BUKU SURAKARTA
UNTUK INDONESIA, UNIFIKASI SOLORAYA
MANAGEMENT
COMPETITION 2015
HMJ
MANAJEMEN FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS
SEBELAS MARET
RAHMAT ABDI SUMARYONO (F0213081)
MUHAMMAD ABDULLAH ‘AZZAM (F0213062)
AHMAD AGUS NUGROHO (F3313010)
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
2015
1.
Soloraya, Awal Pandangan Kami
Membaca latar belakang dari kasus
yang diberikan dalam management competition HMJM FEB UNS memberi
gambaran baru bagi kami, meskipun notabene kami adalah penghuni sementara
Soloraya, dalam hal ini Kota Surakarta. Kondisi bisnis percetakan, dunia
perbukuan, dan intrik serta retorikanya menjadi wawasan baru bagi kami,
sehingga memberikan beberapa pandangan baru, bagi kami, ketika mencoba
menelisik wilayah Soloraya. Dengan kondisi pasar seperti yang disajikan, maka
pandangan umum (Common Sense) yang terlintas adalah, Soloraya merupakan
penggambaran dari Atlantis dunia perbukuan. Mengapa demikian, wilayah ini
(Soloraya) memberikan suplai buku dalam jumlah besar, dengan beragam varian dan
harga ke seluruh Indonesia, dengan status “konvensional” atau dalam bahasa ahli
sejarah “dunia lama”. Karena, dijelaskan bahwa pengrajin buku di Soloraya
sebagian besar masih menggunakan alat-alat konvensional, dengan tanpa penerapan
manajemen resiko, sistem kredit berdasarkan kepercayaan, dan SDM yang masih
tergolong “mampu memenuhi” kebutuhan pasar. Maka, sebuah tantangan tersendiri
ketika harus memberikan saran dan analisis resiko tentang bagaimana bersaing
dan memasuki pasar buku di Soloraya.
Sebagai Atlantis dunia perbukuan,
maka wilayah ini bisa dibilang “tidak ramah dengan tender”. Karena
bagaimanapun, tender memiliki standarisasi tertentu, yang bisa jadi,
memunculkan pembengkakan biaya jika dilakukan dengan cara dan gaya lama seperti
di wilayah Soloraya. Maka, secara umum, mayoritas orang akan berpikir untuk
mengamankan nilai tender, ada baiknya tidak dilakukan di wilayah Soloraya,
lebih aman bekerja dengan wilayah lain yang lebih maju seperti Bandung Raya
atau Jogjakarta. Begitulah pandangan sekilas, jika melihat Soloraya sebagai
“dunia lama” bisnis percetakan dan perbukuan. Akan tetapi, kami memiliki
pandangan lain, yang mungkin dapat merubah perspektif dunia lama ini, menjadi
sebagaimana Atlantis sesungguhnya, dia muncul ke permukaan, dengan sederat
kekuatan dunia lama yang nyatanya memiliki keunggulan komparatif, dan pada
jangka panjang akan mengintervensi pasar perbukuan dan percetakan nasional. Hal
ini sangat mungkin terjadi, dan kami, kelompok AAR akan mengambil dari
perspektif kedua ini.
Memanfaatkan sebaik-baik nya tingkat
UMK yang rendah, aksesibilitas pada bahan baku yang lebih murah, SDM yang sudah
“mampu memenuhi” kebutuhan pasar, dan pasar yang belum termonopoli bisa menjadi
kekuatan komparatif, bahkan keunggulan kompetitif pasar percetakan dan perbukuan
Soloraya dibanding dengan wilayah lain di Indonesia. Maka, keputusan untuk
memasuki pasar Soloraya dengan tender yang dimenangkan PT. Dea Abadi merupakan
keputusan yang tepat, tentunya, dengan beberapa persiapan dan langkah yang akan
kami paparkan berikut ini.
2.
