Sumber Gambar: https://akuratnews.com/jangan-berharap-lebih-pada-snake-eyes-gi-joe-origins/ |
“Yang Ditanya Tidak Lebih Tahu dari Yang Bertanya”
Oleh: Muhammad
Abdullah ‘Azzam, M.M.
Saya sendiri
sebenarnya tidak ada rencana membuat tulisan ini, tapi karena kesalahan saya
membaca tanggal sebuah undangan, akhirnya saya punya waktu lebih kurang 2 Jam
untuk dihabiskan. Setelah mampir ke agen travel, saya cek area sekitar, ada
warung kopi disana. Sembari menikmati AC dan menunggu, biar ngga kelihatan
alien banget saya buka sudah ini laptop. Yakali seorang laki-laki dewasa nongkrong
di warung kopi terus main Genshin Impact berjam-jam. Ngga patut bro,
Judul ini
saya ambil dari redaksi hadits kedua Hadits Arba’in an Nawawi, tentu dengan
penyesuaian. Konteks dalam hadits itu pun sebenarnya “jauh” dari kata-kata tidak
tahu. Karena dalam hadits itu, yang bercakap adalah sesosok malaikat berwujud
manusia, Jibril AS, dengan Nabi Muhammad SAW, nabi akhir zaman yang
meyempurnakan risalah tauhid yang dibawa sebelumnya. Tetapi begitulah luar
biasanya Allah SWT, hanya Allah SWT yang maha mengetahui, manusia mah cumin tau
sedikit saja.
Dalam kisah
yang dijabarkan dalam hadits masyhur ini, suatu Ketika dalam majelis Rasulullah
hadir seorang laki-laki. Dia tidak dikenali oleh para sahabat di Madinah,
tetapi tidak kelihatan dia orang yang habis menempuh perjalanan jauh. Saya saja
yang baru naik grab dari rumah ke lokasi acara, lalu lanjut ke agen travel,
wajah saya sudah lusuh sedemikian rupa. Hla zaman dulu belum ada Sigra Hitam
ber-AC pak! Bisa dibayangkan orang zaman dahulu selusuh apa kalau harus menempuh
perjalanan jauh.
Orang tidak
dikenal ini langsung menghadap Rasulullah SAW, bertanya hal seperti Iman, yang
dijawab dengan rukun iman yang enam. Iman kepada Allah, Malaikat, Kitab, Rasul,
Hari Akhir, Qodho dan Qodar. Ditanya tentang islam, dan Rasulullah SAW jawab
dengan rukun islam yang lima. Syahadat, Sholat, Puasa, Zakat dan Haji. Ditanya pula
tentang apa itu Ihsan yang Rasulullah SAW jawab dengan jelas, melakukan sesuatu
seolah-olah sedang melihat Allah SWT, pun kalau tidak mampu ketahuilah Allah
SWT selalu melihat kita.
Namun ada
sebuah pertanyaan yang dilontarkan oleh si penanya, yang seperti saya jelaskan,
si penanya itu sejatinya adalah Jibril AS. Jilbril AS bertanya, beritahukanlah
aku kapan terjadinya kiamat? Yang ringkas Rasulullah SAW jawab dengan ungkapan
sederhana “yang ditanya tidak lebih tahu dari yang bertanya”. Sederhananya,
Rasulullah SAW tidak mengetahui kapan terjadinya Kiamat. Rasulullah SAW hanya
menyampaikan beberapa tanda-tanda, yang tentu tanda-tanda ini juga atas bimbingan
Allah SWT. Poin-nya disini, bahkan Rasulillah SAW saja, pernah menghadapi rasa “tidak
tahu”, terlepas memang domain hari akhir adalah hak-nya Allah SWT, tetapi perlu
kita lihat dari sini, bahwa sejatinya.
“Jika sesuatu
yang kita tidak tahu, belum tahun tentang ilmunya, atau belum ada orang yang
tahu ilmu-nya lalu memerintahkan/menyarankan kita untuk berbuat sesuatu”
Kita boleh loh,
dan bahkan dianjurkan untuk berkata “saya tidak tahu”.
KONTEKS
ILMU
Dalam agama
Islam, ilmu dianggap sebagai sebuah berkat, diberikan kepada manusia setelah
manusia berusaha untuk memperolehnya. Pun setelah diperoleh, ilmu yang dimiliki
oleh manusia tidak akan sebanding dengan Ilmu yang dimiliki Allah SWT. Karena ilmu
yang diberikan kepada manusia, paling hanya setetes, dibandingkan dengan
luasnya samudera. Inilah konteks ilmu dalam islam, yang jika disederhanakan,
memang manusia tidak akan bisa tahu segalanya, karena sederhana, memang bukan
disitu peran manusia.
