Kemenangan Menyejarah
Oleh :
Muhammad Abdullah ‘Azzam
Manusia
adalah mahluk hidup dengan kapasitas melakukan perbaikan guna mempermudah
hidup. Dilain sisi, manusia pun dapat mengurangi dan menyeleksi kebutuhan dalam
hidup, guna memastikan kelangsungan kehidupan masa mendatang. Beberapa ahli
menyebutkan, kemampuan ini sebagai bukti otak dan fisik manusia mengalami
evolusi. Ahli yang lain berpegang pada kebutuhan manusia untuk terhindar dari
seleksi alam membawa pola hidup manusia ke berbagai arah seperti sekarang ini.
Tetapi dalam kacamata penulis, manusia bukan berkembang keluar untuk mengakali
alam, tetapi justru manusia semakin “megkerut”, kembali menjadi sosok mahluk
hidup bagian dari alam, dimana hidup-matinya dipengaruhi oleh kondisi alam
sekitarnya.
Beberapa
fakta sejarah akan penulis paparkan untuk mendukung teori penulis diatas.
Sampai abad ke 19, pola pikir ekonomi manusia adalah orientasi produk.
Maksudnya, manusia akan berusaha bagaimana caranya menciptakan produk
sebanyak-banyaknya untuk dijual di pasar. Pada saat itu manusia percaya, produk
apapun akan ada pembelinya. Konsekuensi dari produksi massal besar-besaran
adalah degradasi alam dan lingkungan sekitar. Kota-kota di Eropa menjadi bukti,
bagaimana digambarkan pada era itu, Sungai Times di London berubah warna
menjadi kehitam-hitaman akibat pencemaran dari sisa industri. Di dunia ketiga
pun sama, dimana sumber daya dunia ketiga diperas habis untuk dibawa ke Eropa,
baik itu sumber daya alam maupun manusia.
Dewasa ini,
meskipun masih ada sistem seperti abad ke-19 dengan industri massif dan
sejenisnya, manusia mulai lebih berhati-hati dalam memanfaatkan sumber daya
alam. Perlindungan dan pengembalian hutan di negara maju, industri ramah
lingkungan, regulasi-regulasi global tentang konservasi alam, adalah wujud
kecil kehati-hatian manusia untuk menjaga kelangsungan ekosistem. Bukti lain
adalah tren usaha just in time dan just in place, berdampak pada munculnya
usaha-usaha kecil tingkat lokal, namun bisa memenuhi kebutuhan komunitas di
sekitarnya, atau kita kenal sebagai ekonomi relung. Dengan demikian aka nada
perbedaan signifikan kebutuhan manusia antar wilayah dan ini membuat
ketergantuangan manusia akan kebutuhan lebih beragam.
Ketergantungan
beragam ini entah bagaimana bisa membuat alam terjaga, karena manusia lebih
mampu mengklasifikasi kebutuhannya. Misal, orang-orang daerah tropis tidak akan
risau secara mayoritas, ketika tidak memiliki pakaian dari bulu binatang.
Sedangkan manusia daerah subtropis akan bisa lebih menikmati sesuatu yang mereka
butuhkan, karena hanya mereka yang membutuhkan itu. Meskipun masih dalam taraf
kecil, perilaku ekonomi manusia kembali secara perlahan-lahan kepada nature
nya, kepada keasliannya. Dengan menyeimbangkan antara kebutuhan dengan sumber
daya sekitar. Sekali lagi, ini masih sebagian kecil.
Selain
dalam bidang ekonomi, berbagai kesadaran secara global pun muncul, dan
kesadaran ini membawa manusia kembali kepada titik 0, titik dimana manusia
tidak berarti apa-apa. Penulis novel Dan Brown dalam bukunya the Lost Symbol
menceritakan tentang pencarian manusia dan pembuktian atas eksistensi arwah.
Pemahaman akan arwah adalah salah satu bagian dari keyakinan spiritual, dimana
menurut doktrin ilmu pengetahuan baru pemahaman spiritual tidak akan bisa
berdamai dengan pemahaman material. Doktrin sains yang tumbuh setelah masa
renaisans ini membawa manusia pada pemahaman kebendaan mutlak, dimana semua
fenomena di dunia ini akan dapat dijelaskan secara material. Contoh
sederhananya, bagaimana Sir Isaac Newton mampu merumuskan “kekuatan tidak
terlihat” yang menarik segala benda untuk jatuh kebawa bernama “Gravitasi”
kedalam angka-angka dan simbol-simbol.
