Gerai Inspirasi

ekonomika politika romantika

Friday, October 28, 2022

Harus Melihat-Menumbuhkan Obejktifas

Sumber Gambar: Koleksi Pribadi



Ada sebuah kisah menarik dari Sirah Nabawiyyah. Ini adalah kisah saat Rasullah SAW dan Abu Bakar RA terperangkap di gua tsur. Konteksnya, ini adalah usaha hijrah Rasulullah SAW setelah sebelumnya berhasil melepaskan diri dari upaya pembunuhan Kaum Musyrikin Mekah. Sembari menunggu kondisi yang lebih kondusif, Rasulullah SAW dan Abu Bakar RA memutuskan untuk beristirahat terlebih dahulu di Gua Tsur yang berada di pinggiran Kota Mekah. Dalam peristiwa inilah anak-anak Abu Bakar RA memperoleh catatan emas dalam sejarah Islam. 


Namun yang menarik adalah, saat pasukan pelacak dari Kaum Musyrikin Mekah mulai berhasil mengendus persembunyian Rasulullah SAW. Mereka mulai mondar mandir di parameter gua, mengirim pasukan pengintai kesana kemari. Tidak perlu menunggu waktu lama, pasukan pengintai ini akhirnya tiba di mulut gua, dan sang komandan menyuruh anak buahnya "coba Kau tengok sana".


Mulai menengok anak buah ke mulut gua, coba mencari tahu ada tidak penghuni di dalam gua kecil tersebut. Namun berkat pertolongan Allah SWT, seekor laba-laba diperintahkan untuk membuat sarang, dan sepasang burung yang mengeram juga bersarang di mulut gua. Akhirnya oleh Tim pelacak disimpulkan, bahwa tidak mungkin ada yang menerobos masuk ke gua tersebut. Karena jika ada yang menerobos, tidak mungkin seekor burung bersarang bahkan mengeram di depannya, dan sarang laba-laba tersebut akan terkoyak. 


Namun, yang menarik di dalam gua sahabat Abu Bakar RA berkata, "jika saja mereka sedikit membungkuk", sudah dapat dipastikan riwayat Rasulullah SAW dan Abu Bakar, tamat saat itu juga. 


Dalam perjalanan hidup yang singkat ini, bukan sering lagi kita menghadapi momen semacam tadi. Bahwa kita harus melihat lebih dekat, betul-betul memastikan suatu hal. Hingga muncul istilah objektifitas, yang mana secara sederhana kita harus jauh melihat diluar batas-batas personal. Sesuatu hitam ya karena memang itu hitam. Sesuatu putih karena memang itu putih. Bukan masalah siapa yang membawa, bukan masalah siapa yang memakai, siapa yang mengecat. 


Pasukan pengintai musyrikin quraisy melakukan objektifitas ini. Mereka memeriksa betul pintu gua tersebut, dan secara objektif dengan adanya sarang burung dan sarang laba-laba di mulut gua, disimpulkan tidak mungkin ada orang menerobos masuk ke gua tersebut. Apakah simpulan mereka salah? Ya dan tidak. Ya, karena memang didalamnya Rasulullah SAW dan Abu Bakar RA faktanya benar bersembunyi di dalam gua. Tidak salah, karena memang ada permainan illahi, Kuasa Allah SWT diluar nalar manusia, yang dalam waktu yang tepat melindungi Nabi-Nya. 


Artinya apa? Objektifitas ini perlu, Namun belum tentu memperoleh hasil yang diharapkan. Karena sederhana, tetap dalam sudut pandang manusia, ada keterbatasan. Secara sederhana, ungkapan hati manusia siapa yang tahu benar-benar tercermin dalam ikhtiar seorang insan, untuk dapat berlaku objektif, karena pada akhirnya hanya Allah SWT yang Maha Tahu, dan Maha Memberikan Keputusan terbaik. 


Namun apakah dengan fakta ini, lantas kita sebagai manusia tidak menerapkan Objektifitas ini dalam kehidupan kita? No. Justru sebaiknya. Objektifitas menjadi sebuah keharusan, karena selain ada ikhtiar didalamnya, terdapat juga aspek tawakkal yang luar biasa. Ikhtiar disini adalah bagaimana manusia yang terbatas kapasitas nya, berusaha fokus kepada tujuan, bukan murni pada kesukaan dan perspektif dirinya sendiri. Tawakkal disini adalah bagaimana setelah mengambil sebuah keputusan, kebijakan secara objektif, kita menyerahkan keputusan kepada Allah SWT. Karena secara sederhana, goal dari kebijakan Nan objektif ini, adalah mampu mencapai "objek" yang diharapkan. Jauh diluar Hawa nafsu dan preferensi pribadi kita, dan insya Allah jika berfokus kepada "objek" nya, yang dituju memang kepentingan yang lebih luas. 



Inilah urgensi daripada pola pikir dan tindakan yang objektif. Karena dalam berlaku objektif manusia membuang jauh campur tangan dirinya. Mengusahakan sepenuh usaha dan tenaga untuk mencapai tujuan bersama, diluar siapapun yang ada disana. Lantas, bagaimana kita membentuk sudut pandang yang objektif ini?


