Ada sebuah
opini yang seharusnya tidak berkembang di masyarakat modern, namun entah kenapa
opini ini ditumbuhkan, diperlihara dan dipaksakan adanya di masyarakat. Opini tersebut
dapat diejawantahkan dalam sebuah kalimat “pemerintah senantiasa melakukan
segalanya demi masyarakat dan perilaku oposisi adalah musuh bersama”. Ketika roda
zaman masih berhenti di era feodal, dengan sistem raja-raja dan tuan tanah,
pernyatan ini relevan karena hidup matinya seseorang ditentukan oleh si
penguasa. Namun ini zaman modern, dan kita hidup di negara demokrasi. Tapi apakah
penulis akan mengkritik pemerintah dalam tulisan ini? no, sudah ada oposisi di
negara ini, namun sebagai seorang akademisi, mengambil sikap sebagai “bandul”
adalah keniscayaan.
I mean, ini
dunia ilmu pengetahuan, disini ilmu pengetahuan yang berkuasa, bukan
kepentingan politik dan golongan.
Sebenarnya sudah
cukup lama kejadian yang terjadi selama sejarah manusia menunjuk pada satu
arah. Pada akhirnya manusia akan lahir sendiri-sendiri, hidup dengan desain
hidupnya sendiri dan masuk liang lahat dengan kondisi matinya sendiri-sendiri. Dalam
sebuah kuburan massal pun tidak semua orang mati karena sebab yang sama. Artinya,
memang desain mengapa dunia ini diadakan adalah untuk ujian pribadi,
ditunjukkan bahwa pada akhirnya semua hubungan dengan apapun yang dimiliki di
dunia ini, akan berakhir, sebagaimana awalnya hal tersebut tidak pernah
berawal.
Coba bayangkan
aja bayi yang meninggal dalam kandungan atau yang di aborsi. Dia belum sempat
merasakan kasih sayang fisik, sedihnya, ketika dia di aborsi dia sudah
merasakan kebencian fisik sebelum sempat merasakan kasih sayang dalam bentuk
apapun.
Lantas disini,
apa alasan kita meyakini bahwa orang lain melakukan sesuatu selalu demi kita,
dan mereka tidak memiliki keinginan individual dalam diri mereka? Tentu tidak
mungkin. Setiap orang siapapun dia pasti memliki keinginan individu, mempunya
tujuan masing-masing, karena memang dia hidup di dunia ini untuk dirinya, bukan
demi siapapun. Inilah kenapa cukup aneh ketika masyarakat modern dan demokratis
sempat berpikir bahwa ada satu pihak maha benar hanya karena dia mengatur
kekuasaan. Bukankah lucu? Karena pada hakikatnya pekerjaan mereka ini juga atas
kepercayaan dan piihan yang kita berikan dalam sebuah pilihan umum, suara kita
masing-masing, dihitung satu, bukan kolektif!
Apakah orang
tua bekerja keras hanya demi anaknya? Iya dan tidak, kenapa? Karena sebagai
individu orang tua sekalipun perlu bertahan hidup. Karena jika dia betul sayang
anaknya, dia akan memastikan dirinya hidup sampai anaknya mampu untuk hidup
sendiri. Ini realitas sederhana, meskipun pada akhirnya jika kita percaya pada
tuhan dan takdir, pernyata “dia betul sayang anaknya” tetap ditentukan oleh
Tuhan dan TakdirNya.
Individualism
kita inilah yang akhirnya mendorong kita untuk memenuhi kewajiban diri dan
meminta hak dari orang lain. Transaksi seperti ini lumrah! Karena memang
begitulah kita hidup. Transaksi kita dengan benda mati pun seperti ini, ketika
kita ingin emas, maka galilah tanah, cari urat emas, dan tanah memberikan
emasnya. Sederhana, bukan? Kewajiban kita menggali dan mencari urat emas,
kewajiban tanah memberikan emasnya jika sudah kita temukan. Kita ambil hak kita
dari tanah, setelahnya tanah kita tutup, terpenuhilah hak tanah untuk terjaga
struktur dan zat haranya. Sesederhana ini konsep hidup dan interaksi dalam hidup
kalau kita melihat hidup sebagai sebuah kesatuan individual.
Lantas apa
yang salah dari menyuarakan pendapat, melontarkan kritik, dan meminta terpenuhi
hak selepas menuntaskan kewajiban? Ini lumrah dan memang harus dilakukan. Karena
inilah alasan kenapa dan bagaimana kita harus hidup sebagai individu. Inilah kenapa
sejak kita lahir, kita sudah menjadi pribadi merdeka, pribadi yang akan selalu
bertemu tali kepentingan dengan orang lain.
Maka hentikanlah
perilaku mengkultuskan penguasa, karena sederhananya, mereka hadir juga karena
kita ada.
Lalu berhentilah abai dalam memandang diri sebagai jelata, tidak ada
kata jelata, yang ada adalah para patriot yang tidak terpenuhi hak-hak nya. Setelah
kamu mati kamu akan mengurus diri sendiri,
lantas kenapa saat kita hidup kita
tidak coba menikmati hidup dengan cara yang kita yakini benar?
Namun dalam
hidup tetap ada pakem, ada aturan, ada hak-hak orang lain yang perlu dipenuhi. Inilah
kenapa, menikmati hidup dengan cara terbaik adalah melaksanakan kewajiban dan
meminta hak. Melaksanakan kewajiban artinya kita memenuhi hak orang lain,
meminta hak artinya melanjutkan kehidupan kita sendiri. Inilah konsep sederhana
bekerjasama dalam masyarakat. Jika pihak lain tidak mau memenuhi hak-haknya,
apakah kita diam saja? Jika memang demikian artinya kita bukan manusia merdeka,
kita tidak lebih dari budak. Karena manusia merdeka memang ditakdirkan untuk
merdeka dengan dirinya, mampu memenuhi kewajibannya dan berani meminta
hak-haknya.
Betul pengadilan
Tuhan bagi yang percaya pada Tuhan memang maha adil.
Tapi apa ya
mau istri yang diperjuangkan maharnya diizinkan untuk dipergilirkan oleh banyak
lelaki? Kecuali kalau anda punya selera semacam itu ya terserah anda.
Muhammad Abdullah 'Azzam, Bachelor of Management Study, Faculty of Economy and Business, Sebelas Maret University, Surakarta.
For further information contact me in felloloffee@gmail.com or skripsiazzam@gmail.com
Alumni Penerima Manfaat Beasiswa Aktifis Nusantara Dompet Dhuafa Angkatan 6
Untuk tulisan lain , silahkan kunjungi pranala dibawah ini
kunjungi juga profil selasar saya di :
Thanks for your support!
Follow dan Komen untuk artikel-artikel menarik lainya
No comments:
Post a Comment