Namun
belakangan, dibantu kemajuan teknologi dan penemuan fakta-fakta terbaru dalam
dunia sains, perlahan diakui bahwa benda materiil akan selalu berhubungan da
nada karena dorongan-dorongan spiritual. Keajaiban Kristal air, pembantahan
terhadap teori evolusi, teori big-bang dan kondisi hampa sebelum adanya alam
semesta, teori penyusutan alam semesta, dan penemuan “antimateri”, adalah
beberapa bukti bahwa perlahan manusia menghilangkan “kebetulan” dan “kuasa
mutlak manusia” dalam kehidupan mereka. Diangkatnya kembali pemahaman adanya
“pencipta genius”, kehadiran kita karena direncanakan, teori penciptaan, dan
teori “kembalinya segala sesuatu kepada 0” perlahan dibuktikan sendiri oleh
sains. Manusia berjalan menuju titik itu, tinggal jawaban masing-masing
individu, kira-kira siapakan pencipta genius yang dia yakini.
Nilai-nilai
alam dan spiritual pun terlihat dan memperoleh tempatnya sendiri dalam
kehidupan manusia sebagai entitas sosial yang berpolitik. Keberjalanan dan
kondisi geopolitik dewasa ini membawa manusia menuju tahap yang belum pernah
dialami sebelumnya. Berama-ramai manusia menolak adanya pemisahan nilai-nilai
spiritual dari kehidupan sosial mereka. Berbagai kebijakan genosida atas nama
ras, peperangan atas nama perbedaan golongan telah melatarbelakangi berbagai
konflik beberapa tahun terakhir. Kondisi ini mungkin seperti kejadian perang
salib dan sebelum-sebelumnya, tetapi yang berbeda, kondisi ini disuarakan oleh
entitas manusia yang berusaha dikerdilkan peran agamanya. Ummat islam.
Berbagai
bukti pergerakan, perlawanan, dan perjuangan atas dasar ideologis-spiritual
islam mencuat di permukaan. Dimulai dari Arab Spring, tahun 2011 dimana
beramai-ramai masyarakat menolak kepemimpinan dikatotor-otoriter yang berkuasa
berdekade-dekade di timur tengah. Islamisasi eropa dimana krisis agama di eropa
dengan segera membuat islam mejadi agama dengan pertumbuhan dan perkembangan terbanyak.
Kewajiban dunia dalam mengelola pengungsi dimana para pengungsi seringkali
berasal dari negeri mayoritas muslim yang dilanda konflik, menjadi cerita
tersendiri. Kemudian, aksi menyejarah di Indonesia, dimana jutaan massa
berkumpul dalam sebuah aksi damai terbesar sepanjang sejarah, karena dilandasi
kepedulian atas matinya toleransi dan harapan besar akan sebuah bangsa adil dan
bermoral.
Kembalinya
ummat islam kedalam percaturan dunia jelas telah diantisipasi oleh banyak
kalangan. Dan sebagian besar kalangan akan berada di satu suara, menghambat
kembalinya ummat islam dan kalau bisa menghancurkannya sampai tidak bersisa.
Allah SWT pun melalui nabinya telah berpesan 14 abad sebelumnya, bahwa kelak di
akhir zaman ummat islam menjadi tak ubahnya hidangan diperebutkan dari segala
sisi oleh orang-orang kelaparan. Maka ganjaran besar bagi ummat islam Allah SWT
janjikan jika mampu bertahan dalam suasana demikian menyeramkan dan mematikan.
Inilah
titik balik, penulis sebut sebagai kemenangan menyejarah dimana pada akhirnya
secara sosial manusia kembali pada kondisi 0, kondisi ketiadaan. Kondisi bahwa
manusia tidak jauh lebih berarti dari manusia lain, tidak jauh lebih penting
dari mahluk hidup lain. Islam adalah agama, dimana prinsip ini menjadi fondasi
tidak terbantahkan. Pengakuan islam atas eksistensi satu tuhan maha
segala-galanya, dimana manusia sama sekali tidak ada artinya menjadi nilai
dasar dalam memahami dan memeluk agama islam. Dengan berislam, manusia akan
tunduk kembali kepada titik 0, dan titik 0 itu adalah kita manusia hanyalah
hamba sahaya-Nya Allah SWT.
Dengan
berbagai pemaparan diatas baik itu dari ekonomi, sains maupun sosial politik,
manusia berjalan secara pasti menuju arah yang tepat. Allah SWT sendiri
berfirman bahwa ketidaktahuan kita atas sesuatu fenomena adalah sebuah
kewajaran, karena kita belum diberikan kekuatan untuk membongkar fenomena itu.
