Sumber: Koleksi Pribadi |
Embun Pagi 13 Februari 2021
Rasulullah yang Pekerja Keras
Pada episode Perang Ahzab (Perang Khandaq/Parit) Nabi Muhammad SAW dan para sahabat dihadapkan pada kondisi, dimana pertama, saat itu musim paceklik, persediaan makanan sangat menipis. Kedua, tidak kalah gentingnya pasukan koalisi Kaum Musyrikin siap mengganyang Madinah dengan bala tentara lebih dari 10.000 orang. Kondisi ini memaksa para sahabat untuk inovatif, dan inovasi dari Salman Al-Farisi RA membuahkan gagasan, dibangun parit di sekeliling Kota Madinah, yang mana parit ini harus dalam agar tidak mudah dipanjat pasukan infanteri, dan lebar agar tidak mudah dilompati pasukan berkuda.
Maka para sahabat bergotong royong, bahu membahu meskipun persediaan makanan saat itu sangat terbatas. Mereka berpeluh menggali parit, melawan hawa dingin dan perut lapar, serta kegiatan menggembosi yang dilakukan kaum munafiqin. Di tengah peluh mereka melihat sekeliling, mengangkat satu demi satu batu dan tanah hasil penggalian. Alangkah terkejutnya saat didapati, Nabi Muhammad SAW yang usianya lebih dari 50 tahun, dengan penuh semangat mengangkat batu-batu, 2 sekaligus. Terlihat di perut beliau terlilit kain, dan ditemukan beliau mengganjal perutnya dengan 2 batu agar tidak menggeram dan sakit karena lapar. Para sahabat hanya bisa memekik takbir, semakin semangat mempersiapkan sebuah perjuangan panjang, menjaga Madinah dari kepungan dan serangan bala tentara Ahzab.
Rasulullah Muhammad SAW menyampaikan dalam haditsnya, "Sesungguhnya Allah mencintai hambanya yang berkarya. Dan barang siapa yang bekerja keras untuk keluarganya maka ia seperti berjuang dijalan Allah Azza Wa Jalla."(HR Ahmad). Level kerja keras yang Rasulullah Muhammad SAW lakukan dalam medan perjuangan, dengan kondisi paceklik, dingin dan lapar saja sampai membuat para sahabat tertegun. Hendaknya kita ini, yang bercita-cita melihat wajah Beliau SAW, berusaha lebih keras lagi agar kelak Allah dan Rasul-Nya menyayangi kita bak orang syahid di Jalan Allah.
Embun Pagi 20 Februari 2021
Kisah tentang Si Pemulung yang Sayang Al-Qur’an
Sosoknya menjadi perhatian setelah sebuah foto menunjukkan, seorang anak remaja tanggung berlindung dari derasnya hujan. Kakinya dilindungi oleh karung berisi barang rongsokan, namun tangannya teguh menggenggam sebuah mushaf. Terlihat matanya khusyuk, memandang ayat demi ayat, sembari bibirnya bergetar, perlahan membaca dan meresapi kalimat-kalimat Allah SWT yang Mulia. Sebuah wujud ketundukan seorang hamba, dan ketinggian akhlak manusia, Allah akan selalu berada disisiku, tak peduli apapun kondisiku. Seolah itu yang coba dikatakan pada dunia.
Beragam tanggapan muncul dari foto ini, tetapi sebagian besar orang yang mencintai Al-Qur’an, takjub dan tertegun. Dimulailah berbagai kampanye melalui media dan jejaring maya, dengan satu tujuan melacak dan menemukan lokasi si anak. Orang-orang baik terjun ke lapangan, laju kendaraan canggih dan mahal milik mereka dipelankan guna sedikit demi sedikit menyusur jalan. Memandang wajah-wajah yang mungkin tidak pernah dipedulikan sebelumnya, satu demi satu dengan sebuah harapan bisa bertemu dengan si anak pengumpul barang rongsokan itu. Hingga akhirnya kabar tersiar, anak itu sedang berada di sebuah kabupaten di Jawa Barat.
