Pernah merasa ingin bersin kemudian
tidak jadi? Iya, rasanya tidak enak. Gatel-gatel gimana dan sering bikin kesel.
Namun, tepat setelah momen itu Allah memberikan kita kesempatan untuk bersin
dan berhasil, bayangkan! Mungkin lendir di hidung sampai ikut-ikut meleleh.
Saking nikmatnya mungkin perasanaan nge-fly
sesaat hingga teler selamanya juga mungkin. Itulah luar biasanya fenomena
hidung, bersin dan ingus. Meskipun kesannya jorok dan menjijikan (ane yakin
ente-ente pada ngga sudi masukin jari ke lobang idung temen ente) tetapi tanpa
hidung mungkin kita akan dipenuhi kebencian. Saking bencinya mungkin kita
menjadi Lord Voldemort jilid dua, pangeran kegelapan, penguasa sihir hitam,
tapi ngga punya hidung.
Itu tadi serba-serbi soal bersin
dan hidung, sebenarnya ngga ada hubungannya sama judul diatas sih. Cuman
setelah merasakan kenikmatan tempe tepung, ane merasa terganggu karena meskipun
matahari cerah menyinari, tapi ane ngga bisa bersin juga. Karena ane orang
jawa, menghubungkan tanda-tanda dengan peristiwa mendatang telah jadi
kebiasaan. Dengan tidak bisanya ane bersin, kemungkinan akan ada
kejadian-kejadian luar biasa setelah ini. Ya, ente mungkin juga udah tau, sama
sekali ngga ada hubungannya.
Intinya pagi itu kami berdiri
berjam-jam mendengarkan berbagai jenis ceramah. Bedanya, Ustadz Sepuh Pembina
Pondok dengan ceramah menenangkannya tidak hadir, begitu pula dengan Ustadz
Bersuara Menggelegar. Hanya Ustadz Super Mario menemani kami, dan lagi-lagi
mengingkat soal kedisiplinan. Oya, beliau juga mengucapkan “selamat karena kami
telah menyelesaikan PSNK dengan selamat tanpa ada kurang suatu apa” atau
sesuatu semacam itu. Setelah beliau turun pulang, kami tidak tersenyum atau
apa, karena kami tahu upacara barusan hanya pembukaan saja, PSNK belum resmi
ditutup.
Benar saja, setelah paket bending,
push up dan sejenisnya (hitungan hukuman kami di hari terakhir mencapai 500
hitungan!), terlihat beberapa truk memasuki tempat parkir PPNK. Hari ini kami
tidak disuruh membawa sapu dan sejenisnya, hanya membawa bekal makanan dan
minuman. Bukan, bukan air minum dari “mata air” di tour dulu, “mata air”
digunakan hanya ketika kita berjalan-jalan saja, karena hari ini kami memakai
truk, maka kami membawa air minum betulan.
Singkat cerita, kami menaiki truk
seperti sapi siap dijagal. Ane tidak tahu berapa hitungannya, tetapi ratusan
santri tadi muat didalam 4 truk pasir saja, luar biasa. Perjalanan kami nikmati
karena angin sepoi-sepoi memukul-mukul muka kami. Sayangnya ane dapet bagian
tengah, jadi ketika angin datang menghampiri, justru bau badan orang sekitar
menghinggapi hidung kami.
Waktunya Quis!
PSNK mengharuskan pesertanya
memakai seragam resmi selama 4 hari, pertanyaannya, apakah kami mencuci seragam
PSNK kami? Dan tentu, seragam hanya disediakan satu stel saja. Hoho.
Setengah jam ane bernafas melalui
mulut, karena hidung ane tidak kuat mencium “aroma kuat” dari orang-orang
sekitar ane. Akhirnya truk berhenti, di sebuah lapangan parkir, panas luas
biasa. Ane tidak tahu saat ini ane ada dimana, cuman dibelakang ane ada sebuah
bangunan tua dan terlihat bersejarah. Masih ditengah kebingungan, sirene
menyalak dan kami dikumpulkan kembali oleh Kakak Tinggi Besar. Belakangan ane
tau beliau berposisi sebagai coordinator lapangan (korlap), maka, mari kita
sebut demikian.
“Assalamualaikum! Senang ya kita
sudah memasuki hari terakhir PSNK. Bagaimana? Seru tidak?!”
