Gerai Inspirasi

ekonomika politika romantika

LightBlog
Responsive Ads Here

Friday, December 4, 2015

Kakurenbo #3

Keterkejutanku masih belum tuntas, dia berdiri, melepas selimut tebal yang menutup kakinya. Terlihat rok yang sudah lusuh, kotor, baju sebuah sekolah yang tidak bisa aku kenali lagi karena saking kotornya, berpadu dengan kucing aneh yang membuatku bertemu dengan nya. Tuhan selalu memiliki rencana terbaik, kata seorang rekan di negara asalnya, dan aku berpikir, apa yang tuhan akan rencanakan untuk-ku.
"bagaimana? boleh aku tinggal bersamamu? aku percaya kamu tidak akan menyakitimu, dan aku juga tidak berniat menyakitimu"
kata-kata gadis itu tenggelam dalam lamunan, terngiang kembali kejadian beberapa tahun lalu, di sebuah negara tropis yang terus memanas, terendam dalam konflik yang membunuh.

Selasar Sebuah Masjid, Surakarta, 3 Tahun Lalu
musim panas mulai terbit, menghapus sisa-sisa gerimis beberapa hari yang lalu. masjid itu masih ramai, beberapa orang melingkar di dalam masjid, mengaji. beberapa yang lain tertawa di selasar masjid berwarna hijau, menceritakan kisah-kisah di kelas, atau terlihatnya botak kepala seorang dosen. beberapa pasang muda mudi terlihat saling melambaikan tangan karena lokasi tempat wudhu yang berbeda. kedua pemuda itu duduk bersandar di bawah pohon kurma, di dekat sebuah kolam ikan berair hijau. terlihat seseorang melepas kacamatanya, menatap kacamatanya dalam, sedangkan yang seorang mengusap-usap kopiah. sore itu memang cukup panas, meskipun sholat ashar sudah tuntas didirikan dan lantunan ayat suci sudah tuntas dibacakan. namun tetap saja terasa panas, dan makin panas bagi mereka berdua, bukan saja panas matahari tropis, tetapi lebih pada panas di akal dan hati mereka.

"bagaimana kabar fakultasmu Mad? kudengar bapak-bapak di sana mulai berani mengerjai kau dan anak-anak buah kau ya?"
yang memakai kopiah membuka percakapan, sambil menatap jauh ke atas atmosfer, seolah mencari sesuatu di langit.
rekannya tersenyum kecut, terlihat menggedikkan bahu, dan mengusap rambutnya yang terlihat berantakan.
"aku lelah Fif"
jawaban yang tidak pernah di duga oleh Afif keluar, sebuah jawaban keputus asaan, terasa berat kata-kata sederhana yang dilontarkan Ahmad. seolah sebuah takdir sudah digoreskan pada hari itu, Afif tersenyum kecil, menatap Ahmad.
"kenapa baru lelah sekarang pak? bukannya sudah lama kita merasakan rasa capek ini?"
"aku akan mencoba lari dari takdir ku fif. aku akan pergi dari kota ini, tidak, aku akan pergi dari negara ini" ahmad berkata dengan suara berat, seoalah ribuan ton beban dia keluarkan saat itu, seolah dia memprotes keputusan tuhan, dan mempersalahkan dirinya di masa lalu yang ringan saja ketika disodorkan kesempata "memilih takdir" di masa lalu.

Angin sore berhembus lembut menemani keheningan diantara mereka, seolah menggelitiki telinga dan pipi masing-masing insan yang tengah dilanda kegamangan. Afif masih menatap awan berarak, kali ini senarai kuning yang memancar melalui minaret telah berganti warna menjadi keemasan, dengan senyum dan tenang, dia menepuk pundah ahmad, rekannya,
"kamu nak kemana kalau tidak tinggal di kota ini?"
sebuah pertanyaan retoris karena Afif tahu betul siapa Ahmad. Afif adalah laki-laki melayu tulen, anak fakultas ilmu sosial yang humoris, cerdas dan bijaksana. namun, dia tahu betul, kaliber dia dengan ahmad seperti sebuah rudal dengan pelor pistol. seorang mahasiswa berprestasi terbaik di fakultas, dan nomor 2 di universitas. peraih berbagai penghargaan di dunia kepenulisan baik non fiksi maupun cerita-cerita fiksi. menguasai beberapa bahasa, pernah bertarung dalam perebutan kursi puncak kepemimpinan mahasiswa. namun, Afif tahu, kawannya tidak setegar karang, dia sangat rapuh. pertanyaan retoris tadi, tak ubahnya sebuah kata perpisahan sebenarnya.

"aku mau ke jepang, mengejar mimpi pribadi-ku. aku akan membuat sebuah dunia, untuk ku sendiri. hanya untuk ku. tidak akan aku biarkan... "

aku tersadar dari lamunan ku, ketika tangan mungil gadis jepang itu menggoyang ujung jaket ku hingga beberaoa potong tuna terjatuh di tanah dan dimakan oleh si kucing aneh itu. aku tergeragap kaget, terasa tangannya gemetar ketakutan, entah aku tidak tahu, tetapi gamang ketika aku menatap matanya. mata itu meminta jawaban, jawaban pertanyaan aneh yang dia lontarkan, pertanyaan yang aku tidak pernah membayangkan akan terdengan di sebuah kota yang aku tidak mengenal satu pun orang. di kota yang aku harap aku bisa mengurung diri di duniaku, melupakan semua masalah ku.

"tolong aku.. aku mohon selamatkan aku.. aku tidak memiliki orang lain yang bisa aku percaya selain kamu"
"selamatkan aku dari lilitan iblis. tolong aku, Ahmad!"
 -to be continued

memecahkan keheningan, kunang-kunang melayang di siang hari. menyebarkan pendar sinar yang redup di hantam matahari. takdir telah digoreskan, kunang-kunang yang terbang di siang hari, harus berani menentang matahari. atau, lebih tepatnya, takdir tuhan akan ada, dan skenario tuhan akan senatiasa mengikuti dan memberikan kejutan kepada dirimu.


-Azzam Abdullah 

No comments:

Post a Comment