Press Release Kajian Fakultas Ekonomi
Badan Pengkajian Pengamalan Islam Fakultas Ekonomi
dan Bisnis
Universitas Sebelas Maret
24 September 2015
“INSPIRIE : TALK WITH RIAN MANTASA and LUQMAN HANIF”
Pembicara : Rian Mantasa Salve Prastica, S.T
(mahasiswa peraih IPK 4.0 UNS) Luqman Hanif (MAWAPRES D3 FEB UNS 2015)
Perform : Muhammad Abdullah Azzam (Moderator)
Lokasi : Depan Gedung UKM FEB UNS
Pelaksanaan : 16.15-17.35
Bismillah, Alhamdulillah, setelah sekian lama
akhirnya kami berhasil menyelesaikan rilisan media untuk acara kafe terakhir
sebelum rangkaian kaderisasi. Kami membuat seuah konsep pembuktian, proofing
beberapa stigma-salah-kaprah di kalangan mahasiswa modern dewasa ini,
diantaranya, anggapan bahwa seorang mahasiswa cerdasa dan berprestasi, adalah
mahasiswa yang berfokus hanya pada studi semata, dengan tidak berkecimpung di
dunia organisasi, pengabdian sosial, dan bisnis. Maka, sebagian besar mahasiswa
cenderung menjadi mahasiswa pasif yang tidak mempunyai daya nalar kritis, dan
lamban menanggapi isu-isu sosial, budaya, maupun isu-isu lain, dan cenderung
melakukan tindakan kontraproduktif seperti pergaulan bebas, narkoba, dan
hal-hal lain yang merusak. Kami dari BPPI memandang diperlukan pencerahan
dengan menunjukkan bukti nyata, terutama bagi fakultas ekonomi, yang notabene
fakultas yang memegang fungsi penting dalam keberlanjutan pemerintahan suatu
negara.
Dengan mengundang Rian Mantasa, dan Luqman Hanif,
dua orang role model dalam prestasi dan kontribusi, kami mengajak mahasiswa FEB
UNS untuk turut mencerahkan pikiran mereka, sehingga mampu memberi kontribusi
lebih kepada bangsa dan negara. Bertempat di depan dedung UKM, kedua pembicara
menyampaikan berbagai inspirasi. Mas Mantas, mahasiswa teknik dengan IPK 4.0
menceritakan bahwa masa lalunya penuh dengan rintangan. Jalan hidup yang
cenderung dipilihkan oleh orang tua membuat Mantas menjadi orang yang tidak
memiliki tujuan. Hingga suatu ketika, ada perubahan besar dalam hidupnya yang
membuat dia menemukan tujuan hidup, yaitu, untuk menebar kebikan. Kebaikan yang
ditebar bukan tanpa halangan, beliau pernah dikucilkan oleh civitas akademika
fakultas teknik dikarenakan menentang budaya titip absen, kemudian
dimarjinalkan karena idealismenya.
Akhirnya, setelah bertemu dengan sebuah komunitas
dan pergesekan dua pendapat anatara pendukung budaya “study only” dengan “being
active” membuat Mas Mantas mengambil cara berbeda, dengan menjadi “being
active”, bertentangan dengan kebanyakan mahasiswa teknik yang lebih memilih
“study only”. Hasilnya, memotong jatah tidur, membuang hal-hal tidak berguna,
dan terus bergerak menjadi pilhan Mas Mantas. Merajai asisten dosen teknik
dengan memegang 16 mata kuliah, aktif di 10 organisasi, dan rutin melakukan
kegiatan sosial menjadi makanan sehari-hari. Tentu saja, Allah SWT tidak
melanggar janjinya, dan mengganjar Mas Mantas dengan prestasi purna, magna
cum laude alias IPK 4.0 di akhir masa studinya, serta membuat Jerman
membuka pintu lebar-lebar untuk Mas Mantas.
Berbeda dengan mas Luqman Hanif, mahasiswa FEB
yang tidak banyak orang tahu anggapan orang di masa lalu tentang dirinya.
Terobsesi untuk menjadi berbeda, dipilihkan oleh Allah jalan yang tidak beliau
suka, bertemu dengan sekelompok oknum yang cenderung pasif, dan anggapan miring
orang yang pernah mengenal beliau membuat jalan hidupnya sedikit unik. Beliau
mencintai dan ingin masuk ke jurusan seni, jurusan orang-orang kreatif seperti
yang beliau impikan, tetapi Allah berkehendak lain dengan memasukan beliau ke
jurusan D3 Keuangan Perbankan FEB UNS, tempat yang beliau tidak inginkan.
Setelah masuk ke FEB UNS< beliau mendapati mayoritas mahasiswa FEB adalah
“para pemalas” yang tidak mau mengejar dan memburu obsesi mereka sendiri,
cenderung pasif, dan tidak mau berkarya. Dibuktikan dengan sedikit sekali
penghuni gedung UKM apabila dibandingkan dengam 3000 mahasiswa FEB secara
keseluruhan. Maka, beliau menempuh jalan lain dengan bertahan pada obsesinya.
Terobsesi untuk menciptakan barang yang belum
pernah dibuat orang lain, beliau menciptakan sebuah “modern bow” yang dibuat
dari kayu lapis bekas, dan dilombakan pada ajang Solo Recycle Competition. Juri
profesional yang menilai dibuat takjub karena beliau tidak pernah mengetahui
cara kerja dari sebuah panah moderen, tetapi berhasil membuat produk yang
“nyaris serupa” baik fungsi maupun cara kerjanya. Akhirnya, tidak
tanggung-tanggung uang tunai 2.500.000 san predikat juara satu serta “larangan”
ikut lomba sejenis di Soloraya menjadi hadiah kerja keras beliau. Apakah beliau
berhenti? Tentu saja tidak, menjadi berbeda, itulah visi beliau, dan diwujudkan
dengan mencoba berpartisipasi dalam kompetisi mahasiswa berprestasi. Perjuangan
melafalkan naskah dan berbicara Bahasai Inggris menjadi cerita lucu, ketika
gelar Mawapres D3 FEB UNS 2015 berhasil beliau raih.
Ketika sesi tanya jawab, ada peserta yang
menanyakan pertanyaan menarik, bagaimana menyampaikan kesibukan dengan orang
tua. Jawaban sederhana, mereka, beliau berdua ternyata tidak pernah melupakan
komunikasi dengan orang tua masing-masing. Selalu meminta izin sebelum
melaksanakan kegiatan menjadi kuci kemesraan hubungan beliau berdua. Kesimpulan
dari Kafe sore ini, adalah bahwa prestasi tidak diraih dengan santai, tetapi
penuh perjuangan, keringat, bahkan darah. Tetapi, yang perku dicatata, tuhan
tidak pernah melupakan apa yang Dia janjikan, dan “tidak dibalas perbuatan baik
kecuali dengan kebaikan” –Al-Qur’an, bukanlah isapan jempol belaka. Beliau
berdua telah membuktikan, dan tentu saja, caranya adalah keluar dari tempurung,
dari zona nyaman, dan bertempur di tempat-tempat beracun demi menebar kebaikan.
Resensi oleh
Muhammad Abdullah ‘Azzam
No comments:
Post a Comment