“Seru kak!” ane ngga mau komentar.
Mau tidak mau ane juga mengakui PSNK memang seru, untuk beberapa hal
“Sekarang kita akan main-main ya!
Kakak ingin ucapkan selamat datang di Linggarjati!!”
Linggarjati! Ternyata bangunan tua
dibelakang ane pernah ane lihat di mata pelajaran IPS jaman SD. Tempat
legendaris dimana Bangsa Indonesia memulai debutnya di meja perundingan.
Meskipun pada perjanjian Linggarjati bangsa Indonesia belum menghasilkan
perjanjian menguntungkan, namun pada saat itu permasalahan Indonesia diakui dan
dianggap sebagai permasalahan internasional. Sekarang, apa yang dilakukan para
santri peminum air irigasi di tempat bersejarah ini?
Dibawah sana ada beberapa kakak
panitia berjaga-jaga. Dibeakang mereka terdapat berbagai “wahana” terbuat dari
bamboo dan tali raffia. Memang bener, santri sih ya.
Kelompok kami menuju stand pertama.
Karena jumlah kelompok banyak, permainan ini dikonsep menjadi pertandingan 2 kelompok
di setiap stand. Distand pertama, ada sebuah peluit, menggantung di sebuah
dahan pohon dengan bantuan sehelai raffia. Ketinggiannya sekitar 3 meter dari
permukaan tanah.
Kami bertanya-tanya dalam hati,
“kenapa?” dan sang kakak panitia dengan tanggap bercerita
“sekarang, silahkan bagaimana
caranya peluit diatas itu bisa ditiup” begitu katanya. Simple dan menyebalkan.
Saling berpandangan, seorang teman
sekelompok memiliki ide cemerlang. Sambil memegang tangan seorang teman
berbadan kecil (bukan Patih) dia berkata :
“Gimana kalau kita LEMPAR dia
keatas? Biar dia bisa niup itu peluit!”
Ane merasa sebenarnya ada yang
aneh, tetapi entah kenapa kitasemua setuju. Akhirnya, ane dan beberapa orang
rekan berbadan besar memegang si anak tadi. Ane liat mukanya pasrah dan takut.
Kakak panitia sempat bertanya “itu ente mau ngapain?” kita jawab “mau ngelempar
dia kak!” kakak panitia hanya berkata “yaudahlah”.
Dia sudah dipegang disemua sisi,
dan dalam hitungan ketiga
HOP!
Si anak kecil dilemparkan ke udara,
ane sempat dengar dia berteriak “AAAAAA!!!!!!!!!” dan tangannya menggapai udara
berusaha memegang peluit, dan “BRUGH!”, dia jatuh menimpa kami semua
dibawahnya. Sontak dia segera menangis ketakutan, dan kami pun mengaduh-aduh.
Kakak korlap segera berlari dan berteriak
“APA-APAAN INI!!!!”
“Kamu nggak papa dek? Ada yang
lecet? Ada yang patah?”
Alhamdulillah, aksi konyol kami
tadi tidak menimbulkan bencana. Si anak kecil selamat tanpa kurang suatu apa,
hanya mungkin beberapa milliliter air matanya tumpah. Sedangkan kami? Mengalami
pengalaman unik menjadi matras hidup.
Sambil bersungut, kakak korlap
segera memarahi kami
“Kalian ini diminta meniup itu
peluit, diatas! Bukan diambil terus ditiup dibawah. Itu tadi apa-apaan! Kalian
ngga kasian sama temen kalian?!”
Kami hanya menunduk, dalam hati aku
bergumam “bukannya kakak penjaga stand tadi bilang ‘yaudah’ ya?”. Kami dianggap
gagal dalam stand tiup peluit tadi. Namun perbuatan konyol kami menjadi
peringatan.
“Kamu jangan sekali-kali melempar
temen kamu ke udara seperti kelompok barusan”
Dikatakan sambil menunjuk, melirik
atau menoleh ke kelompok kami, selama outbond berjalan. Betul-betul sesuatu,
sesuatu sekali.
Agenda hari itu diakhiri dengan
upacara bersama untuk penutupan. Suasana khidmat mendadak pecah ketika sebuah
teriakan menggelegar memecah suasana
“INI PSNK MACAM APA!!!!”
