Dul, Perpisahan, Mario Bross, Tempe
Pawon dan Katana
Selepas suara menggelegas dari
ustadz raksasa tadi, (belakangan ane tau kalau beliau itu mudir ma’had/kepala
pondok pesantren), Master of Ceremony yang berwujud mas-mas ganteng naik ke permukaan.
Karena kejadian di kamar pas awal masuk, ane merasakan degup jantung tidak
wajar ketika dia naik panggung (baca Hikayat Santren #1). Ah lupakan, ane masih
suka cewek, ane masih suka cewek, ane masih suka cewek. Berselang singkat,
mas-mas berbadan besar berkulit hitam legal masuk sebagai pemimpin upacara, dan
lagi pikiran aneh muncul lagi.
Oh my god, plis, plis, ane masih
suka sama cewek, ane masih suka sama cewek
Akhirnya delusi ngawur ane
berhenti, Alhamdulillah. Bayangkan kalau sampai akhir delusi ane masih
menghantui, mungkin ane bakal merem melek sendirian pas upacara. Setelah baris-berbaris
dan lapor-laporan (sekilas ada pandangan cinta antara MC dan pemimpin upacara,
tapi kayaknya nggak mungkin), agenda masuk ke sambutan-sambutan. Normalnya, ane
akan bisa tidur sambil berdiri saat sambutan, tapi pengalaman pembuka tadi
membuat tubuh ane segar. Tunggu, ane ngomong apalagi ini?
Sambutan pertama datang dari
seorang sepuh berkacamata. Tua banget, bahkan ane berani taruhan beliau lebih
tua dari bangunan disekitar sini. Ternyata beliau adalah anggota dewan Pembina yayasan
NK, dan termasuk ustadz juga di pondok ini.
“selamat datang di dunia baru,
selamat berpetualang. Nikmati pengalaman ditempa sebagai pemimpin masa depan”
Halus, lembut, syahdu, dan
menenangkan. Sekitar 3 baris belakang ane mendengar suara orang mendengkur. Saking
tenangnya mungkin ya?
Sambutan kedua, jelas datang dari
bapak-bapak yang memegang senapan angin serta membuka agenda pekan orientasi
ini. Beliau naik panggung, ane merasa nggausah naik panggung pun beliau sudah
keliatan, saking tingginya. Sekarang ane yakin di barisan paling belakang
melihat sesosok manusia raksasa setinggi 3 meter tengah berteriak dengan suara
mengguntur.
“kalian hadi disini, sebagai
PENERUS KEJAYAAN ISLAM! Bangkit dan tegaklah! Amalkan betul-betul kriteria
santri NK, 10 kepribadian muslim, dan Mabadi’ul
Muslim al-Khomsah!, niscaya kalian akan hidup dengan luar biasa dan PENUH
PENGHAYATAN!”
Tahu? Suara dengkur barusan
menghilang sehilang-hilangnya. Kemudian gerombolan besar ini diajak bertakbir. Wow,
benar-benar menggelegar, seolah besok kami akan diterjunkan di Gaza.
Sambutan berikutnya lebih menarik
hati. Akan ane jeaskan kenapa..
Pertama, panitia-panitia yang tadi
sok keren dan mengangkat-angkat wajah dan membusungkan dada terlihat mulai cengengesan. Beberapa saling mengerling
dengan temannya, beberapa terlihat mengelus rambut yang tidak ada di kepala.
Beberapa anak baru, sepertinya
sudah punya kakak atau saudara disini terlihat cemas. Seolah setelah ini akan
bertemu dengan malaikat maut. Tapi bener juga sih, habis sambutan beliau kita
resmi melepaskan diri dari nikmat dan hasrat duniawi.
Sosok itupun muncul, dan kalian
tahu? Ane jadi teringat sama Nintendo lawas ane di rumah. Nintendo punya
beberapa game, dan paling laris adalah game Super Mario Bross. Seorang laki-laki
separuh baya dengan kumis aduhai, kerjaannya menginjak monster dan keluar masuk
pipa. Bersama partnernya, Luigi, dia berusaha terus untuk menyelamatkan sang
putri, yang entah kenapa selalu menghindar dari Mario.
