Dul, Malam Pertama dan S.A.F Army
Malam pertama, kalau konteksnya
pengantin baru mungkin lain, seperti seorang laki-laki dipenuhi pikiran
aneh-aneh, dan perempuan malu-malu dan sejenisnya. Berbeda juga bagi mayat,
pertama kali tinggal di lahad. Isinya khawatir, was-was, 3 pertanyaan menentukan
“Man Rabbuka, Man Rasuluka, Man Kitabuka”
menjadi isyarat sial atau beruntung. Berbeda juga dengan prajurit di peperangan,
“jangan terbunuh di malam pertama peperangan”, begitu kata Themistokles,
jenderal angkatan laut Athena di perang Salamis.
Tetapi tidak ada suasana seperti
malam pertama santri, mungkin perbedaan usia-lah sebab malam pertama kami
terasa istimewa. Tetapi, kalau anak-anak kelas SMP sudah nikah dan malam
pertama namanya apa ya? Entah ane nggak tau. Jelasnya, agenda awal PSNK sudah
berakhir sekarang, insiden pedang jepang tadi sore masih membawa trauma
tersendiri. Mas-mas berwajah tirus dari bidang kedisiplinan cukup mahir
memainkan pedang, seolah selama hampir 5 tahun dia sudah mengkhatamkan ilmu
berpedang Dante Masamune. Dengan gontai ane dan 400 santri lain berjalan pulang
ke asrama kami, beberapa sempat mampir ke koperasi, beberapa berpamitan dengan
orang tua, sepertinya orang tuanya belum pulang. Sempat ane mengintip di
parkiran, fiks mobil mamah sudah tidak ada.
Memasuki kamar terlihat beberapa
kesibukan, Jean terlihat berbaring di kasurnya. Yang lain bersiap-siap untuk
mandi, sambil membawa handuk dan alat-alat mandi mereka berlarian kebawah. Waktu
mandi sore, selepas pameran senjata tadi ane dan temen-temen langsung disuruh
sholat ashar. Duduk di kasur, ane sempatkan untuk ikut berbaring juga..
“Capek..” gumamku
“iya, tadi ente dapat kelompok
isinya siapa aja…?” jean menjawab
“ah, oragnya kebanyakan, ngga bisa
ane inget semua, tapi ya sepertinya ngga ada yang sekamar deh”
“ane juga sama, kayaknya emang ngga
ada yang sekamar deh kita semua”
“gimana? Udah ada yang kenal sama
anak-anak kamar sini kah ente..?”
“cie.. ente berdua udah kayak orang
pacaran aja..” sebuah suara memutus percakapan kami
“eh ente jek. Kenapa? Tumben ikut
kesini..”
“ahh nggak papa, pengen ikut
ngobrol aja. Atas ente belum ada orangnya Dul? Kira-kira anaknya kayak gimana
ya..?”
Ya, itu teman pertama selain Jean
yang ane kenal. Sebenarnya bukan hanya dia sih, tapi segerombolan manusia
sejenis seperti dia. Namanya Jeki, asalnya dari Bandung, meskipun ane benci
mengakui ini, tapi emang bener anak-anak bandung tampan-tampan. Selain jeki ada
sederet anak-anak bandung yang tampan, ada Amir, Randi, dan Rahman. Selain itu
ada Hulk yang bersama mereka, namanya Salim. Ada juga yang sedikit tampan,
seperti Fathan. Ada juga yang, umm, cukup-sedikit-agak-tampan, namanya Aziz,
iya, dia sedikit agak tampan. Bersama mereka selalu lengket kemanapun, kalau
kalian pernah merantau, semagat kesukuan dan adaynya teman sesuku dalam
lingkungan kalian adalah istimewa.
