Gerai Inspirasi

ekonomika politika romantika

LightBlog
Responsive Ads Here

Monday, April 18, 2022

Pilihan

 

Sumber: https://www.indosport.com/sepakbola/amp/20220413/top-skor-liga-champions-karim-benzema-moncer-robert-lewandowski-gigit-jari


Oleh: Muhammad Abdullah 'Azzam


Pada perempat final liga champions 2021/2022, nama Karim Benzema menjadi buah bibir. Bagaimana tidak, striker yang sudah berusia diatas 30 tahun ini, berhasil mencetak hattrick (3 gol dalam 1 pertandingan) dan bukan main, yang jadi lawan saat itu adalah juara bertahan Chelsea FC. Lebih luar biasanya lagi, performa luar biasa ini terjadi persis setelah Benzema berbuka puasa, pas-nya 20 menit setelah dia berpuasa. Benzema, seorang atlit kelas dunia yang jadi andalan klub sepakbola terbesar di dunia, tetap kukuh menjalankan Amalan, yang tidak hanya diwajibkan bagi ummat islam, Namun juga ummat-ummat sebelumnya.


Lantas timbul pertanyaan, sepakbola apalagi Liga champions eropa, bukanlah sebuah kompetisi kaleng-kaleng. Baru-Baru ini Guinness world record menempatkan Liga champions sebagai kompetisi olahraga terbesar tahunan sejagad. Mengapa masih ada orang yang "secara logika" melakukan sesuatu yang bertentangan dengan teori kebugaran jasmani? Lebih luar biasa lagi, dalam kondisi ekstrem semacam ini, beberapa bahkan menunjukkan performa fantastic? Dan lebih lucu lagi, ada loh manajer dan pelatih kelas dunia, yang "membiarkan" bahkan "mendukung" anak asuhan-nya, menjalankan hal yang bertentangan dengan logical ini.

Jika dilihat dari dasar masalah, semua kembali kepada pilihan yang diambil oleh manusia. Pilihan apapun dalam hal apapun, akan senantiasa menghadirkan sebuah konsekuensi. Terkadang konsekuensi itu terlihat buruk, atau mungkin baik diatas kertas. Tetapi sejatinya baik tidak nya konsekuensi dari sebuah Pilihan, tidak ada yang tahu sampai nanti ditotal betulan di akhirat.

Kewajiban puasa memang "diwajibkan", Dalil di Al-Qur'an sangat gamblang menjelaskan hal ini. Namun ujung-ujungnya, kalau sudah bicara penerapan semua kembali kepada manusia masing-masing. Maksudnya, ndak ada tuh kita saksikan selama ramadhan, entah malaikat atau mungkin manusia, berpatroli memastikan ummat muslim berpuasa. Masih mudah kita saksikan orang-orang yang kita kenal muslim, tanpa alasan yang jelas tidak berpuasa di hari-hari ramadhan. Karena tadi, semua yang diwajibkan, disunnahkan, diharamkan dan dimakruhkan, untuk pengerjaan nya diserahkan kepada manusia.

Tapi sudah jelas aturan nya, apa-apa yang jadi konsekuensi kalau tidak dilaksanakan, apa-apa yang jadi konsekuensi juga kalau dilaksanakan.

Inilah yang dilakukan Karim Benzema, dan beberapa atlit muslim lain selama bulan ramadhan. Mereka tahu konsekuensi dari berpuasa, mereka paham resiko daripada perbuatan yang mereka lakukan. Tapi tetap mereka laksanakan dengan bertanggungjawab, dan inilah mengapa, mereka-mereka bisa menjadi atlit kelas dunia. Partai semifinal piala FA, Piala federasi inggris, digelar hari sabtu pukul 12.30 dan mempertemukan Liverpool dan Manchester City. Tercipta 5 gol pada pertandingan ini, dengan hasil akhir 3-2 untuk Kemenangan Liverpool. 3 gol Liverpool disumbang oleh Ibrahima Konate dan Sadio Mane, dan ya, dalam pertandingan ini mereka berdua berpuasa dan belum berbuka.