Tokoh utama dalam game itu menjadi
nyata. Berdiri didepan kami, bersiap memberikan sambutan. Tawa cekikikan mulai
terdengar dari barisan panitia, sedangkan bisik-bisik terror mulai menyebar
diantara kami, para santri baru.
“kepala bidang kedisiplinan”
Begitu katanya. Dan entah kenapa,
ustadz yang friendly face dan lucu ini langsung menghadirkan kesan seram di
hati sanubari. Padahal kan dia cuman “tet.. tet.. tet.. tet.. tot.. tet.. tet..”
dan lompat-lompat saja. Eh bukan ya?
“kedisiplinan adalah ruh seorang
santri, kedisiplinan melahirkan keteguhan hati, dan keteguhan hati akan
mendidik pribadi menjadi tangguh dan beridealisme tinggi. Bangkitkan kedisiplinan
diri kalian sampai menancap di hati dan diwujudkan dalam perbuatan mulia serta
berani. Karena kelak, kedisiplinan itulah yang membawa kalian menuju gerbang
kesuksesan dunia akhirat”
Pertama kalinya kata kedisiplinan
diulang berkali kali, dan seperti biasa, disiplin berarti patuh. Dan patuh,
berarti aturan-aturan dan segala macam poin-poin hukuman dengan puluhan jenis
kesalahan mnempel pada diri kami semua, santri baru. Entah kenapa, ane sempet
mikir
“Nggak mungkin di tempat begini,
akan ada orang berani mabuk, pacaran dan sejenisnya”
Bagaimanapun, kata-kata adalah
sekedar kata-kata, tuhanlah yang nanti menceritakan kisahnya.
Setelah Ustadz Mario turun, suasana
berubah di sekitar ane, karena upacara pembukaan akhirnya selesai. Beberapa santri
terlihat berlari ke belakang, alasannya jelas, perpisahan. Tidak mungkin kan
selama 6 tahun orang tua menemani kita di pondok? Kalau gitu mah balik aja,
ngga usah mondok. Saat perpisahan, saat seorang anak kecil ditinggal jauh-jauh
oleh orang tua-nya. Konon katanya beberapa teman ada yang hidup di luar pulau,
kota-kota jauh seperti Medan, Samarinda, dan Balikpapan. Beberapa dari
kota-kota dengan nama aneh di pelosok Indonesia seperti Sorong, Merauke, bahkan
Wamena. Saat perpisahan, ane juga harus berpisah sama mamah.
Mamah dan adek muncul di dekat
podium, dan melambaikan tangan ke ane yang masih berdiri di lapangan
“Dul, sini bentar”
“iya mah?”
“ini mamah sama keluarga mau balik
nih. Kamu baik-baik ya disini, semua barang-barang dan perlengkapan kamu sudah
mamah siapkan. Ada pesan yang mamah pasang di pintu lemari kamu, nanti dibaca
ya. Intinya mah kamu harus jadi anak yang sholeh, pandai-pandailah menjaga Allah”
Ane hanya mengangguk lemah, beribu
rasa bercampur. Perpisahan. Meskipun bukan selamanya, tapi bisa berarti
semuanya. Adek hanya cengar-cengir sambil bergelayut ditangan mamah, entah
mungkin di kepalanya berpikir “mampus lu”. Namanya juga adek cowok, jarang ada
rasa-rasa sentimental.
“eh is, sana salaman sama kakak mu,
pamitan”
“mamah juga pamit ya Dul, udah
baik-baik disini, insya Allah kamu baik-baik saja disini”
“iya mah, hati-hati juga di jalan”
Ciuman tangan terakhir, usapan di
kepala terakhir, dan tos terakhir sama adek waktu itu benar-benar berbeda. Meskipun
masih satu negara, rasanya kami akan terpisah jauh. Ane menahan air mata
sekuat-kuatnya, karena ane tahu inilah konsekuensi dari sebuah pilihan. Mulai sekarang
PPNK dan isinya akan menjadi dunia ane, orang-orang nggak dikenal didepan ane
adalah keluarga ane.
