Dilihat Manusia
Sebuah Catatan dari Orang-orang Luar Biasa
Oleh : Muhammad Abdullah ‘Azzam
Masih dalam
kondisi yang sama, saya memang masih belum bisa berjalan normal sebagaimana
orang lain, namun Alhamdulillah sedikit demi sedikit saya bisa lepas dari alat
bantu jalan seperti kruk dan walker. Pelan-pelan juga mulai bisa duduk
sebagaimana yang lain, dan Alhamdulillah saya sudah mampu mengeluarkan hadats
sebagaimana orang lain. Intinya Alhamdulillah, meskipun belum bisa jadi aktivis
utuh, namun dengan kemudahan teknologi dan sebagainya sudah ada hal-hal yang
bisa pelan-pelan saya lakukan. Terima kasih atas doa dari orang-orang sekalian,
yang mungkin membaca tulisan saya yang kemarin, 30 Hari.
Kali ini
saya tidak akan menulis cerita tentang saya, namun orang-orang di sekitar saya
yang saya temui di perjalanan “diam” saya. Mereka adalah manusia yang semoga
Tuhan berikan kebaikan dalam kehidupan mereka. Mereka adalah manusia luar
biasa, yang mampu menepis keinginan besar untuk “dilihat” dan “dipuji” manusia.
Senantiasa memperbaiki diri dan baik keada sesama, dan senantiasa melakukan
yang terbaik demi kebaikan orang disekitarnya.
Dekat Dengan Al-Qur’an dan Sebuah Keta’atan
Dalam hari
hari tertentu, saya melaksanakan terapi avasin di rumah seorang warga Semarang.
Rumah tersebut luar biasa karena saya menggaransi koleksi buku yang ada di
rumah tersebut berkali lipat lebih banyak dari yang dimiliki perpustakaan
masjid kampus saya. Berbagai koleksi dari kitab-kitab berbahasa arab hingga
ensiklopedia berbagai judul terpampang disana, termasuk kitab sejarah
peradaban-peradaban besar dunia. Rumah yang luar biasa, dari penampakan luar
kita bisa paham betul keluarga yang tinggal di dalamnya adalah keluarga
terpelajar.
Pada suatu
saat, saya berkesempatan untuk berjumpa dengan pemilik rumah yang menurut kabar
yang saya dengan juga tengah mengalami sakit. Sayapun berkunjung dan masuk ke
bagian dalam rumah tersebut. Pemandangan pertama adalah sebuah kursi roda yang
terletak di sebuah kamar. Ada apa gerangan dengan kursi roda tersebut? Karena
seingat saya, meskipun pemilik rumah ini sakit, beliau masih sanggup berjalan
dan mengisi berbagai pengajian di rumahnya. Ketika saya mengucap salam,
terlihat sang pemilik rumah di dalam kamar, tengah duduk, didepannya terpampang
sebuah Al-qur’an yang sepertinya baru saja beliau baca. Diluar, istri beliau
bercakap dengan ummi saya.
Percakapan
kami pun mengalir, bayangkan, sesame orang sakit saling berkunjung, apa yang
kira-kira mereka bicarakan?. Saya tertarik dengan beberapa perban yang tertempel
di lengan beliau, dan beliau bercerita, kelak perban-perban tersebut akan
menjadi tempat dialirkannya darah segar saat beliau cuci darah. Dalam hati,
meskipun saya belum bisa berjalan normal, saya bersyukur vena saya tidak perlu
diobok-obok semacam itu. Percakapan tersebut berlangsung lama, dan kami berdua
saling mendoakan untuk kesembuhan kami.
Adzan isya
mengiringi ucapan salam antara saya dan beliau, serta ummi saya dengan istri
beliau. Dalam perjalanan selepas terapi, saya bertanya, kenapa kok ada kursi
roda di rumah tersebut? Ummi menjawab, disana ada saudara kandung sang pemilik
rumah yang turut dirawat karena sebuah penyakit. Dirawat disana karena tidak
ada family lain yang mampu merawat beliau. Saya hanya temenung, dan tersenyum
perlahan. Apakah manusia mampu melihat-nya? Bahwa Allah memuliakan pemilik
rumah, dengan indahnya qur’an, dan kasih sayang yang terwujud dari sebuah
keta’tan.
Menyelamatkan Manusia dengan Senyum
Dalam
perjalanan saya menjalani hidup bebas kerjaan ini, saya diberi kesempatan untuk
bertemu orang-orang hebat di bidang medis, dimana mereka semua yang saya temui,
kebetulan hampir semuanya senantiasa tersenyum dihadapan pasien mereka, bahkan
tidak jarang melucu untuk dapat menghibur dan memberikan motivasi kepada para
pasien tersebut. Dalam sebuah proses penanganan medis, kita betul-betul
mengetahui bahwa yang terlibat didalamnya hanya para pasien dengan paramedic,
dan disaksikan oleh Tuhan, dan perilaku paramedic sangat menentukan nasib
seorang pasien.
