AAI dan Masa Depan Negeri
“Insya Allah Mas”
Oleh : Muhammad Abdullah ‘Azzam
Mahasiswa S1 Manajemen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sebelas Maret
Universitas Sebelas Maret, UNS, memiliki 10 fakultas dengan puluhan
jurusan dan prodi, semacam Indonesia yang memiliki 13.000 pulau, dengan 6 gugus
kepulauan besar. Masing-masing dari fakultas tersebut, memiliki cerita
tersendiri, dan cerita tersebut mungkin dipandang remeh oleh sekelompok orang,
mungkin dipandang menarik oleh orang lain, dan mungkin tidak lebih dari pemanis
saja bagi keberjalanan sebuah rencana. Cerita ini berasal dari sebuah tempat di
kampus UNS, bukan tempat sembarangan katanya, dari tempat itu lahir ratusan
orang-orang hebat, ya, dari masjid Nurul Huda. Disana, beberapa orang
berlarian, terlihat sibuk menyiapkan sebuah agenda besar, konon, agenda ini
merupakan agenda nasional yang dikerjakan oleh 40 universitas di negeri ini,
konon juga, ini adalah rintisan kontinyu yang akan dilaksanakan rutin, tapi
entahlah. Hiruk pikuk itu sama sekali tidak mempengaruhi sekelompok anak muda
yang tertawa-tawa, bertemu untuk pertama kalinya, dalam sebuah lingkaran.
Sebuah lingkaran agung yang menentukan siapa nanti yang akan berkuasa di
belantara negeri ini.
Bukan sebuah forum luar biasa seperti forum-forum muktamar
ormas-ormas, atau munas partai-partai, hamya forum kecil berjumlah 4-5 orang.
Tidak ada suguhan mewah, bahkan terkadang yang dibawa dan dimakan hanya cerita
dan obrolan ringan. Tapi, entah kenapa, lingkaran ini menarik perhatian cukup
banyak orang, dikarenakan orang-orang didalamnya, dan dia yang mengepalai
lingkaran itu berasal dari sebuah fakultas yang penuh dengan intrik. Mitos
menyebutkan, lingkaran kecil itu sebenarnya sebuah model pendidikan yang
diunggulkan di kampus ini, tetapi entah kenapa, ada beberapa oknum yang tidak
menyukai adanya lingkaran-lingkaran tersebut. Anggapan miring tersebar,
prasangka dan gosip menjadi bumbu, ya semacam itulah, negeri ini juga tengah
berkutat pada permasalahan yang sama kok.
Orang-orang yang tergesa-gesa tidak mempengaruhi mereka dalam
berbagi cerita, selayaknya orang yang lama tak berjumpa kalau melihat dari
gelak tawa dan guyonan segar mereka, tetapi, orang yang paham akan menyadari
mereka adalah individu yang aru bertemu kurang dari 5 menit, baru saling
melihat muka lah. Mereka memulai dengan saling mengenal, ternyata, di
sekeliling sang tetua adalah anak SMA yang ditakdirkan selalu bersama selama 3
tahun, dan seorang petarung dari Kota Temanggung. Mereka bercerita, diawali
dengan latar belakang mereka, mereka siapa dan mengapa bisa “terdampar” di
kampus UNS. Seseorang berkata “saya maunya ke UI atau UGM mas, tapi cinta saya
ditolak”, yang lain berkata “kalau saya sih memang mau kesini mas, mentok-mentok
lah”, selebihnya berkata “saya sendiri ngga percaya bisa kesini mas”.
Obrolan berlanjut tentang apa yang mereka hebohkan, dan yang mereka hebohkan
ternyata membuat anda mungkin terbelalak.
Selain sang tetua, terlihat mereka sibuk mengutak-atik telepon
seluler mereka, sambil berbisik-bisik geli. Wajar apabila sang tetua
menanyakan, ada apa sebenarnya, kenapa sibuk sekali dengan telepon seluler,
mereka menjawab “kami mau keluar dari sebuah grup mas”. Tetua bertanya, ada apa
dengan grup itu, dan jawabannya lebih mengagetkan “grup ini isinya tidak
bermanfaat mas, omongan kotor dan tidak jelas, tidak bermanfaat, padahal ini
grup alumni SMA kami mas”. Terlihat tetua melihat isi dari grup tersebut, dan
tertawalah dia. Tertawa yang aneh, seperti tawa sedih dan terkejut mungkin.
Sedih, karena isi grup tersebut seperti sebuah situs dewasa, dan terkejut,
mereka yang masih sekecil itu, mungkin masih dalam masa pemberontakan remaja
mampu menarik dan menjaga diri dari kesia-sia an, mungkin hal baru bagi sang
tetua.
Terlihat ada kegaduhan lagi di lingkaran itu, rupanya, para anak
muda itu tidak betah, ingin segera bermain futsal dan bermain bulu tangkis
katanya. Terlihat sang tetua menenangkan mereka, mengajak mereka untuk mengkaji
kalam illahi, dengan iming-iming segera diselesaikan lingkaran tersebut. Satu
demi satu, ayat suci tersebut di bacakan, terlihat raut muka sang ketua terbelalak,
mendengarkan bagaimana mereka sangat fasih melafalkan ayat suci tersebut.
Al-Baqarah dengan indah melantun, menceritakan kebodohan kaum yahudi, para
penceroboh pembunuh nabi. Masing-masing membaca dengan bacaan yang fasih,
seolah mereka telah lama berinteraksi dengan kalam illahi, dan sekali lagi, di
tengah masa pemberontakan remaja mereka.