Unifikasi Soloraya
Dengan segala keunikan yang
dipaparkan diatas, diperluakn pertimbangan yang matang baik jangka panjang
maupun pendek. Maka, kami mengajukan solusi dengan judul “Unifikasi Soloraya”
untuk memecahkan permasalahan yang dipaparkan, disertai analisis untuk jangka
pendek. Unifikasi Soloraya kami mengambil teori Klaster (Cluster Theory) yang
banyak dipaparkan oleh ahli ekonomi, diantaranya Michael Porter. Untuk rujukan
jurnal kami memakai tulisan Adrian T.H. Kuah dengan judul Cluster Theory and
Practice : Advantages for the Small Business Locating in a Vibrant Cluster,
dari Journal of Research in Marketing and Entrepreneurship, Volume 4,
Issue 3, hal 206-228, tahun 2002.
Klaster adalah sebuah sistem bisnis,
dimana beberapa perusahaan dalam bidang yang sama, atau saling melengkapi
bergabung dalam sebuah wilayah geografis tertentu (Porter dalam Kuah,2002).
Maka, untuk dapat memberikan efisiensi proses produksi buku dalam jangka
pendek, dalam hal ini adalah tender yang dimenangkan PT. Dea Abadi, Soloraya
yangs secara geografis telah menjadi pusat dalam industri buku dan percetakan
kelas menengah kebawah bisa dikelola secara formal untuk menjadi sebuah klaster
yang berfungsi sebagaimana mestinya. Semestinya, klaster bersifat semi-formal
dan ada hubungan saling terkait antar pelaku industri. Dicontohkan dalam
pembentukan Silicon Valley dan Rute 102 Boston, dengan diawali berdirinya
beberapa perusahaan sejenis di lokasi tersebut kemudian diformalkan, dengan
beberapa bentuk kerjasama yang saling terjadi, dapat tercipta sebuah pusat
industri, maka, diharapkan dengan berlandaskan pada tender yang dimenangkan PT.
Dea Abadi bida membentuk sebuah klaster percetakan dan perbukuan di Soloraya.
Beberapa fungsi klaster yang dapat
kami gambarkan, adalah;
1.
Kalster
bersifat saling terkait. Seluruh komponen bisnis yang terlibat dalam klaster
harus saling dukung untuk mensukseskan tujuan yang disepakai oleh klaster
2.
Klaster
bersifat kontinyu. Bisa membentuk klaster sementara untuk menyelesaikan sebuah
permasalahan. Akan tetapi, klaster yang berpengaruh memang perlu dibentuk dalam
waktu yang lama.
3.
Klaster
bersifat memberi manfaat. Anggota klaster harus memperoleh manfaat dari
klaster, minimal, dengan ikut dalam klaster anggota klaster akan memperoleh
perbaikan citra, dan benefit lain.
4.
Klaster
bersifat bebas, maka diperlukan ikatan formal. Pada dasarnya klaster dibentuk
dari persamaan geografis. Agar dapat mencapai hal-hal diatas memang diperlukan
ikatan legal-formal antar anggota klaster.
Berdasarkan penjelasan mengenai
klaster diatas, program Unfikasi Soloraya merupakan penciptaan sebuah klaster
bisnis di bidang percetakan dan perbukuan di Soloraya, dengan beranggotakan
penyuplai, percetakan terkait dan PT. Dea Abadi. Masing-masing anggota klaster
memiliki deskripsi kerja sebagaimana bidang yang digeluti, dan tentu saja,
secara formal bertujuan untuk membantu penyelesaian tender yang dimenangkan PT.
Dea Abadi. Untuk bagan kerjasama akan kami gambarkan sebagai berikut:
Alur tersebut dapat diterapkan dalam dua jangka waktu. Jangka waktu
pendek, yaitu 45 hari pengerjaan tender, dan jangka panjang, yaitu mausknya PT.
Dea Abadi pada bisnis percetakan dan perbukuan Soloraya.
Alur Jangka Pendek
Alur jangka
pedek akan meanfaatkan fungsi pendelegasian dalam bisnis. Pendelegasian ini
akan dilakukan untuk bagian suplai, produksi dan distribusi. Mitra yang akan
didelegasikan adalah perusahaan yang memiliki akses suplai, perusahan yang berproduksi,
dan partner PT. Dea Abadi untuk urusan
Distribusi. PT Dea Abadi memiliki partner perusahaan untuk urusan distribusi,
maka dimungkinkan partner perusahaan tersebut dapat memotong anggaran
distribusi yang mesti ditanggung. Maka, untuk jangka pendek, alur tersebut
dapat didefinisikan sebagai berikut :
1.
