Beberapa hari kebelakang banyak hal terjadi, dan dalam beberapa kesempatan saya cuman bisa senyum senyum sendiri, di kesempatan lain saya hanya bisa terdiam. Bahkan tidak jarang juga, saya hanya bisa terdiam sambil menahan haru. Lengkap betul. Apakah ini ada kaitannya dengan proses pendewasaan? Saya tidak tahu karena saya Baligh sudah bertahun-tahun lalu. Apakah ini ada kaitannya dengan proses pertumbuhan sebagai seorang manusia? Hanya Allah yang tahu.
Tapi saya ingat akan sebuah pernyataan, dulu disampaikan saat kelas tafsir di Ma'had. Singkat sekali pesan nya, hikmah itu terserak dimana-mana, kalian tinggal pilih mau ambil yang mana, dengan cara apa. Karena pada akhirnya perjalanan hidup manusia, hanyalah perjalanan dari hikmah ke hikmah. Dari pembelajaran ke pembelajaran hingga waktunya dia kembali. Sesuatu yang sudah diperoleh akan habis pada masa nya, sesuatu yang belum diperoleh mungkin memang bukan rezekinya.
Siapa yang menyangka generasi yang dulu tumbuh dan berkembang tanpa listrik, menikmati hiburan television bersama di kantor Kelurahan misal, sekarang harus berkutat dengan aplikasi aneh aneh seperti Google classroom, zoom dan sebangsanya. Tidak ada yang bisa membayangkan dan banyak orang tidak mau membayangkan. Tapi setelah pandemi covid-19 meledak, banyak orang-orang yang berada pada posisi "puncak" dan seharusnya tidak butuh untuk tahu itu, akhirnya belajar kembali. Belajar menggunakan teknologi terbaru, membangun kembali eksistensi dengan sarana dan prasarana yang sebelumnya mungkin mudah dikatakan "milik anak muda".
Allah kembali membagikan hikmahnya. Memastikan beliau-beliau tetap mampu berkontribusi pada masyarakat, meskipun jika dilihat rekam jejak nya, kurang apa lagi kontribusi beliau dalam membangun dan memperbaiki masyarakat? Tapi inilah hikmah langit yang sekali lagi menjadi penegas. Masih ada umur? Harus ada karya!.
Tersenyum juga saya melihat banyak generasi muda coba membangun Fondasi karya dan legacy mereka. Ada yang bersemangat mengajak banyak Kalangan untuk ikut bisnis, eh maksud saya mlm. Ada yang mempertaruhkan masa depan nya pada karir, yang wallahu alam akan memberikan imbal balik berapa tahun mendatang. Ada yang masih coba bersabar menerima keadaan karena di usia sangat muda sudah "dibatasi" baik karena penyakit ataupun keadaan. Ada juga yang coba mengeksplor masa muda itu, coba macam macam dengan hal hal seperti rokok dan semacamnya. Untuk eksistensi katanya.
Ada banyak hikmah bahkan Teheran disana, serta kembali menjadi penegasan. Jika hidayah menjadi tolak ukur bagaimana manusia mengakhiri hidupnya di akhirat, maka tidak ada satupun manusia yang berhak mengklaim dia memiliki hidayah, atau memberikan hidayah pada orang lain. Karena kenyataan nya indikator yang dibuat manusia untuk mengukur sholih nya orang tidak lebih robust dari regginang. Rapuh sekali.
Masih muda, hafidz quran misalkan, Apakah menjadi Garansi akhlak nya patut di contoh? Ngga. Sebelum yang bersangkutan mati dalam keadaan yang baik, selama itu pula nasihat kehidupan itu ada yang mengatur dan aturannya mutlak, harus selalu Diulang. Karena agak berat juga kalau akhirnya hidup kita terdikte dan terlanjur terpesona oleh mereka yang masih hidup, yang ndak tahu gimana akhir hidupnya nanti.
Pun saya dengan tulisan ini. You need to take this opinion with a grain of salt. I might change in the near future. Siapa yang tau masa depan seperti seperti kan?
Maka bersikap moderat, tidak berlebihan dalam segala sesuatu biasanya menjadi titik selamat manusia. Karena susah juga nantinya misalkan ada doktrin dan doktrin ini dipercaya sepenuhnya bahwa jalan kaya hanya dari jalan a misalkan. Masih mending kalau ujung-ujungnya jalan kaya lain untuknya ngga kebuka, hla kalau sudah ditambah menghina jalan orang lain, ekstra merendahkan dan lupa terhadap perikatan dengan individu lain. Wah berat.
Betul ada cara hidayah itu turun dan dalam tulisan ini tidak akan ada klaim bahwa kondisi tertentu seseorang dapat membuat hidayah susah turun. Bukan urusan saya kalau ini. Tapi jika disampaikan cara pandang akan mempengaruhi sikap dan perilaku, well, yang bilang penelitian. Sikap dan perilaku inilah yang akhirnya, mendikte diri kita. Siapa yang akan jadi circle kita, mau kemana tujuan hidup kita. Selebihnya bisa diterjemahkan sendiri. Karena sederhana nya, akan sangat susah misalkan kita mau mengenai al quran, tapi dalam circle kita ngga ada satupun orang yang pernah mengaji al quran.
Maka sekali lagi, hikmah itu terserak dimana Mana. Tinggal kita mau tidak mengambil nya, dan gimana cara kita mengambilnya.
Apa yang terjadi selama ini memberikan hikmah apa untuk saya? Kalau saya pribadi sih, bersyukur karena saya dan keluarga dipeliharan oleh Allah yang Maha pengasih, penyayang, Maha kaya, Maha besar dan Maha kuasai. Karena dengan-Nya lah segala cobaan dapat dilalui, dan dari-Nya nikmat itu hadir.
Wallahu 'alam
Ayo terus mengumpulkan dan mengambil hikmah.
Muhammad Abdullah 'Azzam, M.M.
Lulusan program Magister Manajemen Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta. Alumni penerima manfaat beasiswa baktinusa angkatan 6.
Email: skripsiazzam@gmail.com
Untuk tulisan lain, silahkan kunjungi pranala dibawah ini:
Mampir di Kompasiana
follow me on insta @Azzam_Abdul4
Thanks for your support!
Follow dan Komen untuk artikel-artikel menarik lainya
No comments:
Post a Comment