Dul, Tempe Tepung
Rendang adalah makanan terlezat di
dunia. Dengan berbagai rempah-rempah, potongan-potongan besar daging sapi, dan
tentu santan, dimasak dengan hati-hati hingga bumbu menyerap sempurna, membuat
lidah menari ketika dipadu dengan nasi panas dan teh hangat. Nasi goreng,
sederhana sebenarnya, hanya nasi diberi tambahan kecap. Namun berbagai rempah-rempah
seperti bawang putih-merah, lada dan ketumbar membuat rasanya menggoyang lidah.
Dunia menjulukinya sebagai makanan paling enak kedua, apalagi jika ditambah
telur goreng, suwiran daging ayam, potongan tomat dan selada, serta bawang
goreng gurih sebagai pelengkap. Nyam.
Dua makanan diatas adalah makanan
favorit dunia, dengan berbagai varian olahan tentunya. Sejak kejadian hari
pertama di PPNK, aku mengamini keyakinan masyarakat dunia bahwa rending adalah
makanan lezat. Entah itu rendang bumbu merah, bumbu coklat atau bumbu hitam
sekalipun. Sedangkan nasi goreng adalah kenangan tersendiri. Nasi goreng bawang
bikinan mamah saat puasa selalu menjadi makanan penggugah selera saat sahur
sejak ane kecil. Lengkaplah kenikmatan hidup ane sebagai manusia, karena sekarang
ane menyukai makanan terlezat pertama dan kedua di dunia.
Tetapi, sekali lagi PPNK tetap
bukan tempat biasa. Mungkin PPNK bertetangga dengan Bekasi, untuk kesana harus
memakai USS Enterprise. Gaya hidup manusia penghuni tanah seluas 20 hektar ini memang
seperti alien. Ane ambil contoh, normalnya orang akan makan menggunakan piring,
mencuci tangan sebelum makan jika ingin muluk
(makan memakai tangan) dan tentu makan sendiri-sendiri. Disini? 4 tangan
bersatu padu dalam satu nampan, saling berebutan, dengan kepercayaan tangan
teman kita sudah dicuci, kita memasukan nasi “entah apa saja gizinya”.
Diperparah, konsep kesyukuran rezeki disini luar biasa. Ini bagus sih, tapi
silahkan pertimbangkan cerita berikut.
Ane sedang tilawah sembari menunggu
waktu maghrib di masjid, tiba-tiba seorang teman dari kamar NIM datang sambil
memasang muka kecut.
“Kenapa ente?” ane bertanya, karena
dia duduk didekat ane
“Hmmm,, ngga papa” jawaban
ngeselin, persis Tsundere lagi mau ditembak
Ditengah fantasi ane membayangkan
dia adalah cewek tsundere, datanglah rombongan anak-anak NIM sambil
tertawa-tawa, menggerumuni kami.
“JIAH! Masih pucet coba dia!”
“Makannya kalau makan jangan
berceceran bro, udah tau musyrif kita Bang Mun!”
Mereka mengerumuni si Tsundere
tadi, makin mirip adegan di sebuah “film jepang”. Sebelum imajinasi ane makin
ngawur, apalagi ini di masjid, ane segera nimbrung dan bertanya.
“Eh, emang ada apa sih?” simple
sebenarnya, tapi karena kondisinya begitu ane terlihat seperti aktor yang telat
nimbrung buat ngerjain si Tsundere
“Lu tau gak dul! Tadi dia disuruh
makan nasi yang berceceran di lantai sama Bang Mun, apesnya, itu nasi udah dia
injek pake kakinya dia! Item-item dah tuh nasi.”
“Ente taulah Bang Mun kayak gimana,
sambil marah-marah gitu dia nyuruh ni anak buat makan tuh nasi. Daripada
digebukin, akhirnya dimakan itu nasi sama ini anak, mau dicampur sama nasi baru
juga mah sama aja yak. Tetep aja nasi item tadi beracun”
Ditengah tawa girang mereka, dan
ekspresi pasrah si Tsundere, ane menyadari ada yang aneh dari cerita tadi.
Memakan biji nasi tidak layak makan! Apapun alasannya, ngga ada alasan menyuruh
orang untuk memakan sampah. Luar biasa! Atau mungkin gila kali ya? Ini adalah
salah satu bentuk aplikasi rasa syukur yang sedikit esktrim. Ane emang ngga tau
dalil syar’I nya, cuman memaksa orang makan makanan tidak layak agak sedikit
berlebihan kan ya?
Dengan simpati mendalam, ane
menepuk pundak si Tsundere. Dia mengangkat mukanya, mata kami saling bertemu.
Ane menatap bola mata dia dalam-dalam, dia balik menatap ane. Muka kita saling
berdekatan, kebisingan disekitar kami tidak terdengar lagi. Di dunia ini hanya
ada aku dan dia.