PT.
Dea Abadi bersama PT. Solo Grafika mencari perusahaan partner untuk
didelegasikan beberapa proses produksi.
2.
Perusahaan
partner disini akan memperoleh beberapa opsi pengerjaan yang dilakukan PT. Solo
Grafika, dalam hal ini, pendelegasian mempertimbangkan beberapa kriteria
diantaranya :
a.
Kapabilitas
perusahaan dilihat dari pengadaan alat usaha, kualitas SDM dan rekam jejak
produksi.
b.
Besedia
untuk mengikuti aturan yang ditetapkan PT. Dea Abadi melalui aturan tender.
c.
Lokasi
perusahaan yang tidak terlalu jauh dari PT. Solo Grafika selaku produsen utama
3.
Lini
produksi dari tender dibagi sesuai dengan proporsinya. Diberikan tenggat waktu
dalam produksi masing-masing lini produksi tersebut.
Penerapan 3 syarat tersebut, dipertimbangkan karena apabila
produksi secara sendiri dilakukan oleh PT. Solo Grafika akan cukup sulit,
misalkan. Apabila hanya ditangan oleh PT. Solo Grafika, maka penyediaan
alat-alat berserta biayanya harus ditanggung oleh PT. Dea Abadi, yang otomatis
akan menambah biaya produksi. Maka, lebih baik untuk mendelegasikan beberapa
lini produksi kepada perusahaan lain yang memiliki kapabilitas yang
lebih-kurang sama dengan PT. Solo Grafika. Kemudian, dengan pendelegasian
diharapkan dapat memperingkas proses produksi, meskipun memang akan ada biaya
tambahan untuk biaya pendelegasian, akan tetapi relatif lebih murah daripada
harus mengadakan sendiri alat-alat produksi yang diperlukan.
Usulan kami
untuk hal ini, utamanya adalah benefit terakhir dari proses pendelegasian ini,
yaitu pembentukan fondasi klaster untuk bisnis yang lebih lanjut. Diharapkan,
dengan adanya pendelegasian maka PT. Dea Abadi telah memiliki mitra untuk
melanjutkan bisnis percetakan dan perbukuan di Soloraya secara lebih lanjut.
Sehingga, terwujudnya Unifikasi Soloraya sebagai klaster bisnis percetakan dan
perbukuan lebih memungkinkan, karena klaster utama ini telah teruji pada
pelaksanaan tender.
Alur Jangka Panjang
Alur yang
dijelaskan diatas, dapat diterapkan dalam proses jangka panjang. Tujuan proses
jangka panjang ini adalah menjadikan Soloraya sebagai klaster untuk usaha
percetakan dan perbukuan kelas menengah. Sedangkan tahapan-tahapan yang
dilakukan adalah sebagai berikut :
1.
Seleksi
mitra yang dilakukan oleh PT. Dea Abadi dan PT. Solo Grafika, dengan catatan,
PT. Solo Grafika masih mau untuk terlibat dalam kegiatan bisnis dengan PT. Dea
Abadi.
2.
Kembali
menghubungi partner yang diikutsertakan dalam pendelegasian tender sebelumnya
untuk kerjasama lebih lanjut
3.
Membentuk
interaksi hubungan legal-formal anatara pihak-pihak yang terlibat. Untuk
deskripsi kerja yang dapat kami sajikan adalah :
a.
PT.
Dea Abadi sebagai distributor.
b.
PT.
Solo Grafika dan perusahaan lain sebagai produsen.
c.
Penyuplai
tunggal atau beberapa penyuplai.
4.
Mengelola
tender, proyek, secara bersama sesuai dengan kesepakatan legal formal yang
telah disepakati.
Untuk alur jangka panjang akan digambarkan sebagai berikut :
Alur jangka
panjang tersebut tergabung dalam klaster unifikasi soloraya. Dengan klaster,
akan diperoleh beberapa manfaat berikut, sekaligus menjawab beberapa hambatan
dalam bisnis di Soloraya.
1.
Pelaksanaan
tender lain yang memerlukan waktu lebih cepat, karena terintegrasinya sistem
suplai, produksi, dan distribusi.
