Gerai Inspirasi

ekonomika politika romantika

LightBlog
Responsive Ads Here

Sunday, November 17, 2019

Terlahir sebagai Oposisi





Ada sebuah opini yang seharusnya tidak berkembang di masyarakat modern, namun entah kenapa opini ini ditumbuhkan, diperlihara dan dipaksakan adanya di masyarakat. Opini tersebut dapat diejawantahkan dalam sebuah kalimat “pemerintah senantiasa melakukan segalanya demi masyarakat dan perilaku oposisi adalah musuh bersama”. Ketika roda zaman masih berhenti di era feodal, dengan sistem raja-raja dan tuan tanah, pernyatan ini relevan karena hidup matinya seseorang ditentukan oleh si penguasa. Namun ini zaman modern, dan kita hidup di negara demokrasi. Tapi apakah penulis akan mengkritik pemerintah dalam tulisan ini? no, sudah ada oposisi di negara ini, namun sebagai seorang akademisi, mengambil sikap sebagai “bandul” adalah keniscayaan.

I mean, ini dunia ilmu pengetahuan, disini ilmu pengetahuan yang berkuasa, bukan kepentingan politik dan golongan.

Sebenarnya sudah cukup lama kejadian yang terjadi selama sejarah manusia menunjuk pada satu arah. Pada akhirnya manusia akan lahir sendiri-sendiri, hidup dengan desain hidupnya sendiri dan masuk liang lahat dengan kondisi matinya sendiri-sendiri. Dalam sebuah kuburan massal pun tidak semua orang mati karena sebab yang sama. Artinya, memang desain mengapa dunia ini diadakan adalah untuk ujian pribadi, ditunjukkan bahwa pada akhirnya semua hubungan dengan apapun yang dimiliki di dunia ini, akan berakhir, sebagaimana awalnya hal tersebut tidak pernah berawal.

Coba bayangkan aja bayi yang meninggal dalam kandungan atau yang di aborsi. Dia belum sempat merasakan kasih sayang fisik, sedihnya, ketika dia di aborsi dia sudah merasakan kebencian fisik sebelum sempat merasakan kasih sayang dalam bentuk apapun.

Lantas disini, apa alasan kita meyakini bahwa orang lain melakukan sesuatu selalu demi kita, dan mereka tidak memiliki keinginan individual dalam diri mereka? Tentu tidak mungkin. Setiap orang siapapun dia pasti memliki keinginan individu, mempunya tujuan masing-masing, karena memang dia hidup di dunia ini untuk dirinya, bukan demi siapapun. Inilah kenapa cukup aneh ketika masyarakat modern dan demokratis sempat berpikir bahwa ada satu pihak maha benar hanya karena dia mengatur kekuasaan. Bukankah lucu? Karena pada hakikatnya pekerjaan mereka ini juga atas kepercayaan dan piihan yang kita berikan dalam sebuah pilihan umum, suara kita masing-masing, dihitung satu, bukan kolektif!

Apakah orang tua bekerja keras hanya demi anaknya? Iya dan tidak, kenapa? Karena sebagai individu orang tua sekalipun perlu bertahan hidup. Karena jika dia betul sayang anaknya, dia akan memastikan dirinya hidup sampai anaknya mampu untuk hidup sendiri. Ini realitas sederhana, meskipun pada akhirnya jika kita percaya pada tuhan dan takdir, pernyata “dia betul sayang anaknya” tetap ditentukan oleh Tuhan dan TakdirNya.

Individualism kita inilah yang akhirnya mendorong kita untuk memenuhi kewajiban diri dan meminta hak dari orang lain. Transaksi seperti ini lumrah! Karena memang begitulah kita hidup. Transaksi kita dengan benda mati pun seperti ini, ketika kita ingin emas, maka galilah tanah, cari urat emas, dan tanah memberikan emasnya. Sederhana, bukan? Kewajiban kita menggali dan mencari urat emas, kewajiban tanah memberikan emasnya jika sudah kita temukan. Kita ambil hak kita dari tanah, setelahnya tanah kita tutup, terpenuhilah hak tanah untuk terjaga struktur dan zat haranya. Sesederhana ini konsep hidup dan interaksi dalam hidup kalau kita melihat hidup sebagai sebuah kesatuan individual.

Lantas apa yang salah dari menyuarakan pendapat, melontarkan kritik, dan meminta terpenuhi hak selepas menuntaskan kewajiban? Ini lumrah dan memang harus dilakukan. Karena inilah alasan kenapa dan bagaimana kita harus hidup sebagai individu. Inilah kenapa sejak kita lahir, kita sudah menjadi pribadi merdeka, pribadi yang akan selalu bertemu tali kepentingan dengan orang lain.
Maka hentikanlah perilaku mengkultuskan penguasa, karena sederhananya, mereka hadir juga karena kita ada. 

Lalu berhentilah abai dalam memandang diri sebagai jelata, tidak ada kata jelata, yang ada adalah para patriot yang tidak terpenuhi hak-hak nya. Setelah kamu mati kamu akan mengurus diri sendiri, 

lantas kenapa saat kita hidup kita tidak coba menikmati hidup dengan cara yang kita yakini benar?
Namun dalam hidup tetap ada pakem, ada aturan, ada hak-hak orang lain yang perlu dipenuhi. Inilah kenapa, menikmati hidup dengan cara terbaik adalah melaksanakan kewajiban dan meminta hak. Melaksanakan kewajiban artinya kita memenuhi hak orang lain, meminta hak artinya melanjutkan kehidupan kita sendiri. Inilah konsep sederhana bekerjasama dalam masyarakat. Jika pihak lain tidak mau memenuhi hak-haknya, apakah kita diam saja? Jika memang demikian artinya kita bukan manusia merdeka, kita tidak lebih dari budak. Karena manusia merdeka memang ditakdirkan untuk merdeka dengan dirinya, mampu memenuhi kewajibannya dan berani meminta hak-haknya.

Betul pengadilan Tuhan bagi yang percaya pada Tuhan memang maha adil.

Tapi apa ya mau istri yang diperjuangkan maharnya diizinkan untuk dipergilirkan oleh banyak lelaki? Kecuali kalau anda punya selera semacam itu ya terserah anda.



Muhammad Abdullah 'Azzam, Bachelor of Management Study, Faculty of Economy and Business, Sebelas Maret University, Surakarta.


For further information contact me in felloloffee@gmail.com or skripsiazzam@gmail.com
Alumni Penerima Manfaat Beasiswa Aktifis Nusantara Dompet Dhuafa Angkatan 6

Untuk tulisan lain , silahkan kunjungi pranala dibawah ini

kunjungi juga profil selasar saya di :

Thanks for your support!
Follow dan Komen untuk artikel-artikel menarik lainya 

No comments:

Post a Comment