Seorang kakak panitia bertubuh
kurus tinggi dengan rambut model durian merengsek maju menyambar kakak korlap
dan tanpa ba-bi-bu kakak korlap memukul wajah kakak korlap hingga tersungkur ke
tanah. Suara berdenging keras keluar dari megafon akibat terbentur tanah.
Suasana bertambah mencekam ketika kakak panitia lain menyerbu arena upacara dan
berteriak-teriak dengan teriakan provokatif menyeramkan.
“Udah PSNK nya diulang lagi aja”
“PSNK GAGAL INI! MASAK TEMENNYA
DILEMPAR KE UDARA GITU AJA!!!!” (yang ini salah kelompok ane)
“UTANG HUKUMAN KALIAN MASIH 500
WOY!! DIBAYAR DONG!!!”
“Masih anak baru aja udah songong,
apa-apaan itu!”
Mendadak ada suara komando menyuruh
kami mengambil posisi push-up. Serentak kami semua mengambil posisi push-up dan
justru menjadi bahan tertawaan panitia.
“Kalian ini ngapain? Emang
komandonya siapa? Itu komando kalian masih terkapar tuh di tanah! Apa emang mau
push-up beneran?!! Ayo mulai! Satu!!!!!!”
Push up kami lakukan sembari
berbagai terror menyeramkan diulang berulangkali. Ember-ember kami ditendang
hingga isinya terpecar kemana-mana. Kakak korlap dan beberapa kakak panitia
lain terlihat diam saja, sementara kakak panitia bengis dipimpin si kurus terus
menerus meneror kami.
Mendadak, kakak korlap pun bangkit
dan mencengkeram kerah baju si kurus dan balik membantingnya ke tanah. Matanya
nyalang, murka, dan segera dia berteriak.
“SIAPA KAMU BANTING-BANTING DAN
MERINTAH-MERINTAH MEREKA HAH??!!”
Perkelahian pun tidak terelakkan.
Postur kakak korlap memang tinggi besar, namun si kurus pun lumayan dalam
beladiri. Beberapa pukulan didaratkan hingga akhirnya muncul sebuah suara.
“TAU NGGA ITU KAKAK PANITIA
BERANTEM KARENA KALIAN! KALIAN DIAM SAJA HAH?! NGGA NGERASA BERSALAH HAH?!!!!”
Akhirnya sontak air mata ane
menetes. Entah mungkin karena takut kali ya? Karena perlahan semua memori
kembali kebelakang. Ane emang harus bangun jam 3 pagi sih, cuman ane yakin
kakak-kakak panitia pasti bangun lebih pagi untuk membangunkan kami. Rute Tour de PPNK pasti sudah dicek
sebelumnya oleh kakak-kakak panitia sebelum kami lewati, dan ane yakin mungkin
mereka mengalami berbagai hal tidak menyenangkan saat itu. Bahkan waktu makan
ane sempat melihat seorang kakak panitia berbadan kecil terhuyung-huyung
membawa termos nasi berukuran besar.
“Kakak panitia lebih capek dari
kamu”. Kalimat itu terus terngiang-ngiang di kepala ane, dan ane sadar mungkin
ane cenderung meremehkan kerja mereka. Bahkan seringkali membuat
fantasi-fantasi homo tidak penting diantara mereka (eh nggak ding). Ketika
hitungan hukuman mulai disebutkan seringkali ane baru kemudian bersegara
memenuhi seruan. Apakah santri seperti itu? Kayaknya ngga. Hidup di PPNK penuh
dengan kedisiplinan, ditambah lagi, kamu harus bertanggung jawab terhadap
dirimu sendiri. Maka, munculnya konflik ini sedikit banyak dipengaruhi perilaku
kami.
Tanpa dikomando, ditengah
pergulatan sengit antara kedua kakak panitia tadi kami berteriak lirih
“Berhenti kak, berhenti..” sambil
air mata terus menerus menetes. Luar biasa, justru perkelahian menjadi semakin
sengit!
“ITU AJA PERMINTAAN MAAF KALIAN?!!
KALIAN NGGA TAU DIRI APA!!!!!”