Sembari mendengar langkah kaki
mamah yang menjauh, sayup-sayup teriakan panitia mengumpulkan peserta kembali,
ane lihat beberapa suasana mengharukan. Seorang ibu terlihat menangis sambil
memeluk anaknya erat, sedang si anak tampak menggeliat ingin segera kembali ke
barisa. Seorang bapak tengah menenangkan anaknya yang menangis sesenggukan, terlihat
sang bapak juga menahan air mata. Manusia gorilla pemimpin bending 50 kali tadi
subuh, juga terlihat tengah diusap kepalanya oleh sang nenek. Beberapa santri
baru hanya terdiam di lapangan, sepertinya keluarga telah pergi sejak kemarin-kemarin.
Angka hitungan dari panitia
membuyarkan semua fragmen itu, fragmen perpisahan pengesah dimulainya kehidupan
baru kami sebagai santri. Santri itu disiplin, dan segera setelah hitungan
memasuki hitungan hukuman, kami kembali berbaris sesuai kelompok yang dibacakan
sang kakak panitia. Setelah barisan rapi, biasa, ane menikmati kembali porsi
bending dan push-up. “lama-lama keker nih ane”, begitu gumam ane, tapi beberapa
tahun kemudian hanya menjadi cerita.
Kakak panitia bertubuh besar,
pemimpin upacara pembukaan terlihat mengambil megafon. Postur jumbo begitu
dengan megafon benar-benar pas, kayak komandan pleton kena sawan.
“semuanya siap dan semangat?!!”
Tanyanya
“SIAP DAN SEMANGAT KAKAK!!!!!”
Jawab kami
Ane tahu betul semua jawaban itu
bohong. Kenapa? Kami njawab sambil mata ditutup, bibir mencong, kepala
menunduk, bahkan sayup-sayup terdengar suara orang mendengkur.
“baik, biar kalian semangat sebelum
masuk ke agenda berikutnya, kita nyanyi dulu. Sudah hapal lagu-lagu mars
PSNK??!!”
“SUDAH HAPAL KAK!!!!”
HAH? Bocah-bocah ini sudah pada
apal? Busyit, udah mana buku pedoman ane nggak bawa lagi. Kadang-kadang kalian
harus mikir beribu kali untuk konsekuensi sebuah kebohongan.
“kita sama-sama nyanyi! Mau nyanyi
lagu apaa??!!”
“TEMPE PAWON KAK!!!!!”
ALHAMDULILLAH!!! Allah menyertai
ane, diantara belasan lagu dengan lirik ambigu, hanya lagu ini yang ane
hapalin. Alasannya simple, lagunya sebagian memakai bahasa jawa.
“OKE KALAU GITU BARENG-BARENG
YAAA!!! 1…2….3…!!”
“Tempe ana pawon dititili temal-temil
Tempa ana pawon dititili temal-temil
Rasane marem, rasane marem
Rasane marem tem,tem,tem,tem,tem”
“Mental tempe itu bukan dari santri NK
Mental tempe itu bukan dari santri NK
Santri kreatif, santri optimis
Santri atraktif dan dinamis, tem..tem”
Coba dicermati lirik lagunya, ane
yakin bener Beethoven pasti ketawa ngakak
ndenger nada dan membaca lirik lagunya. Tapi sedikit banyak, kita semua bisa
bayangin, PPNK adalah tempat seperti apa. Sejak awal santri sudah diingatkan
tegas-tegas soal mental tempe, artinya, ndak ada tempe disini. Semua dicetak
menjadi baja, nggak ada lembek-lembekan, semuanya tegas dan cadas!.
Setelah beberapa lagu aneh itu
dinyanyikan, kami disuruh duduk istirahat. Dibelakang podium, di lapangan
bulutangkis sebelah masjid ada beberapa kakak-kakak yang berdiri di sekitar
peralatan-peralatan yang ane nggak tau apa fungsinya.
“sekarang kita akan masuk ke agenda
DISPLAY OSNK” kakak pembawa megafon menjelaskan acara berikutnya
“adik-adik semua akan diajak
berkenalan dengan OSNK, organisasi yang akan mengurus adik-adik sekalian dari
bangun tidur sampai tidur lagi. Organisasi yang memastikan adik-adik menjadi
santri disiplin, sholeh dan rajin. Organisasi ini dikelola oleh para santri,
bekerja untuk santri, dan bekerjasama dengan santri. Kenalilah baik-baik
organisasi ini, karena kelak kalian mengalami banyak hal dengan kami, jadi
kenalilah! Semua siap? Berdiri!!!!”