Jurgen klopp adalah salah satu dari pelatih top dunia, dan dia menyatakan bahwa dirinya sangat logis. Dalam sebuah wawancara paska Partai final Carabao Cup dia ditanya soal kebijakan untuk memainkan kiper cadangan pada pertandingan final se-penting itu. Klopp menjawab

"Saya memiliki sisi manajer tim sepakbola, dan sisi manusia. Sisi manajer saya menyatakan saya harus memainkan kiper utama saya. Namun sisi manusia saya menyatakan, kiper cadangan ini sudah bermain sangat baik. Saya harus biarkan dia bermain, dan malam ini, sisi manusia itu yang menang"

Klopp dan pelatih top dunia lain, pasti logis. Mereka tahu betul keputusan semacam apa yang harus diambil, bagaimana memastikan pemain dapat menampilkan performa terbaiknya dan bagaimana mendapat hasil maksimal dalam setiap pertandingan. Mereka jelas tahu, tidak makan dan minum selama berjam-jam yang dilakukan ummat muslim, bukan hal yang "mudah" dan mendukung dalam meningkatkan performa seorang atlit. Tetapi mengapa Klopp, Ancelotti, Emery, membiarkan hal tersebut?

Sederhana, inilah pilihan yang mereka ambil, dan buah dari sebuah kepercayaan atas kemampuan pemain mereka. Ada pelatih seperti Thomas Tuchel yang mengeluhkan kegiatan puasa yang dilakukan pemain tengah Chelsea, Ngolo Kante, namun secara umum, tim-tim yang menembus bapak semifinal liga champions memiliki kebijakan yang mendukung atlit-atlit mereka yang muslim, berpuasa. Sekali lagi, inilah buah sebuah kepercayaan, dan bagaimana para pelatih ini memitigasi pilihan mereka.

Inilah langkah yang tepat dilakukan, ketika kita sudah membuat sebuah pilihan. Harus ada langkah-langkah yang dilakukan untuk memastikan pilihan yang kita ambil tuntas, sebagaimana yang kita harapkan. Memitigasi konsekuensi dari sebuah pilihan dapat membedakan kualitas manusia dari aspek yang bahkan sangat dasar. Dapat kita saksikan orang-orang yang konsekuen dengan pilihan nya, sekarang menjadi pilar-pilar peradaban dan ya, hal ini sangat terlepas dari keyakinan yang mereka Anut. Sedangkan bagi mereka yang tidak konsekuen dengan pilihan, akhirnya hanya terombang-ambing, menambah masalah dan terus menjadi beban banyak orang. Karena sederhana, apa yang mereka pilih tidak dituntaskan.

Saya mengalami karena tahun lalu, 11 hari saya harus dirawat karena sakit selama bulan ramadhan, 11 hari ini juga saya tidak bisa berpuasa. Mengganti total 11 hari puasa ini diluar bulan ramadhan benar-benar bukan hal yang mudah. Baik keluarga saya, istri saya, direpotkan karena harus mengingatkan saya untuk menyelesaikan hutang puasa ini. Sederhana, karena ketika saya harus memilih untuk menggantikan puasa, saya benar-benar tidak ada kesiapan untuk memitigasi konsekuensi dari mengganti puasa ini.

Dan ini adalah poin terakhir dari tulisan ini. Dalam menjalani sebuah pilihan, sangat layak kiranya, kita Mengetahui, ada modal pengetahuan terutama dalam konsekuensi pilihan kita. Seberapa jauh kita mau mengambil pengetahuan ini terserah kita, tetapi pada akhirnya, kalau sudah ada sesuatu yang menjadi kewajiban dan sudah kita pilih untuk dijalankan, menyelesaikan kewajiban ini menjadi prioritas utama.

Yang lucu ketika kita menunda sebuah kewajiban dengan alasan "ilmu yang kita miliki belum cukup". Padahal jika kita berhenti melihat diri sendiri dan melihat lingkungan sekitar kita, sudah banyak contoh yang nyata, mendukung bahkan Memudahkan kita untuk menjalankan sebuah kewajiban tersebut. Maka jika kita masih berhenti dan menunda sebuah kewajiban karena alasan ini, bisa disimpulkan kalau bisa jadi, kita pun tidak siap untuk menjadi manusia yang bertanggungjawab.


Wallahu 'alam. 


Muhammad Abdullah 'Azzam, M.M. 

Lulusan program Magister Manajemen Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta. Alumni penerima manfaat beasiswa baktinusa angkatan 6.
Email: skripsiazzam@gmail.com


Untuk tulisan lain, silahkan kunjungi pranala dibawah ini:
http://fellofello.blogspot.com/2022/02/berkah.html?m=1

http://fellofello.blogspot.com/2022/02/africa-cup-of-nation-pembuktian-afrika.html?m=1




Mampir di Kompasiana

 : https://www.kompasiana.com/azzamabdullah

follow me on insta @Azzam_Abdul4 

Thanks for your support!

Follow dan Komen untuk artikel-artikel menarik lainya

No comments:

Post a Comment