2.
Terwujudnya
sistem kepercayaan yang formal, tidak hanya terbatas pada saling percaya untuk
mengelola kredit. Dengan adanya sistem formal diharapkan dapat menghindarkan
persaingan tidak sehat minimal antar anggota klaster.
3.
Terwujudnya
sebuah wadah untuk menanmpung keunggulan-keunggulan komparatif yang dimiliki
pengusaha percetakan dan perbukuan Soloraya, sehingga dapat menjadi keunggulan
kompetitif dengan wilayah lain.
4.
Keunikan
bisnis percetakan dan perbukuan Soloraya dapat diperhitungkan di pasar buku
nasional, dengan terbentuknya sistem yang lebih formal dan lebih baik.
Analisis Resiko
Kami akan
memaprkan analisis resiko dari program Unifikasi Soloraya atau program
pembentukan klaster bisnis percetakan dan perbukuan di Soloraya, dan lebih umum
penyajian analisis resiko di pasar bisnis perbukuan di Soloraya.
1.
Keunggulan
komparatif mungkin masih menjadi prioritas bagi sebagian besar pengusaha bisnis
percetakan dan perbukuan Soloraya, terutama kelas menengah dan kebawah.
Padahal, bisnis akan terus berkembang, dan penggunaan alat-alat konvensional
bisa jadi akan tergantikan dengan alat-alat moderen yang otomatis akan
menggeser keungglan komparatif yang selama ini dimiliki.
2.
Dengan
adanya praktik berdasarkan kepercayaan yang terjadi, memang pada jangka pendek
memberikan kemudahan dalam kredit, akan tetapi, pada jangka panjang keunikan
ini akan memicu perang harga. Pada dasarnya, perang harga memang menguntungkan
bagi konsumen, tapi dapat mengancam kontinuitas bisnis, dikarenakan yang
dikorbankan pada perang harga adalah pengembangan bisnis yang diperoleh dari
keuntungan maupun investasi.
3.
Pengerjaan
produksi dengan memakai mesin tradisional pada tahap lanjut akan membuat
murahnya bahan baku menjadi tidak berguna. Murahnya bahan baku idealnya juga
diimbangi dengan kecepatan produksi, sehingga menhasilkan arus barang menuju
pasar yang lebih lancar. Ditambah lagi, lambatnya proses produksi (jika
dibandingkan mesin moderen) dapat mengakibatkan proses JIT rumit untuk
dilaksanakan.
4.
Distribusi
menjadi kendala atau ancaman berikutnya yang dapat mengancam keberlangsungan
bisnis. Biaya distribusi mungkin belum dihitung sebagai variabel biaya yang diperhitungkan oleh sebagian besar
produsen. Maka, dengan tidak adanya sebuah perusahaan distribusi yang cepat dan
kapabel maka bisa memperbesar biaya yang seharusnya sudah cukup murah di
produksi, terutama melihat murahnya bahan dan ongkos produksi.
3.
Kesimpulan dan Saran
Pilihan bijak dan baik dengan turut
memasuki pasar percetakan dan perbukuan di Soloraya dengan segala keunikan dan
keunggulan komparatif yang dimiliki. Akan tetapi, memang diperlukan persiapan
lebih untuk hal ini, terutama dari segi pertimbangan resiko yang mungkin
terjadi. Dengan menciptakan dan menjalin kemitraan, serta mengkondisikan
Soloraya sebagai klaster bisnis yang ramah untuk bisnis percetakan dan
perbukuan, bisa menjadi salah satu solusi dan meminimalkan resiko yang dapat
muncul dari partisipasi bisnis di wilayah Soloraya. Maka, alangkah baiknya jika
PT. Dea Abadi bida menginisiasi berdirinya klaster demikian di Soloraya.
Kerjasama awal dengan PT. Solo Grafika bisa menjadi langkah awal untuk memulai
pendirian klaster ini, untuk memudahkan tender, hendaknya dilakukan
pendelegasian proses-proses produksi. Sehingga, kedepannya, dengan Unifikasi
Soloraya, tercipta sebuah klaster percetakan dan perbukuan yang kuat, dan
diperhitungkan di ranah nasional.
No comments:
Post a Comment