“woy, ambil itu handuk ya, aku mau
main ke kamar bawah”
Terdengar seperti orang
marah-marah, suaranya sangat keras sekali, ya, jumlah mereka emang ngga banyak,
tapi mereka seperti kelompok geng motor. Anak-anak Medan, itulah sebutannya,
ada 4 orang di kamar ini. Ada si kembar, simbah, dan si Arab. Lebih aman pakai
nama samaran daripada nanti ane dipenjara, hahaha. Mereka sangat solid, seperti
sekelompok batu. Tapi juga tajam, jika tidak terbiasa dengan mereka maka bisa
terluka. Persis seperti batu cadas, mereka juga bagian dari kamar ini, sejak
awal sudah terlihat kekuatan intimidasi mereka, nanti banyak petualangan seru
dengan mereka.
“hee.. tunggu bentar a, aku ikut..”
Medok! Ya karena ane juga dari jawa
ane paham betul logat apa itu. Sesame orang jawa, mangan ora mangan sing penting kumpul, moto kami pun sama,
perkenalkan, rombongan orang jawa di kamar kami. Ada Darmo, Iha, dan Pamungkas.
Yang terakhir orang Madura sih, beda suku tapi sama provinsi. Kami memang belum
kenal dekat, tapi memang lebih nyaman jika ngobrol dan berada di lingkungan
mereka. Kebetulan juga setelah berkenalan mas-mas penjaga kamar (disebut
musyrif) juga adalah orang jawa, jadi pas dan cocok lah.
Selain gerombolan tadi, di kamar
ini juga ada 2 orang anak Jakarta, sejak awal bahasa Indonesia mereka sudah
bagus. Sama sekali tidak ada logat daerah apapun. Dasar, tidak berbudaya. Mereka
bernama Ojan dan Mamang, kalau dijejerkan mereka mirip kopi dan susu. Bukan kopi-susu,
tapi kopi dan susu, silahkan tebak siapa yang susu, siapa yang kopi. Tentu,
tuan rumah juga mengirimkan delegasinya, ada 2 orang putra daerah asli penduduk
Kota Logam ini, mereka memang putra daerah, jadi mondok disini tidak ada
ubahnya pindah tempat tidur, haha. Mereka adalah Ahla dan Muhtarom. Bertetangga
dengan anak-anak Kota Logam, ada juga anak-anak Kota Udang, ada Ghalib, Yanuar
dan Febri. Entah kenapa, satu-satunya bahasa yang tidak kupahami adalah bahasa
mereka. Entah, aneh sekali bahasanya.
Selain itu, masih ingat cerita anak
kecil-yang-ganti-celana-kayak-maho? Anak kecil itu belakangan ane tahu berasal
dari Kota Tahu, karena dicerita awal ane angkat aibnya, dan ternyata dia juga
saudaranya Ahla, jadi kita sebut saja dia sebagai Ahla 2. Tentu tidak
ketinggalan, orang terakhir sekaligus teman pertama ane, pujangga dari
Karawang, Jean. Dalam satu kamar berukuran 6 kali 6 ini, berbagai kultur-budaya
dipertemukan dengan cerita masing-masing. Eh, tunggu bentar, ada yang
ketinggalan. Ada anak Depok berbadan sangat kecil dan mungil, persis mirip
seperti bayi, namanya Ismail, dan satu lagi, anak yang seharusnya berada di
atas ranjangku, Yusup. Itulah kami, S.A.F Army, bersama dengan kedua musyrif
kami, Bang Fajri dan Bang Umar, kami siap menempuh perjalanan kami, yang
mungkin sedikit panjang.
Obrolan dengan Jean benar-benar
terputus ketika ane dan Jean turun bersama untuk mandi. Inget, bukan mandi
bersama, ane masih normal. Diikuti dengan rombongan Anak Bandung, kami turun
kebawah dan melihat suasana kamar mandi, persis seperti pasar. Anak-anak kamar bawah
terlihat telah bersatu pada dan mulai melakukan tindakan-tindakan kriminal. Suasana
canggung hari pertama kemarin sudah tidak terasa, sekarang malah terlihat
mereka bergerombol dan berkerumun seperti mafia di game GTA SA.
Suasana kamar mandi pun meriah,
terdengar suara gebyuran-gebyuran keras seoalah si pelaku belum pernah mandi
berbad-abad. Teriakan-teriakan metal dan sejenis tarzan terdengar, begitu juga
pisuhan, sepertinya dia dikerjai temannya dengan disiram air. Tetapi, ditengah
semua keributan itu, ada sebuah WC yang terlihat tenang sekali, dan tentu
dikerumuni oleh banyak orang.
