari karya-karya agung tersebut. Buku ringan yang menjawab esensi menjadi seorang muslim, dan mungkin mampu menjawab pertanyaan seperti mengapa kita memilih islam sebagai agama.


     Menyajikan karyanya dengan bahasa indah seperti puisi, alur yang ringan mengalir dari fundamental seorang individu hingga isu besar keumatan, pemaparan dalil-dalil baik dari Al-Qur’an, hadits, dan kisah berhikmah menjadikan karya beliau menjadi pegangan yang bisa digunakan untuk kembali mempertanyakan esensi kita berislam. Karya beliau mengutamakan sentuhan dari rasa manusia, dengan menikmati kata-kata puitis yang beliau sajikan dalam setiap pengantar bahasan. Kisah-kisah serta dalil-dalil membawa bukti-bukti historis dan syari’ah tentang pendapat beliau atau pendapat ulama terdahulu, sehingga dari segi akademis buku ini-pun bisa dianggap sesuai dengan kadiah akademis. Alur yang runtut dari esensi individu, keluarga, masyarakat, hingga ummat membuat pemahaman konstruktif yang tidak menegasikan masing-masing unsur tersebut, justru membuat alur bertumbuh seperti rumah yang kokoh bagi konstruksi pikiran para pembaca. Maka, dengan memahami masing-masing tahapan tersebut, pembaca dapat mengkalisifikasikan sedang berada di tahap keislaman yang mana diri-nya.


      Seorang mahasiswa semacam saya, ketika membaca bagian membina rumah tangga yang cukup “romantis” dengan proses pemilihan calon suami/istri hingga pembinaan anak, mungkin akan tersenyum-senyum membayangkan yang aneh-aneh. Lain, ketika membaca proses pembentukan individu muslim, mungkin saya akan lebih banyak tersenyum nyinir melihat bagaimana kelakuan saya sebagai individu muslim. Konstruksi buku yang demikian, akan mengingkatkan, sekaligus memberikan pedoman dan peringatan kepada pembaca tentang tahapan yang tengah dia lewati sebagai muslim dan yang akan dihadapi. Maka, pembaca akan memperoleh semacam inspirasi, bahwa ketika saya akan memasuki masa tertentu, ini yang harus saya siapkan, dan saat ini saya harus melakukan hal-hal demikian.


     Secara konstruksi buku, Saksikan Aku Seorang Muslim mempunya konstruksi yang membangun pemikiran pembaca dalam konsep sederhana menuju kompleks. Bagaimana dengan tata bahasa? Penulis dikenal sebagai ustadz sastrawan dengan bahasa yang “tinggi”, dalam hal ini seperti bahasa sastra. Mungkin, bagi beberapa orang yang menyukai model bahasa taktis, buku ini sangat membosankan, bagi mereka yang tidak paham sastra mungkin cukup sulit memaknai buku ini, namun, secara keseluruhan penyajian dengan konsep tata bahasa demikian bisa menghasilkan kesan “penyegaran” bagi pembaca. Pembaca akan dibawa berputar, berpikir dalam keindahan bahasa, bahwa islam itu demikian, fundamentalnya adalah keluhuran budi pekerti, tata bahasa yang santun, pengetahuan yang komprehensif, dan memiliki harga diri tinggi. Maka, perlu bersabar, membaca buku ini berarti kita tengah berjalan di taman sambil melihat gambaran bagaimana sebenarnya seorang muslim.


      Dari segi kedalaman materi, tentu kapasitas penulis bisa dikatakan tidak perlu dipertanyakan. Buku ini ditulis oleh orang yang tepat dan pada posisi yang tepat, kedalaman materi yang menyertakan berbagai dalil Al-Qur’an serta kisah-kisah inspiratif, nasehat dan pedoman kehidupan menjadikan materi buku ini seolah “resep kehidupan”. Beberapa kritikus mengeluarkan pandangan nyinyir bahwa materi yang disampaikan condong pada “golongan tertentu”, namun menurut hemat kami, bukan masalah dikarenakan pandangan tersebut merupakan pandangan komprehensif soal islam dalam persepktif penulis. Maka, tidak ada salahnya jika kita lebih mengenal perspektif penulis, dan mengenal islam dari sudut pandang yang coba dibangun penulis.


     Pada akhirnya, buku ini bisa dinilai mampu menjawab ketiga pertanyaan yang akan dilemparkan orang awam. Jika saya sudah muslim, maka pahamilah esensi seorang individu muslim, hingga visi besar orang muslim. Jika islam mengajarkan teororsime, maka kajilah ulang, bahwa format dasar individu muslim adalah membentuk individu yang menguatamakan perdamaian dan toleransi. Dan yang membedakan orang islam dengan yang belum islam, inilah konsep ketuhanan kami, inilah individu kami, inilah gambaran keluarga kami, inilah gambaran masyarakat kami, negara kami, dan dunia dalam impian kami, yang senantisa merindukan akhirat dan pertemuan dengan Allah SWT. Wallahu ‘Alam. 






No comments:

Post a Comment