Perlahan kudekatkan bibirku ke
wajahnya, dia menutup mata, aku menutup mata. Dengan perlahan aku bisikkan ke
telinganya
“Makannya, kalau ada makanan jangan
dibuang-buang”
Tawa pecah seketika diantara kami,
si Tsundere terlihat malu, mukanya memerah sampai ke telinga. Sambil menutupi
mukanya, dia berteriak keras
“BAKA!”
(Adegan diatas hanya ke-lebay-an
belaka. Lagian ane juga masih normal!)
Bagaimanapun, di PPNK makanan
adalah rezeki dari Allah, dan mendapat kehormatan tinggi di mata santri. Nasi,
lauk-pauk, bahkan seremeh kerupuk bernilai rezeki dimata kami. Tidak ada
kesia-sia an, semuanya bermanfaat! Aslinya mau bilang begitu. Cuman, makan
malam setelah ane ngerajain si Tsundere tadi adalah Sop Sayur Santan. Tidak ada
satupun anak-anak kamar SAF mau menyentuhnya, karena di Sop tadi kami menemukan
seekor ulat segar.
Esok pagi, sekaligus hari penutupan
PSNK. Mood pagi itu sedikit berubah, Kak Fajri musyrif kami terlihat girang
ketika membawa termos nasi dan wadah lauk. Kami, dengan posisi sudah mandi,
rapi, dan bersiap mengikuti upacara penutupan terlihat heran.
Setelah nampan ditata dan diberi
nasi, Kak Fajri terlihat sumringah kemudian meletakkan wadah merah berisi lauk
di depan kami
“SILAHKAN! NIKMATI MAKANAN PALING
LEZAT DI PPNK!!”
Entah ane ngga ngerti dimana
istimewanya, karena disana hanya terlihat sekumpulan tempe berselimut tepung.
Disamping terlihat plastik dengan isi kehitaman, terlihat seperti kecap
menurutku. Teman-teman sekamar pun sama, terlihat saling berpandangan.
Anak-anak Medan malah memberikan pandangan seperti “Ini orang otaknya kenapa?”
atau sesuatu seperti itu dalam bahasa batak.
Seolah tidak mempedulikan tatapan
aneh kami, Kak Fajri tetap melanjutkan promosinya.
“TEMPE TEPUNG! Dengan potongan
tempe utuh dibalut dengan tepung, digoreng matang dengan bumbu lembut dan
renyah! Warna kecoklatan segar dan cerah dengan beberapa sisi tempe terlihat,
seolah mengundang kita untuk mencicipinya! Bagian luar yang garing dipandu
dengan bagian dalam lembut! Apalagi jika dimakan hangat dipadu sambal kecap! Tapi
ingat, jangan kebanyakan sambalnya, nanti kalian sakit perut!”
Pandangan kami tetap tidak berubah,
tetapi dalam kacamata ane mungkin Kak Fajri adalah Bondan Prakoso saat muda.
Dalam kepala ane berkecamuk
sesuatu. Hari ini adalah hari terakhir PPNK, agenda kami dimulai dari jam 8 dan
baru selesai pukul 17.00 pagi. Sedangkan energi kami untuk sarapan hanya nasi
putih, sepoton temped an secuil sambal kecap. Bayangkan! Bahkan makanan tentara
tidak separah ini. Mood kami pagi ini seperti remuk, kamar lain juga sama. Terlihat
beberapa anak masuk ke kamar, membawa keluar abon bahkan mie instan mentah
sebagai lauk tambahan.
Menatap nampan, ane dengan 3 teman
ane, Ghalib, IHA, dan Ismail saling berpandangan. Perlahan tangan-tangan kami
mulai mengambil tempe tepung tadi, mencuilnya, membenamkannya dalam nasi dengan
sambal. Mengangkatnya menuju mulut kami, kami membuka mulut dan mulai
memakannya. Ismail terlihat makan sambil menutup mata.
Tiba-tiba, tanpa kami sadari
tangan-tangan kami dengan cepat menuju nampan kembali. Dengan tegas mengambil
potongan besar tempe, mencampurnya dengan sambal, dan bersegara memasukannya
kedalam mulut. Ane melihat semua kamar melakukan hal sama, mood kami mendadak
berubah! Ismail terlihat bahagia, IHA tersenyum, dan Ghalib berusaha
mengimbangi kecepatan makan ane.
“ENAK BANGET!”
Mendadak kata-kata itu terihat
bergemuruh, semua orang dari kamar atas hingga kamar bawah menyuarakan
kata-kata itu. Bergema, bertalu-talu, dibarengi dengan semakin lahapnya kami
memakan nasi panas, tempe tepung dan sambel kecap tadi.
“Wih enak banget tempenya, masaknya
gimana ya?”
“Di Solo kayak gini banyak, tapi
belum pernah ada yang seenak ini”
“Sambelnya mantep! Jadi pingin
nambah lagi!”
“BUSET ENAK BANGET! APAAN NIH!!”