Singkat cerita, kami semua berdiri
dan berkeliling ke barisan meja yang disebut arena display itu. Tetapi dalam
display OSNK ini, kesan pertama ane bukan display organisasi santri, tapi lebih
mirip pameran senjata.
Di SMA Negeri, kamu ke sekolah
membawa ruyung dan katana, pasti ditangkap pak pol dan dibawa ke penjara. Disini?
Semua jenis senjata tawuran terpampang bebas. Setiap stand selalu memamerkan
rotan berbagai ukuran, mulai ukuran mini sampai sebesar lengan bayi. Di beberapa
stand ada senjata mirip pecut kuda. Di stand lain, bahkan dijejer berbagai
jenis alat pertahanan diri seperti double stick, tongkat ruyung dan pedang
jepang.
Tentu, namanya anak-anak akan
berkunjung ke stand paling menarik, dan stand paling menarik adalah stand milik
bidang indibath alias kedisiplinan. Jika
diibaratkan display tadi adalah pameran senjata, maka bidang kedisiplinan
adalah bosnya. Berbagai jenis senjata dipamerkan, mulai dari double stick
hingga rotan berukuran bayi. Cemeti berbagai model disajikan, dan, stand ini
dihiasi pedang jepang paling banyak.
“selamat datang adik-adik, di stand
bidang kedisiplinan. Dan seperti kalian tahu, pedang ini sungguh-sungguh tajam….”
Kata seorang kakak berwajah tirus sambil mengangkat pedang jepang, membuka
sarungnya dan memamerkan kilatan pedangnya.
“Glek”
Semua anak di rombongan menelan
ludah. Ane? Jangan Tanya, Pucet pasi! Setau ane ane masuk di sekolah coy, di
tempat belajar! Kenapa malah kesan pertama para pengasuhnya seperti maniak
tawuran??? Ditambah seringai-seringai dari kakak-kakak bidang kedisiplinan,
seperti serigala gahar siap menerkam mangsa. Sementara itu, di sekitar ane di
stand lain terlihat santri baru meminta kakak-kakak memeragakan
penggunaan-penggunaan senjata. Ada suara rotan beradu dengan betis, suara
cemeti beradu dengan punggung, dan ane berharap nggak ada orang bodoh di rombongan
ane yang minta untuk mempraktekan cara memakai pedang jepang!.
“KAK! AJARIN CARA MAKE PEDANG
JEPANGNYA DONG!”
AARGK! Ternyata rombongan ini
isinya maniak semua! Doa ane terkabul dengan baik! Ngga ada orang bodoh, tetapi
adanya sekumpulan orang dodol bin nekat! Kalian masih kelas satu Em-Te-Es! Apa ngga
ada pendidikan lebih sehat selain melihat laki-laki tanggung bermain pedang
jepang? Apa ngga ada?? Haah?
Terlihat si kakak muka tirus
menyeringai, sepertinya permintaan tadi memenuhi “kekosongan batin” dan
kebutuhannya atas senjata. Matanya berkilat bagi pembunuh kelaparan, dan....
“SRIIIIINGGGG!!!!!!!”
Terlepas sudah pedang jepang itu
dari sarungnya, tajam berkilat-kilat, menaikkan ubun-ubun. Ane hanya bisa
melongo, karena setelah detik itu ane sadar…
“Ane nggak akan bisa hidup normal disini”
-Continued
Azzam Abdullah Artwork/Azzam Abdullah
(masih) kuliah di UNS. Mencoba Menulis dan Menggambar.
(masih) kuliah di UNS. Mencoba Menulis dan Menggambar.
follow @azzam_abdul4 on Instagram. or sent me email on : felloloffee@gmail.com
Untuk seri sebelumnya bisa tengok disini :
Thank you for Support!
Share, Follow and Comment!!
No comments:
Post a Comment