Inilah kenapa
Ketika kita melihat struktur masyarakat, seperti yang disampaikan oleh Ibnu
Khaldun, masyarakat terdiri dari simpul-simpul pengetahuan, interaksi antar
mereka inilah yang menghasilkan sebuah keteraturan, dan membagi peran dalam
masyarakat. Allah SWT menjelaskan ini terlebih dahulu dalam surat Al-Hujurat,
yang manusia memang dibuat bermacam-macam untuk saling mengenal.
Konstruksi masyarakat
yang didasarkan pada interaksi antar pengetahuan yang dimiliki anggotanya sudah
mengisyaratkan bahwa tidak mungkin ada yang “maha tahu” dalam sebuah struktur
masyarakat. Sepintar-pintarnya ilmuwan yang kita kenal, sangat bisa dipastikan
diluar sana ada yang lebih pintar darinya. Kalaupun tidak sezaman, era
sebelumnya pasti pernah menghasilkan seseorang yang lebih luar biasa
dibandingkan dengan yang kita tahu. Pun Ketika berbicara proyeksi masa depan.
Analogi yang
menarik adalah saat Ford pertama kali membuat mobil Ford model T, yang mana
merupakan komoditas pendobrak di zaman itu. Namun bisa dipastikan saat Ford
dihadapkan pada masalah turun mesin mobil-mobil modern, dia mungkin tidak akan
sepintar montir-montir yang kita kenal. Inilah kenapa tidak ada manusia yang
serba tahu, karena tadi, ilmu terus berkembang, ilmu itu berinteraksi, ilmu pun
juga merupakan berkah. Karena baik ilmu pengetahun, waktu dan takdir,
kesemuanya ini adalah domain Allah SWT.
Dengan memahami
konteks ilmu semacam ini, tidak heran orang-orang bijaksana terdahulu pernah
membuat perumpanaan “padi”. Ketika orang semakin tahu dia seharusnya semakin
merunduk, karena seiring dengan tumbuhnya ilmu, orang akan dihadapkan pada fakta
bahwa apa yang dia pelajari berasal dari kerangka dan pengembangan ilmu yang dilakukan
oleh pendahulu-pendahulunya. Saat dia mengaplikasikan ilmu nya, saat itu dia
akan bertemu dengan orang-orang luar biasa yang berada dalam bracket keilmuan
yang sama. Kemudian Ketika ditelaah dan dilihat proyeksi pengembangan sebuah ilmu
pengetahuan, dia akan semakin mawas diri karena dia sadar betul di masa depan aka
nada mereka-mereka yang terus mengembangkan dan jelas lebih maju dari apa yang
bisa dia pikirkan saat ini.
Selama Allah
SWT mengizinkan manusia untuk hidup, bumi untuk berputar dan waktu berjalan,
selama itu ilmu yang kita miliki akan semakin obsolete, semakin usang. Maka
sangat tepat sekali Ketika disampaikan bahwa menuntut ilmu itu dari lahir hingga
ke liang lahat. Karena dalam waktu hidup kita yang sangat singkat saja, tidak
terbantahkan ilmu it uterus dan akan terus berkembang.
Kalau begitu
pertanyaannya, kenapa seolah kita dihadapkan pada kondisi “kita harus tahu
semnua, kita tahu semua”? sederhana, manusia memiliki hawa nafsu.
SUSAHNYA
BILANG TIDAK TAHU
Disini saya
membahas orang yang benar-benar mau sok tahu, bukan orang yang pura-pura tidak
tahu. Pura-pura tidak tahu bisa jadi adalah wujud kepengecutan, dalam satu
sisi, di sisi lain dia adalah wujud kecerdikan. Dia bisa jaid merupakan wujud
kerendahan hati, bisa jadi juga pura-pura tidak tahu menjadi bentuk paling final
dari penghinaan. Tetapi kalau memang sok tahu, wuih, jangankan urusan remen,
wong kadang orang-orang sok tahu ini bisa kok mengklaim urusan hati orang lain.
Mungkin mereka sudah dikaruniai mata ke-tiga kali ya, kayak di komik One Piece.
