Mabuk Amanah
“I Oh I
Oh I
I’m
feeling drunk and high, so high, so high
Oh I Oh I
Oh I
I’m
feeling drunk and high, so high, so high”
-coldplay,
Hymn for The Weekend
Diatas adalah
petikan dari reff lagu hym for the weekend, dinyanyikan oleh coldplay dan
berhasil menyedot +/- 100 juta pemirsa di youtube. Perlu ditegaskan ane ngga
mendukung coldplay apalagi dengan gagasan LGBT yang mereka dukung, well, maaf,
gagasan homoseksual dan kelainan seksual yang mereka dukung, namun secara umum
lagu Hymn ini menarik, mengapa, lirik lengkapnya bisa menjadi redefinisi hidup.
Lagu ini menceritakan sesosok malaikat, atau sesuatu yang diutus dari atas
kebawah, untuk memuaskan dahaga seorang insan yang tengah lelah dan jatuh. Insan
ini kemudian merasakan kepuasan dahaga, merasakan kepuasan cinta yang diberikan
oleh sang malaikat, bahkan dalam beberapa hal, malaikat ini memberikan bantuan
dengan mengangkat beban sang insan melalui batuan sayapnya.
Sang insan
memang merasa terbantu, namun, pada reff yang saya tuliskan, insan ini
merasakan perasaan “mabuk”, perasaan senang yang berlebihan yang membuat dia
merasa “terbang”, merasa senang, sangat senang hingga akhirnya dia “lupa”. Begitulah
gambaran sekilas lagu Hymn for the Weekend, dan sejujurnya lagu ini cocok
dengan sesuatu yang ingin saya bahas hari ini, tentang mabuk amanah karena
sejujurnya konsep yang ditawarkan lagi ini sama persis dengan konsep
manusia-menerima-amanah atau seorang aktivis memperoleh amanah untul dikelola.
Manusia pada
dasarnya berasal dari ketiadaan, dalam kajian ulama hanya beberapa jenis mahluk
yang diciptakan dan mereka sempat menjadi pengemban amanah dari Allah. Diantara
mereka ada dari golongan jin dan malaikat, dan jin adalah mahluk yang
dibebankan amanah untuk mengelola bumi dan seisinya. Pada suatu ketika, digelar
perang untuk membrsihkan sebagian besar bumi dari golongan jin yang membangkang
karena pada dasarnya, pembangkang adalah sifat dari jin. Perang ini adalah
koalisi malaikat dengan jin saleh yang dipimpin oleh Iblis, ditegaskan, iblis
bukan dari golongan malaikat, dia dari golongan jin (sebagaimana ditegaskan
dalam Al-Qur’an dan membantah logika lucifer sebagai fallen angel).
Singkat cerita,
koalisi jin dan malaikat menang, hanya tersisa sedikit jin jahat dimuka bumi. Pada
era itu, jin dan malaikat bisa terbang dan menembus sidratul muntaha dan ikut
dalam majelis Allah SWT. Setelah perang dan prestasi hebat dari jin ini, Allah
menentukan akan menyerahkan posisi khalifah dimuka bumi, dan seperti dijelaskan
pada surat Al-Baqarah, bukan iblis (pahlawan dari kalangan jin saleh) yang
dipilih untuk sebagai khalifah, namun Allah menciptakan mahluk baru, dari tanah
liat yang ditiupkan ruuh-nya dengan Ruh Allah (beberapa kalangan teologis
membangun argumentasi prinsip apotheosis berdasarkan hal ini), perlu dicatat,
bahwa tujuan Allah menciptakan manusia sejak awal adalah menjadi khalifah, ini
perlu diperhatikan, kenapa? Kehidupan manusia dan proses diturunkannya Adam AS
dari surga adalah bagian dari skenario Allah ini, maka, sebuah kesalahan kalau
disebutkan bahwa manusia dipilihkan Allah untuk hidup di surga, surga hanya
bagian dari sejarah panjang ummat manusia.
Diturunkannya
manusia ke muka bumi sebagaimana yang diceritakan adalah salah satu pembebanan
amanah. Kita ketahui bersama, sebelum penciptaan manusia Allah sudah menanyakan
kesiapan seluruh mahluk untuk mengemban amanah sebagai khalifah dimuka bumi
yang mana seluruh mahluk menolak (kecuali iblis yang memiliki ambisi kesana),
semua mahluk menolak kecuali manusia, dan sekali lagi semua ini atas kehendak
Allah. Bedanya, manusia disini memiliki pilihan untuk menjalankan amanahnya, bisa
menjadi khalifah baik maupun buruk. Kadang dalam menjalankan amanah Allah, kita
dibantu dengan luar biasa oleh kehendak Allah, seperti diselamatkan dari hal
seperti kepeleset, hingga hal besar seperti peristiwa terbelahnya lautan dan
peristiwa pasukan bergajah. Bantuan Allah sesungguhnya bagian dari “kemudahan”
yang Allah berikan pada manusia, dan ini yang seringkali dilupakan manusia.
Begitu pula
dengan para aktivis, para penggerak diberbagai lembaga atau organisasi
tertentu, mereka seringkali dimabukkan oleh amanah yang dibebankan. Beberapa di
posisi petinggi lupa akan uang rakyat, beberapa di posisi pegawai lupa akan
status sebagai abdi negara, beberapa aktivis seringkali juga lupa, jabatan
tenar yang diemban tidak lain karena kepemilikan saham para shareholder yang
lain, hal ini perlu dijadikan perhatian, mengapa, karena memahami urgensi ini
akan memberikan warna berbeda pada saat kita menjalankan amanah. Amanah dalam
pandangan saya, adalah minuman keras bercitarasa tinggi, sebagai pengganti dari
minuman keras sungguhan. Keberadaan amanah adalah ujian sekaligus nikmat bagi
kalangan manusia, lebih khusus aktivis, mengapa demikian, bagaimanapun amanah
adalah minuman keras, mabuk lagi memabukkan.
Maka perlu
kembali kita melihat kebelakang, amanah yang tengah diemban ini, siapa yang
menitipkan dan purpose dari amanah-nya, dan, keyakinan bahwa amanah ini
adalah minuman keras, perlu hati-hati dalam mengemban amanah tersebut. Jangan sampai
dimabukkan oleh amanah, jangan sampai kita merasa “tinggi” dengan adanya
amanah. Kalapupun kita memperoleh amanah dengan usaha sendiri, ada peran tuhan
yang turut membantu turunnya amanah tersebut.
Wallahu ‘Alam
Created by :
Muhammad Abdullah 'Azzam, Bachelor Students of Management Study, Faculty of Economy and Business, Sebelas Maret University, Surakarta.
For further information contact me in felloloffee@gmail.com or azzamabdullah@student,uns.ac.id
No comments:
Post a Comment