“BERHENTI KAK BERHENTI!!!!!”
akhirnya teriakan lirih tadi menjadi hysteria. Beberapa teman histeris dan
terjongkok di tempatnya berdiri. Seorang anak bertubuh kecil menerjang masuk ke
perkelahian dan menarik si kakak korlap. Segera dia diselamatkan dan dipegangi
oleh kakak panitia, sebelum terkena hantam kedua kakak panitia yang berkelahi.
Setelah beberapa episode teriakan
dan tangisan, akhirnya mereka berdua dipisahkan, dan kami semua kembali
dinaikkan ke truk sambil membawa air mata, dan mungkin ingus.
Kembali ke lapangan basket PPNK,
seorang kakak panitia berwajah lembut dan sepertinya sudah mandi menati kami.
Pucat pasi setelah melihat perkelahian tadi, kami semua terdiam. Tidak ada
satupun bersuara.
“Tadi kalian dimana dan ngapain
saja?” tanya si kakak lembut. Menatap wajah jelek kami satu-satu.
“Apa tadi ada kejadian tertentu
dek?” tanyanya lagi, karena kami semua terdiam.
“Ada yang berantem tadi kak. Kakak
panitia” HA! Anak kecil tadi bersuara, dia yang menubruk kakak panitia tadi.
Tepat setelah si anak tadi bilang
seperti itu, rombongan kakak panitia mendadak muncul. Berseragam hijau lumut
dipadu hitam mereka merubung kami. Acha, habislah kita sudah.
“Panitia, tadi katanya ada yang
berantem?” kakak lembut tadi memandangi teman-teman nya. Tatapannya lembut tapi
tajam, meminta jawaban.
Kakak korlap dan si kurus didorong
kedepan.
“Ooh, jadi kalian berdua berantem?
Karena urusan apa?”
Tau ngga, kakak lembut tadi pendek
banget! Kecil! Sama ane juga gede ane. Cuman entah kenapa, kakak korlap dan si
kurus, mengkeret didepan dia. Tahu? Kakak korlap tingginya sekitar 185 cm,
sedangkan si kurus 180 cm, jelas ngga bisa dibandingkan dengan kakak lembut.
Dia mungkin hanya 165 cm saja, dengan postur kecil dan ringkih.
“Sekarang kalian mau apa? Lanjutin
berantemnya apa gimana? Kalau mau lanjutin silahkan!” tegas menggelegar, kami
semua tercengang. Meletakkan kedua tanggannya di punggung, kakak lembut menanti
kedua rekannya.
Bukannya saling beradu pukulan,
mereka berdua malah berpelukan dan bersalaman. Mesra sekali.
Betul betul hari melelahkan, PSNK
hari terakhir. Dengan modal tempe tepung, dan berbagai pengalaman tadi, ane
memahami satu atau mungkin dua hal.
Pertama, teman menentukan
hidup-mati mu disini
Kedua, mungkin kamu sedang
dipersiapkan menjadi aktor dibalik layar. Bahkan kamu siap menerima bogem
mentah dimuka, demi orang-orang yang kamu sayangi.
-Contiunued
N.B:
Silahkan google “Stressing”.
Niscaya kalian akan tahun kenapa mereka berdua berkelahi kemudian berdamai
cepat sekali.
Azzam Abdullah Artwork/Azzam Abdullah
(masih) kuliah di UNS. Mencoba Menulis dan Menggambar.
follow @azzam_abdul4 on Instagram. or sent me email on : felloloffee@gmail.com
Untuk seri sebelumnya bisa tengok disini :
http://fellofello.blogspot.co.id/2017/05/hikayat-santren-dul-tempe-tepung.html
http://fellofello.blogspot.co.id/2017/04/normal-0-false-false-false-en-us-x-none.html
Thank you for Support!
Share, Follow and Comment!!
(masih) kuliah di UNS. Mencoba Menulis dan Menggambar.
follow @azzam_abdul4 on Instagram. or sent me email on : felloloffee@gmail.com
Untuk seri sebelumnya bisa tengok disini :
http://fellofello.blogspot.co.id/2017/05/hikayat-santren-dul-tempe-tepung.html
http://fellofello.blogspot.co.id/2017/04/normal-0-false-false-false-en-us-x-none.html
Thank you for Support!
Share, Follow and Comment!!
No comments:
Post a Comment