Cara paling mudah adalah memperluas sudut pandang. Kita tidak bisa mengambil sudut pandang objektif jika berbicara pada satu hal yang kita tidak pahami. Terutama sebagai pengambil kebijakan, dan sebagai seorang manusia sudah menjadi kewajiban bagi kita untuk terus memperluas horizon pengetahuan kita. Tidak hanya pengetahuan saintifik, pengetahuan yang bersifat abstrak seperti adat istiadat menjadi penting dalam membangun sudut pandang yang objektif.


Hal ini telah dilakukan, dalam "ikhtiar" yang dilakukan oleh Kaum Musyirik dalam cerita tadi. Mereka Mengetahui kebiasaan burung padang pasir, dimana tidak mungkin di padang pasir Nan tandus mereka sembarangan memilih tempat mengeram. Inilah kenapa setelah melihat burung yang mengeram, diputuskan betul bahwa mulut gua tersebut adalah tempat yang nyaman bagi kedua burung tersebut. No way they giving up that place so easily. 


Pengetahuan yang semakin meluas akan menghasilkan sudut pandang yang semakin lengkap juga. Manusia semacam ini bisa melihat dari berbagai sudut pandang, mampu melihat sesuatu secara lebih utuh. Pada akhirnya dengan pendekatan seperti ini membuat keputusan yang diambil semakin bisa mendekati kebutuhan orang banyak, karena seseorang yang mengambil keputusan bisa memetakan sesuatu dari sudut pandang yang berbeda. 


Setelah memiliki pengetahuan yang lebih luas, jika ingin semakin mengasah objektifitas diri perlu memang usaha untuk bisa mencari dan membuktikan sesuatu hal. Usaha untuk bisa melihat langsung ini akan membuat seorang individu lepas dari bias informasi, yang mana bias ini akan semakin sering dihadapi terutama saat dihadapkan pada kenyataan sebagian besar kita hidup di zaman overdosis informasi. Maka, membangun objektifitas juga berarti meniatkan diri untuk "investasi" dalam melihat langsung sesuatu hal, suatu permasalahan. Yang mana kita tidak hanya berkorban waktu saja, bahkan dalam banyak kasus tenaga dan harta juga "habis" dalam usaha melihat ini. 


Sarang laba-laba dalam konteks ini menjadi bukti bahwa orang Kafir Quraisy saja, "melihat" sesuatu secara langsung. Sarang laba-laba yang halus bagai sutra susah jika tidak dilihat secara baik-baik. Maka dipastikan mereka melihat betul-betul sehingga diperoleh kesimpulan "ya, dalam mulut gua tsur ada Sarang laba-laba nya". Perilaku ini menunjukkan hasil dari sebuah usaha yang objektif, sesuatu yang tidak terlihat jika asal dilihat menjadi dapat disaksikan dengan jelas. Dengan mampu melihat jelas, sangat bisa diyakinkan keputusan, sudut pandang yang diambil dekat dengan kenyataan, sehingga tidak muncul istilah "asal-asalan" apalagi palsu. 


Terakhir, jika ingin menumbuhkan sudut pandang yang objektif sudah menjadi keniscayaan agar selalu meminta pandang dari Allah SWT. Kenapa demikian, karena pada akhirnya garis tipis antara keberhasilan dan kegagalan, minimal dalam sudut pandang manusia ada di tangan Allah SWT, Karena Dia-lah yang Maha Kuasa. Maka sangat disarankan bagi kita semua, untuk tetap menjaga koneksi dan hubungan dengan Allah SWT. Karena di Tangan Allah-lah hikmah itu. Bahkan kekuatan hati juga Allah SWT yang pegang. 


Nah sekarang, kelompok Kaum Musyrikin Quraisy saja melaksanakan pengambilan sudut pandang yang objektif itu. Mereka tidak sembarangan judge sana sini. Pengetahuan bahkan musyawarah dilaksanakan sesama mereka dan hanya karena Intervensi Allah SWT saja-lah mereka gagal mencapai objektif nya. Sekarang yang menjadi pertanyaan, yang katanya "muslim" dan sudah tinggal di zaman ribuan tahun setelah era jahiliyyah, maukah kita masih berdasarkan "prasangka" semata? Dan lebih parah lagi, kalau prasangka nya "karena ini dan itu" yang jauh dari kata "urgen" dan lebih sering "jauh dari kapasitas pengetahuan" yang kita miliki saat ini. 


Wallahu 'Alam



Muhammad Abdullah 'Azzam, M.M. 



Lulusan program Magister Manajemen Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta. Alumni penerima manfaat beasiswa baktinusa angkatan 6.


Email: skripsiazzam@gmail.com



Untuk tulisan lain, silahkan kunjungi pranala dibawah ini:

http://fellofello.blogspot.com/2022/09/menyoal-kebangkitan-ummat-islam.html?m=1

http://fellofello.blogspot.com/2022/09/kenapa-naik.html?m=1



Mampir di Kompasiana


 : https://www.kompasiana.com/azzamabdullah


follow me on insta @Azzam_Abdul4 


Thanks for your support!


Follow dan Komen untuk artikel-artikel menarik lainya



No comments:

Post a Comment