Saya sempat
tertawa miris saat mendengar ada kasus seorang dokter bedah justru malah
melecehkan pasien yang tengah dirawatnya, atau paramedic lain yang entah
kemasukan setan darimana yang justru dia berhubungan badan dengan seorang
mayat. Maka, bisa dikatakan, mereka adalah manusia yang diberikan Tuhan
kesempatan untuk menyelamatkan atau semakin menghancurkan kehidupan seseorang. Saya
bersyukur, mereka yang saya temui sepanjang usaha penyembuhan saya adalah para
ahli medis yang menggunakan senyum untuk menyelamatkan manusia.
Para dokter
terapi avasin saya yang senantiasa berkomunikasi dan menghadirkan gelak tawa,
ditengah terapi yang memang menyakitkan. Dokter-dokter spesialis baik syaraf
maupun penyakit dalam yang bahkan mampu menenangkan seorang kakek yang
mengalami gangguan di jantung dan paru-parunya. Dokter spesialis THT yang
dengan senyum dan keramahannya bisa dengan mudahnya menghilangkan trauma
individu akan rumah sakit. Hingga para perawat baik yang menerima dan melayani
pasien nya dengan senyum dan semangat, sehingga pasien tersebut merasa nyaman,
merasa tenang meskipun tengah mengalami penyakit yang tidak bisa dikatakan
ringan.
Saya
sendiri? Saya hanyalah seorang pemuda yang diminta untuk bersabar dengan belum
bisa berjalan. Saya seolah seperti seseorang yang beruntung, karena dalam
proses penyembuhan ini saya senantiasa dikelilingi oleh orang-oang luar biasa
baik, dimana kesan pertamanya adalah, mereka semua menyelamatkan manusia dengan
senyum. Atau, senyum mereka lah yang membantu menyelamatkan hidup manusia.
Kalian adalah Rekan Terbaik
Saya
tertawa ketika seorang rekan meminta maaf karena belum bisa bekerja maksimal
dalam menjalankan sebuah amanah. Dalam proses penyembuhan ini, saya memang
meninggalkan sangat banyak amanah di kampus, termasuk amanah akademik seperti
skripsi. Namun, saya sangat bersyukur,
Allah menghadirkan sahabat luar biasa disekitar saya , dengan mudahnya mereka
menerima dan menjalankan amanah-amanah yang saya memang belum bisa selesaikan.
Meskipun
kondisi yang serba terbatas seperti ini beberapa amanah bisa bersama kami
selesaikan, baik itu proses pembentukan forum alumni, hingga pembentukan sebuah
lembaga fakultas. Tidak ada kata yang bisa saya ungkapkan selain bersyukur,
karena jika kita berbicara soal siapakah beban dalam proses amanah tersebut, saya
menganggap sayalah bebannya, karena saya sendiri belum bisa melakukan sesuatu
sebagaimana mestinya.
Maka, bagi
mereka yang menganggap mereka belum bisa melakukan yang terbaik, inilah jawaban
saya. Tahukah, saya sangat bersyukur kepada Allah, karena telah dipertemukan
dengan rekan-rekan terbaik seperti kalian. Rekan terbaik yang semoga, Allah SWT
mempertemukan kita di surge-surga Allah.
Kawan..
Kepada
siapapun yang berada dalam kondisi tidak beruntung, sedang ditimpa ujian yang
berat, bersabar dan berdoalah, serta berusaha. Karena saya yakin Allah
menyiapkan malaikat-malaikat tanpa sayap disekeliling kita. Mereka adalah
manusia biasa dengan kaki tangan yang sama kita miliki, namun hati dan keimanan
serta dukungan mereka kepada kita semua adalah berkah yang tidak terkira. Bagi
siapapun yang merasa khawatir dengan kesembuhan dan aktifitas duniawi, ingatlah
bahwa senantiasa ada individu terbaik yang Allah berikan kepada kita untuk
memudahkan urusan kita.
Namun
kawan, janganlah kamu lupakan mereka yang memberikan kebaikan ditengah ketidakmampuanmu
untuk berbuat sesuatu. Ukir kebaikan-kebaikan mereka, nama-nama mereka jauh
didalam hatimu. Abadikan mereka dalam pikiran dan karya-karyamu. Dan angkatlah
derajat mereka dengan doa-doa yang kamu ucapkan, disampin doamu untuk
kesembuhan penyakitmu. Allah menyukai orang-orang yang mendoakan saudaranya
tanpa saudaranya tahu, dan Allah menyukai orang yang pandai dan tahu membalas
budi, saling menyayangi, dan saling menasehati.
Untuk
mereka yang berada disana, saya hanya bisa mendoakan, semoga keberkahan Tuhan
senantiasa menaungi keluarga dan diri beliau-beliau ini.
Wallahu
‘Alam
No comments:
Post a Comment