“eh, lu coba deh gedor pintu itu,
kalau lu berani gue kasih goceng dah!”
Seorang raksasa berbadan besar
mencolek ane dan menyuruh ane buat menggedor pintu itu. Sedikit bertanya-tanya,
ada apa gerangan dibalik pintu itu?
“kalau lu berani ya, yaa paling lu
bonyok dah, hahaha”
He? Bonyok? Karena penasaran ane
dan Jean ikut menanti si pemakai WC untuk keluar. Kriiet.. suara pintu terbuka,
terlihat seorang laki-laki tanggung berbadan tanggung, tapi mukanya ngeselin
minta ampun dengan otot bisep dan trisep menggembung keluar dari kamar mandi. Matanya
terlihat nyalang, sambil menaikkan resletingnya (entah kenapa ane merasa bagian
terakhir ngga perlu, karena kalau gitu malah mirip kaya homo lagi teasing) dia
keluar dari kamar mandi. Sambil mendengus, dia meninggalkan kami yang terdiam.
“gile, namanya sabuk hitam karate
emang beda ya..”
“terror dia mah, apes banget kamar
yang dapet musyrif dia..”
“eh, emang dia siapa..?” Ane
bertanya, karena penasaran
“lah lu belum kenal dia? Namanya bang
Mun! kayaknya dia musyrif kamar atas ujung deh. Serem banget tuh dia, untung lu
kagak mau nggedor kamar mandinya dia, hahaha…”
Bang Mun, namanya tidak asing,
bener-bener mirip sama nama preman pasar. Ditambah dengan kemampuan karate,
benar-benar membawa terror tersendiri. Sekali lagi, ane mengamini omongan ane
terakhir tadi, “ane nggak akan hidup normal disini”.
Jean terlihat baru keluar dari
jemuran, dan dia tersenyum
“Dul, di jemuran airnya bersih loh.
Kalau ente mau mandi disana aja…”
Mengangguk, ane mengikuti Jean ke
jemuran kamar mandi. Sekilas memang kamar mandi bagian ini lebih sepi, tidak
banyak anak-anak yang mengantri, tetapi ya suasanya sama. Orang-orang berisik
sekali di kamar mandi, sambil berteriak-teriak tidak karu-karuan. Beginilah,
meskipun kami adalah santri, kami masih manusia biasa yang belajar. Dan jauh
dari orang tua bagaimanapun memberikan kami kesempatan untuk lebih bebas
berekspresi. Dan kamar mani, adalah salah satu ruang pribadi favorit kami. Karena,
tidak mungkin kan kamu mandi berdua sekamar mandi.
Pintu kamar mandi terbuka, terlihat
seseorang berwajah sepuh keluar dari kamar mandi. Sempet ane kira dia adalah
orang tua santri, karena kumis, kacamata berframe tebal, dan rambut keriting
brokolinya benar-benar mengesankan dia manusia dari tahun 70-an. Dengan lekas
dia keluar dari kamar mandi, dan berlari meninggalkan jemuran. Begitu aku
masuk, ane sadar dia hanya santri biasa, kenapa? Terlihat sisa-sisa cipratan
air di dinding, bekas dia menyerang rekan disebelahnya.
Selepas mandi dan sholat maghrib,
Mas Fajri sudah menunggu kami di kamar sambil membawa lauk malam itu. Lauk malam
itu adalah ayam berwarna coklat, ane ngga tau pasti itu ayam bakar atau ayam
semur. Karena ketika dimakan ane sama sekali tidak bisa mengidentifikasi
rasanya, betul-betul mengerikan. Dalam diam kami semua menikmati-entah-ayam-apa
itu, karena kami tidak bisa meminta makanan tertentu, mau tidak mau kami
terpaksa memakannya.
