Assalamualaikum gan, selamat malam buat semuanya :), dan konbanwa,, ane harap agan2 genki semua, baik baik, okeh, mungkin akhir-akhir ini ane jarang banget bikin tulisan :D tapi ya Alhamdulillah, ternyata postingan ane yang lama masih laris dan masih diminati, plus mohon maaf, mungkin 2 postingan terakhir ini ane malah promosi produk sepatu yang ane dagangin :D maklum lah ganm buat biaya hidup dan ndak ngerepotin orang uta,, hehe. walaupun secara teknis ane emang masih sering minta bantuan Abi dan Umi ane (somoga senantiasa sehat dan dimudahkan dalam setiap urusan). hehe.
buat malem ini, ane sebenarnya mau share aja, hasil diskusi malem ini, sama anak-anak komisariat solo, di bidang ekonomi islam untuk lebih spesifiknya, yang secara garis besar menerangkan, mana sih yang lebih utama, kita memperdebatkan teori yang kadang nggak jelas juntrungannya atau kita bergerak dengan aksi nyata bermodalkan sedikit ilmu yang kita miliki, tapi dengan membawa semangat mengabdi. mana yang lebih baik?
ane akan membawa agan sekalian ke sebuah analogi, yang menceritakan kisah seorang atlit dan seorang professor dalam bidang olahraga. di suatu masa, ketika si atlit dan si professor sama sama sudah pensiun, sudah sangat tua, mereka bertemu dalam sebuah event mantan pegawai dan atlit di kementrian olahraga, reuni tidak akan lengkap tanpa cerita cerita lama, mengalunlah cerita masa lalu tentang kejayaan sang atlit. tentu tidak jauh tentang bagaimana di masa dulu dia mampu menyabet medali lomba level kota, provinsi, hingga berjaya di level nasional dan internasional, kemudian ketika dia menceritakan masa sekarang, sang atlit masih memiliki tubuh yang sehat, bugar, bertenaga, tapi tidak ada pekerjaan ahli yang hanya membutuhkan kualifikasi pengalaman, tetapi membutuhkan kualifikasi akademik, terutama di negara ini, dan dia meratapi nasibnya dulu yang menyia-nyiakan kesempatan berkarya di bidang akademik.
dengan tersenyum profesor bercerita sambil terbatuk-batuk, karena dia tidak lain adalah partner dan creator dari sang atlit berprestasi, dengan tersenyum jelas dia teringat masa ketika dia ditawar bermacam regu olahraga, karena kemampuannya menentukan pembentukan mental yang baik bagi atlit, bagaimana pemilihan strategi paling efektif untuk memperolah hasil yang paling maksimum, kemudia dengan terbatuk juga, dia menceritakan bahwa dia bisa hadir dalam event kali ini dengan diapaph oleh cucu tercintanya, bahkan berjalan 1 kilometer saja harus dilakukan sang professor dengan kepayahan.
kerja nyata dan ilmu, bukanlah sebuah konsep yang menganut paham negatif, kemajuan di satu pihak akan membawa kerugian di pihak lain, karena apabila mampu diciptakan kondisi yang mana peran kerja nyata dan penguasaan ilmu yang kita lakukan mampu tumbuh bersama untuk kemudian saling melengkapi. akan menjadi sebuah kerugian ketika aksi nyata kita tidak didasari dengan ilmu, dan ilmu yang kita miliki hanya menjadi sebatas teori yang dipahami tanpa diaplikasikan.
sebuah saran dan pendapat bagi aktivis, dimanapun dan aktivis apapun, yang akan ane bahasakan dengan jangan sampai kegiatan pengabdian kita pada organisasi menghancurkan kewajiban utama kita dalam kuliah, dan jangan sampai juga kuliah menghambat aktualisasi diri kita di organisasi. mari kita ciptakan seni untuk mengkombinasikan keduanya, sehingga tercipta hubungan yang sinergis dan saling menguntunkan, baik itu di bidang keilmuan atau di aksi nyata yang akan kita lakukan.
Wallahu 'Alam
Muhammad Abdullah 'Azzam
Mahasiswa S1 Manajemen FEB Universitas Sebelas Maret Surakarta
buat malem ini, ane sebenarnya mau share aja, hasil diskusi malem ini, sama anak-anak komisariat solo, di bidang ekonomi islam untuk lebih spesifiknya, yang secara garis besar menerangkan, mana sih yang lebih utama, kita memperdebatkan teori yang kadang nggak jelas juntrungannya atau kita bergerak dengan aksi nyata bermodalkan sedikit ilmu yang kita miliki, tapi dengan membawa semangat mengabdi. mana yang lebih baik?
ane akan membawa agan sekalian ke sebuah analogi, yang menceritakan kisah seorang atlit dan seorang professor dalam bidang olahraga. di suatu masa, ketika si atlit dan si professor sama sama sudah pensiun, sudah sangat tua, mereka bertemu dalam sebuah event mantan pegawai dan atlit di kementrian olahraga, reuni tidak akan lengkap tanpa cerita cerita lama, mengalunlah cerita masa lalu tentang kejayaan sang atlit. tentu tidak jauh tentang bagaimana di masa dulu dia mampu menyabet medali lomba level kota, provinsi, hingga berjaya di level nasional dan internasional, kemudian ketika dia menceritakan masa sekarang, sang atlit masih memiliki tubuh yang sehat, bugar, bertenaga, tapi tidak ada pekerjaan ahli yang hanya membutuhkan kualifikasi pengalaman, tetapi membutuhkan kualifikasi akademik, terutama di negara ini, dan dia meratapi nasibnya dulu yang menyia-nyiakan kesempatan berkarya di bidang akademik.
dengan tersenyum profesor bercerita sambil terbatuk-batuk, karena dia tidak lain adalah partner dan creator dari sang atlit berprestasi, dengan tersenyum jelas dia teringat masa ketika dia ditawar bermacam regu olahraga, karena kemampuannya menentukan pembentukan mental yang baik bagi atlit, bagaimana pemilihan strategi paling efektif untuk memperolah hasil yang paling maksimum, kemudia dengan terbatuk juga, dia menceritakan bahwa dia bisa hadir dalam event kali ini dengan diapaph oleh cucu tercintanya, bahkan berjalan 1 kilometer saja harus dilakukan sang professor dengan kepayahan.
kerja nyata dan ilmu, bukanlah sebuah konsep yang menganut paham negatif, kemajuan di satu pihak akan membawa kerugian di pihak lain, karena apabila mampu diciptakan kondisi yang mana peran kerja nyata dan penguasaan ilmu yang kita lakukan mampu tumbuh bersama untuk kemudian saling melengkapi. akan menjadi sebuah kerugian ketika aksi nyata kita tidak didasari dengan ilmu, dan ilmu yang kita miliki hanya menjadi sebatas teori yang dipahami tanpa diaplikasikan.
sebuah saran dan pendapat bagi aktivis, dimanapun dan aktivis apapun, yang akan ane bahasakan dengan jangan sampai kegiatan pengabdian kita pada organisasi menghancurkan kewajiban utama kita dalam kuliah, dan jangan sampai juga kuliah menghambat aktualisasi diri kita di organisasi. mari kita ciptakan seni untuk mengkombinasikan keduanya, sehingga tercipta hubungan yang sinergis dan saling menguntunkan, baik itu di bidang keilmuan atau di aksi nyata yang akan kita lakukan.
Wallahu 'Alam
Muhammad Abdullah 'Azzam
Mahasiswa S1 Manajemen FEB Universitas Sebelas Maret Surakarta
No comments:
Post a Comment