“WOY OMONGANNYA DIJAGA”
Terus, dan terus kata-kata pujian
terhadap makanan sederhana ini bergema. Beberapa orang semakin semangat bahkan
mencampur nasi dengan Mie Instan Mentah untuk menambah porsi nasinya. Abon ditumpahkan
seluruhnya agar jatah makan bisa bertambah. Beberapa melobi orang-orang untuk
menyerahkan jatah nasi dan tempenya, tetapi bahkan anak paling suci sekalipun
menolak untuk memberikan jatahnya. Kami semua bersukacita, dalam euphoria kenikmatan
tempe tepung. Benar-benar sesuatu sekali!
Dengan senyum Kak Fajri mendekati
kami, membawa sisa nasi dan sambel kecap.
“Ada yang mau nambah?”
“MAUUU!!!!!!!”
Serempak kami menjawab dengan wajah
cerah sumringah. Benar-benar hari istimewa, karena akhirnya PSNK yang
melelahkan berakhir, dan kami disuguhi makanan terbaik sejagad. Dengan senyum
kami membagi sisa nasi dan sambal sembari menikmati potongan-potongan terakhir
tempe tepung itu. Nampan-nampan tempat kami makan bersih tandas, tidak ada sisa
satu nasipun, bahkan sambel kecap sisa makan tadi masih kami bersihkan dengan
jari kami. Jemari tadi kami jilat dengan tangan, dan dengan semangat baru kami
semua berlari kebawah, menyongsong panitia dengan hitungan hukumannya.
Ane sendiri tidak tahu apa, tetapi
tempat ini memang luar biasa. Sebuah kenikmatan dari kesederhanaan dan
kebersamaan, mungkin itu yang membuat tempe tepung PPNK enak dan istimewa. Dipersatukan
oleh nasib dan penderitaan, kami semua akhirnya memiliki kesamaan pola pikir
dan pandangan atas sesuatu. Ane yakin banyak orang terbiasa makan tempe tepung
di rumah sepuas dan sekenyangnya, termasuk ane. Cuman memakan satu tempe tepung
sebagai lauk, dengan secuil sambal dengan teman-teman sepertinya pengalaman
baru bagi kami. Seolah kenikmatan dan rasa enak dari makanan tadi terbagi rata
diantara kami, dalam satu frekuensi sama. Ane memang bukan ahli kejiwaan,
tetapi jika sebuah entitas memiliki kesamaan pandangan, artinya entitas
tersebut telah menjadi entitas kompak dan akrab.
Ditengah langkah ane menuju ke
lapangan basket tempat upacara penutupan, ane melihat wajah teman-teman
disekitar ane. Semuanya tersenyum puas, semuanya. Tatapan wajah cerah dan
girang, karena merasakan sebuah kenikmatan bersama, karena merasakan terlepasnya
beban yang sama. Pada detik itu ane menyadari, mungkin, ane bisa terjebak dalam
suasana ini, mungkin untuk selamanya.
-Continued
Informasi :
OSNK rutin melaksanakan survey makanan
paling enak dan tidak enak. Secara terus menerus bertahun-tahun, tempe tepung
menduduki peringkat pertama denga total suara lebih dari 60% dari keseluruhan
populasi survey. Disusul Tempe Oreg dengan presentasi 15%, Rendang 10%, dan
makanan lain seperti nasi goreng, ayam goreng dan sejenisnya dengan presentasi
kurang dari 15% secara total. Survey ini seringkali melibatkan responden hingga
400 orang santriwan dan santriwati PPNK, dan diterbitkan secara resmi dalam
majalah tahunan OSNK, ALIYAS.
Menu tempe tepung secara khusus dihidangkan hari
selasa, 2 kali setiap bulan berselingan dengan tempe oreg. Setiap hari selasa
dengan menu tempe tepung, pukul 05.30 dapur sudah tidak ada kerjaan karena
semua porsi sarapan sudah diambil selepas subuh oleh santri. Dalam beberapa
kasus tempe tepung bisa menyebabkan kuatnya ikatan pertemanan bahkan konflik
yang berujung pada bentrok fisik.
Tercatat sebuah pertengkarang
pernah terjadi di depan dapur umum karena seorang santri mengambil jatah tempe
tepung kamar lain. Selain itu banyak persahabatan akhirnya retak karena tempe
tepung ini. Gimana menurut kalian?
Azzam Abdullah Artwork/Azzam Abdullah
(masih) kuliah di UNS. Mencoba Menulis dan Menggambar.
follow @azzam_abdul4 on Instagram. or sent me email on : felloloffee@gmail.com
Untuk seri sebelumnya bisa tengok disini :
http://fellofello.blogspot.co.id/2017/04/normal-0-false-false-false-en-us-x-none.html
(masih) kuliah di UNS. Mencoba Menulis dan Menggambar.
follow @azzam_abdul4 on Instagram. or sent me email on : felloloffee@gmail.com
Untuk seri sebelumnya bisa tengok disini :
http://fellofello.blogspot.co.id/2017/04/normal-0-false-false-false-en-us-x-none.html
http://fellofello.blogspot.co.id/2017/04/dul-physical-education-dan-tour-de-ppnk.html
Thank you for Support!
Share, Follow and Comment!!
Thank you for Support!
Share, Follow and Comment!!
No comments:
Post a Comment