Namun dengan semakin kita mampu menggunakan kekuatan ekonomi, sains dan sosial,
justru fenomena-fenomena spiritual yang tidak dapat kita pahami menjadi jawaban
akhir atas segala hal. Terbukti beberapa ilmuwan pencari kebenaran segera
berpindah agama selepas menemukan jawaban atas fakta-fakta dan fenomena alam
disekitar mereka telah dijelaskan 14 abad lalu oleh Al-Qur’an. Sebut saja
penemu “dinding pemisah” antar lautan, para evolusionis yang terbantahkan
argumennya, hingga seorang penemu fakta mengapa lutut manusia menekuk ke depan.
Secara
spiritual, fenomena diatas adalah wajar, karena Allah SWT memang mendesain
segala sesuatu di dunia ini. Namun dalam kacamata sosial, sebuah revolusi
besar-besaran dan terjadi secara mendasar tengah berjalan. Dimana manusia
kembali menyadari alasan mengapa dia ada di dunia dan untuk apa dia ada di
dunia. Kemenangan hasil hitung cepat pilkada DKI Jakarta menjadi sebuah katalis
global, dan tentu hal ini dipandang sinis oleh masyarakat dunia. The Wall
Street Journal menyebut kemenangan Anies-Sandi sebagai kemenangan Islamis Garis
Keras, beberapa pihak di Indonesia menyebut isu pilkada DKI Jakarta adalah
isyarat matinya kebhinekaan, dan berbagai kalimat miring, ngawur serta tidak
jelas lainnya.
Penulis
akan kembali kepada statemen “Islam adalah agama, dimana tuhan tunggal
mendesain semua di dunia ini, dan Dia yang Berkehandak atas apapun di dunia
ini”. Lantas, sebagai hambanya mungkinkah ummat islam menentang keberagaman?
Allah SWT Menciptakan keberagaman! Ditegaskan lagi di Al-Qur’an bahwa tiada
paksaan dalam beragama. Sejarah membuktikan bahwa kepemimpinan islam membawa
damai di wilayah sumbu pendek dunia, Jeussalem. Allah SWT juga yang memberikan
pilihan, manusia berhak memilih untuk jadi apapun! Tetapi sebagai hambanya
sudah semestinya kami memberitahukan mana jalan terbaik. Allah SWT berfirman,
dan jika kamu terpaksa berdebat, berdebatlah dengan cara yang baik.
Lantas
kenapa di Timur Tengah islam dibawa dengan senapan dan roket? 1945 di Surabaya,
tepatnya tanggal 10 November kita membawa senjata juga ke jalan-jalan.
Mungkinkan kamu membalas mereka yang membom rumahmu, memperkosa istri dan
anak-anakmu dengan coklat? Jika tidak ada penindasan, provokasi dan penjajahan,
ummat islam akan menjadi ummat paling penyayang sepanjang sejarah.
“Tersebutlah
suatu ketika Rasulullah SAW menerima tamu dan meminta salah satu sahabat untuk
menjamunya. Sahabat ini tidak memiliki apa-apa dirumah, hanya satu porsi makan
saja. Ditidurkanlah anak-anaknya, disediakan dua piring, dimatikanlah lampu.
Sang tamu makan dengan lahap, sang sahabat hanya menemani sambil berpura-pura
makan”
Itulah
islam, dan boleh dibilang penulis iri dengan penduduk Jakarta pada 19 April
lalu. Tanpa diminta ribuan orang berkorban harta agar para pemilih miskin bisa
pulang ke tanah kelahiran untuk memberikan dukungannya. Berbagai elemen
masyarakat tunduk sujud dan menangis mengharap Allah SWT melindungi bangsa
Indonesia. Manusia bersinergi, menjaga segala kemungkinan terburuk berupa
perpecahan dan konflik tidak penting yang diprovokasi orang-orang tidak
bertanggung jawab. Sungguh menyejarah, kemenangan menyejarah.
Perlahan
manusia kembali kepada titik 0, titik dimana dia menyadari dia lemah dan tidak
berarti dihadapan Tuhan. Dan manusia Indonesia memulainya di Ibukotanya.
God Knows
Best
Muhammad Abdullah 'Azzam, Bachelor Students of Management Study, Faculty of Economy and Business, Sebelas Maret University, Surakarta.
For further information contact me in felloloffee@gmail.com or azzamabdullah@student.uns.ac.id
Penerima Manfaat Beasiswa Aktifis Nusantara Dompet Dhuafa Angkatan 6
For further information contact me in felloloffee@gmail.com or azzamabdullah@student.uns.ac.id
Penerima Manfaat Beasiswa Aktifis Nusantara Dompet Dhuafa Angkatan 6
No comments:
Post a Comment