“oya, nanti habis isya kita semua
kumpul ya, kumpul perdana sekaligus pembagian piket kamar”
Setelah isya, Pamungkas langsung
naik ke ranjang dan mulai mendengkur, entah kenapa sepertinya dia tidak
seharusnya berada disini bersama kami. Harusnya dia sudah kuliah, mungkin.
“Pamungkas, bangun gih..”
Kami semua pun sudah berkumpul dan
melingkar dalam lingkaran besar. Betul-betul jumlah yang banyak, hanya sekamar
ukuran minimalis begini, ada puluhan orang beragam latar belakang. Memang sulit
dipercaya, tapi itulah apa yang kami alami.
“Ya, karena kemarin kita semua
sudah sempet kenalan, pada mala mini temen-temen sudah resmi menjadi santri
PPNK”
“bagaimana tadi PSNK nya? Seru nggak..?”
“seru kak! “ kata teman-teman “iya,
seru dan bagus untuk membebani mental, senjata, pedang jepang, rotan….” Ane
menambahkan keterangan tambahan dalam hati.
“baik, malam ini kita tentukan
jadwal piket ya? Oya sebelum itu kalian mau makannya gimana? Pakai nampan apa
piring kaya maghrib tadi..? kalau disini kita biasanya pake nampan sih, biar
nyucinya gampang…”
“Nampan aja bang!” ya, nampan. Tangan
berbagai jenis, berbagai benda entah-kita-tidak-tahu apa yang sudah disentuh,
tapi yasudahla, toh emang lebih enak kalau makan bersama.
“sekarang kita tentukan siapa ketua
kamarnya. Ketua kamar nanti akan bertanggung jawab bekerja membantu ane sebagai
musyrif..”
“GHALIB AJA KAK!” kompak! Entah kenapa
meskipun ane belum kenal betul sama Ghalib, tapi dari cetakan muka memang dia
paling sepuh. Mirip seperti si kepala brokoli yang ane temui di kamar mandi.
“sekarang jadwal piket ya.. kakak
sudah bikin, pake undian, ane bacakan yaa…!”
“Dul dengan Fathan”
He? Ane kebagian partner sama anak
Bandung. Wew, bareng sama ikimen,
segera kami berdua bertukar pandangan dan tersenyum. Yasudahlah, toh mamah dan
papah juga sudah pulang jauh, mungkin ane akan memulai pengalaman hidup ane malam ini.
Sebelum tidur aku sempet melihat
dan membaca lagi tulisan yang umiku tinggalkan, ternyata bukan ane saja, banyak
anak yang ditinggali tulisan penyemangat oleh orang tuanya. Tulisan tangan
mamah memang rapi, secara mamah memang guru, jadi wajar tulisannya bagus. Tulisan
itu, entah kenapa terkesan sangat indah sekali..
“jagalah Allah niscaya Allah akan menjagamu
Perbanyaklah berbuat baik dan selalu niatkanlah untuk Allah
Insya Allah Dul akan menjadi Hamba Allah yang mulia”
Simpel dan padat, tapi seolah mamah
masih ada disini bersama ane. Perlahan mata mulai terasa perih, air mata
perlahan seperti mau keluar. Ane segera melompat ke kasur, menutup muka didalam
guling dan perlahan mulai menangis. Lampu kamar kami sudah dimatikan, dan
seperti biasa, kami semua tenggelam dalam mimpi kami masing-masing. Bersiap
menanti apapun yang akan terjadi besok hari. Yang berbeda, meskipun sedikit,
kami merasa ini keluarga baru kami, S.A.F Army, pasukan pemberani, kamar S.A.F.
-continued
Azzam Abdullah Artwork/Azzam Abdullah
(masih) kuliah di UNS. Mencoba Menulis dan Menggambar.
follow @azzam_abdul4 on Instagram. or sent me email on : felloloffee@gmail.com
(masih) kuliah di UNS. Mencoba Menulis dan Menggambar.
follow @azzam_abdul4 on Instagram. or sent me email on : felloloffee@gmail.com
Untuk seri sebelumnya bisa tengok disini :
Thank you for Support!
Share, Follow and Comment!!
No comments:
Post a Comment