Kisah mulai bergulir dengan deras, tentang mengapa si anak sampai melakukan hal demikian? Ternyata disebutkan bahwa si anak tinggal bersama kakek dan nenek. Sudah renta usianya. Dia berpamitan kepada mereka untuk mengais rezeki, apapun rezekinya asalkan halal. Disetujuilah dengan 1 syarat saja, tidak boleh selama dalam perantauan si anak meninggalkan Al-Qur’an. Maka demikianlah, berkilo-kilo si anak berjalan, Kalimat-kalimat Allah SWT menjadi sahabat setia. Entah saat dia lapar, kedinginan, dalam gelapnya malam, atau teriknya siang.
Sahabat, dimanakah letak Al-Qur’an di hati kita?
Embun Pagi 27 Februari 2021
Aku Tidak Tahu Apakah Ini Baik, atau Buruk Bagiku
Pada suatu masa, tinggalah sepasang ayah dan anak. Sejak awal bersama mereka bercita-cita menjadi pejuang sejati, syahid! Begitu visi hidup mereka. Akhirnya siang malam mereka berlatih berbagai ketangkasan berperang, agar suatu saat ketika terjadi panggilan jihad, mereka siap sedia menyambut seruan. Mengejar cita hidup tertinggi sebagai seorang mujahidin, syahid.
Datanglah panggilan yang dinanti, tapi malang, salah satu dari bapak anak ini mengalami musibah. Patahlah kakinya, ayah anak ini akhirnya batal berangkat, hingga berbicaralah kaum “duhai sungguh kasihan, mereka berjuang dan berlatih siang dan malam, malah jadi tidak berangkat”, begitu kata mereka. Si bapak menjawab dengan tenang, “Aku tidak tahu apakah yang terjadi padaku adalah sebuah kebaikan, atau keburukan”.
Tidak patah semangat, setelah sembuh dari cederanya, mereka menjual habis harta benda mereka untuk dibelikan kuda. Sebuah kuda gagah perkasa nan mahal, terbaik di kelasnya. Kaum sampai terkejut dan takjub memandang kegagahannya. Hingga suatu malam sang kuda kabur meninggalkan sang pemilik, ramai lah kaum, berkasak-kusuk dan berkata “Celakalah! Harta kalian habis untuk beli kuda dan sekarang kuda itu kabur?!”. Lagi-lagi sang bapak tenang menjawab “Aku tidak tahu apakah yang terjadi padaku adalah sebuah kebaikan, atau keburukan”.
Malam harinya, terdengar suara berisik , ringikan kuda banyak jumlahnya. Dibukalah pintu dan pasangan ayah dan anak itu mendapati ada pilihan kuda singgah di depan rumah mereka. Kuda mahal yang lepas itu ternyata adalah pemimpin kawanan, dia berlari ke padang rumput, membawa kawanannya bertemu dengan pemilik mereka. Gemparlah kaum dan spontan mereka berkata “Sungguh beruntungnya kalian! Kalian sekarang memiliki kuda yang banyak dan bagus-bagus!”. Sekali lagi si bapak hanya berkata dengan tenang “Aku tidak tahu apakah yang terjadi padaku adalah sebuah kebaikan, atau keburukan”.
Hal ini terus berulang, terus berulang dan jawaban dari sang bapak selalu sama, “Aku tidak tahu apakah yang terjadi padaku adalah sebuah kebaikan, atau keburukan”. Inilah sebuah wujud kepasrahan dan ketundukan seorang hamba dihadapan Rabbnya. Sebuah usaha untuk terus berhusnuzhan kepada Allah saat terjadi kemalangan, dan usaha menekan rasa sombong saat memperoleh keberuntungan. Bismillah, semoga kita bisa menjadi hamba yang tunduk sujud kepada-Nya, dan senantiasa berprasangka baik atas putusan-Nya.
Hak Cipta: Muhammad Abdullah 'Azzam, SM.
Hak Guna: BPI Yayasan Nur Hidayah Surakarta, BP PU Yayasan Nur Hidayah Surakarta, Pihak-pihak yang membutuhkan suntikan semangat.
No comments:
Post a Comment