Orang sebenarnya
tidak menuntut kita untuk tahu semuanya. Dalam Pendidikan formal yang sering
kita anggap kaku sekalipun KKM tidak pernah diletakkan di angka kesempurnaan. Ngga
ada kan KKM dengan nilai 100. Tetapi masalahnya, sudah dasarnya manusia untuk suka
jika lebih unggul dari manusia lain. Di kampus ngga ada system ranking, tetap
saja IPK/GPA dipamer-pamerkan, dibesar-besarkan. Saya sendiri termasuk punya IPK
lumayan lah, 3.89, namun demikian masih ada temen sekelas dengan IPK 3.87 yang
menyangka saya kuliah habis untuk belajar saja.
Padahal sebelum
ujian saya paling suka nongkrong di Indomaret.
Karena ini
wajar jika manusia ingin tahu banyak. Tidak hanya banyak, mungkin manusia juga
ingin tahu semuanya. Saya sendiri pernah menjadi orang sok tahu. Saat sedang
membahas sebuah teknologi, system operasi baru dalam dunia mobile phone, saya lupa
nama aplikasi yang saya maksud. Teman saya kemudian menyebutkan adobe acrobat
reader, kemudian jawaban itu saya iyakan. Jelas seluruh forum tertawa, karena
kita sedang membicarakan aplikasi hacking, bukan aplikasi pembaca file di laptop.
Itulah orang
sok tahu, sangat sering sebenarnya orang sok tahu ini kena batunya. Karena tadi,
keluar sedikit saja dari zona nya dia, dia akan menyaksikan orang-orang yang
betulah tahu atas sebuah ilmu, yang dia paling hanya sok tahu saja. Akhirnya? Seringkali
mempermalukan sendiri didepan forum. Tujuannya ingin menguasai forum,
menggiring pendapat khalayak meskipun argumentasi yang dibangun sangat lemah,
bahkan cenderung mendiskreditkan orang banyak. Akhirnya malu sendiri, saat
akhrinya dibentukan pada realitas.
Seorang pedagang
air minum pernah mengatakan didepan forum bahwa air minum yang dia jual itu
terbaik sejagat raya. Bahkan menantang orang-orang untuk membawa air minum
apapun untuk diadu. Padahal dalam kepercayaan ummat islam, ada Air Zam-zam yang
merupakan rahmat Allah SWT untuk manusia di bumi ini. Bayangkan.
Tetapi kenapa
orang-orang sok tahu ini, tidak mau berhenti?
NAFSU DAN
GENGSI
Akan saya
mulai bagian penutup dari tulisan ini dengan menceritakan konteks pertemuan
Rasulullah SAW dengan Jibril AS dalam hadits arbain ke-dua tadi. Baik Jibril AS
ataupun Nabi Muhammad SAW saling memperlakukan satu sama lain dengan terhormat.
Pun saat Rasulullah SAW menjawab dengan ungkapan tadi. Karena sejatinya ilmu
itu adalah milik Allah SWT, terutama ilmu-ilmu baik yang memberikan manfaat
bagi orang banyak. Dengan landasan ini, tidak hanya ilmu berhasil disampaikan
dengan sempurna, para sahabat yang menyaksikan saat itu mendapatkan hikmah luar
biasa. Terbentuklah sebuah sinergi transfer ilmu yang sejati, tidak hanya ilmu
saja, namun juga tahap, cara dan adab untuk memperoleh ilmu tersebut.
Maka bisa
dikatakan kalau ada orang yang sudah kecentok karena sok tahu dan kedangkalan
ilmunya, namun dia tidak mau berhenti. Bahkan terus menerus mencecar orang lain
yang mungkin tidak sepakat dengannya, maka bisa dipastikan, itu bukan akhlak,
bukan cara, bukan ada, dan bukan tahap dalam mencari ilmu. Itu murni usaha saja
untuk memuaskan gengsi nya, memuaskan nafsunya. Berlindung dalam ilusi palsu
bahwa dia tahu semuanya, padahal tidak. Bisa jadi diapun tidak tahu apa=apa.
Dan apa yang
paling menyakitkan bagi seorang penuntut ilmu? Saat seorang guru, seorang kyai,
ustadz, tidak mau lagi kita mengambil ilmu darinya, bukan karena kita dipandang
layak untuk menggegam sebuah ilmu, bukan. Karena dalam diri kita, jauh
didalamnya, ilmu itu dipegang oleh nafsu kita.
Saya sendiri?
Waduh soal ilmu saya mah apa. Anda berhak untuk tidak setuju dengan tulisan
ini. Tetapi saya bersyukur kalau lewat tulisan ini, Bersama kita bisa
memperbaiki diri, menjadi lebih baik lagi.
Karena hanya
Allah SWT yang lebih tahu.
Wallahu ‘Alam.
Follow dan Komen untuk artikel-artikel menarik lainya
No comments:
Post a Comment