Selepas mengaji, sang tetua menanyakan, kenapa bacaan mereka bagus.
Salah seorang menjawa dulu dia pernah berada di kerohanian islam, yang lain
menjawab, mereka memang rutin mengaji. Terlihat raut muka puas dari sang tetua,
melihat perilaku baik dari anak-anak muda yang mungkin baru pertama kali
mencoba dan belum mengetahui, tantangan besar apa yang mereka hadapi. Sang
tetua kemudian menanyakan, sebuah komitmen kepada mereka, “adik-adik
benar-benar mau ikut sama saya? Dengan forum seperti ini?”, dengan tatapan
serius, dipandangi masing-masing dari mereka. Belum menjawab jawaban yang
jelas, tetua itu menceritakan apa yang akan mereka hadapi, tentang bagaimana
kondisi di lingkungan mereka belajar, bagaimana tantangan jika memasuki
lingkaran tersebut, serta beratnya jalan yang bernama jalan dakwah.
“Insya Allah, mas, saya siap”, seseorang dari anak muda itu
menjawab, segera selepas cerita tersebut diakhiri sang tetua, tidak dengan
jawaban mengambang seperti sebelumnya, jawaban mantap, dengan tatapan mata
fokus. Sang tetua tersenyum puas, dan menatap yang lain, seseorang berkata
“mas, saya siap, tetapi saya tidak memiliki kendaraan bermotor, dan kost saya
jauh di Pucangsawit” terlihat tatapan mata meredup, penuh kebingungan “nanti
sama saya saja, saya jemput”, teman di sebelahnya menepuk pundak nya, tersenyum
meyakinkan, “kami berdua Insya Allah siap mas”. Sang tetua meleleh, tersenyum
bahagia, makin bahagia ketika orang terakhir berkata “mas, apa yang akan kita
lakukan untuk memulai perbaikan ini mas?”, sebuah kata-kata penutup yang
mengesankan pada pertemuan mereka hari itu, terlihat sang tetua menyalami
mereka, membuat janji pertemuan mendatang, dan dengan tenang, kembali pada
kesibukan aktifitas dia, begitu pula dengan mereka yang sempat bercanda
sejenak, sebelum membubarkan diri.
Saya hanya tersenyum simpul melihat kejadian malam itu, di tengah
hiruk pikuk kesibukan manusia saya bisa melihat sebuah cahaya harapan. Cahaya
harapan yang dipancarkan bukan dari mimbar-mimbar muktamar, ya, hanya dari
lingkaran kecil, beranggotakan daun-daun muda, individu muda yang mungkin dunia
tidak mengetahui siapa mereka. Tetapi, keteguhan tatapan mata, dan kebersamaan
menyejukkan itu seolah memberikan garansi, garansi kebangkitan, garansi
perlawanan, dan garansi perebutan kembali. Kebangkitan, artinya kebangkitan
islam, kebangkita kebaikan yang disebar Nabi Muhammad SAW 14 abad yang lalu.
Perlawanan, pertempuran menantang tirani, dengan cara dan aturan medan laga
masing-masing, serta perebutan kembali, merebut kembali apa yang telah dirampas
dengan cara elegan, layaknya pahlawan.
Bangkit berdiri, saya menorehkan catatan besar dalam benak saya,
dengan keberadaan mereka, saya sangat yakin lingkungan yang saya tempati akan
menjadi salah satu taman firdaus. Dengan perjuangan keras, kebersamaan dan
cinta, saya, dia, dan mereka, mungkin dapat memastikan dengan izin Allah, kami
akan memulai kebangkitan kami, kebangkiitan kami di rumah kami sendiri. Saya
berjalan pulang, memasuki kerumunan manusia, kembali larut dalam kehidupan,
bedanya, saya larut, dalam kebahagiaan dan torehan mimpi yang seolah tampak
nyata di depan mata.
-Masjid Nurul Huda, UNS,13 Oktober 2015.
Gerakan Subuh Jama’ah Nasional (GSJN)
Biodata Penulis
Lahir di semarang, 31 Maret 1995, beliau dianugerahi nama agung
pahlawan perang Afghanistan, beban berat sebenarnya. Tengah menempuh studi di
Jurusan Manajemen, Fakultas Ekonomi dan Bisnis, beliau saat ini tengah
menjalani semester 5, semoga saja 2 semester lagi lekas selesai. Pengalaman
menulis beliau tidak dimulai dengan karir mentereng seperti menang lomba atau
sebangsanya, hanya satu gelar tulis menulis yang telah beliau menangi, itupun
hanya tingkat UKM. Total 159 Karya telah beliau terbitkan di blog pribadi
beliau, fellofello.blogspot.com dan 4 karya riset manajemen di blog kucingsebelasmaret.blogspot.com,
dan sampai detik ini masih iseng untuk terus menulis. Mencintai budaya Jepang
dan seni menggambar manga membuat jurusan manajemen seolah “salah
alamat”, akan tetapi, IPK 3.88 sampai semester ini seolah menceritakan “sisi
lain” dari sebuah “salah alamat”. Beliau tengah aktif berkreasi di BPPI FEB UNS
dan Biro AAI FEB UNS, serta iseng-iseng di Puskomnas FSLDK Indonesia, tentu
saja, dengan peluang menulis lebih besar. Harapan beliau sederhana, UNS menjadi
kampus dengan budaya menulis yang baik. Setidaknya, halaman pertama google
telah berkali-kali beliau cicipi, dan mungkin orang lain perlu merasakan hal
serupa. J
No comments:
Post a Comment