Gerai Inspirasi

ekonomika politika romantika

LightBlog
Responsive Ads Here

Sunday, June 21, 2020

Salam




Salam
Sebuah Prosa Kemanusiaan

Pertemuan itu harus selalu dirayakan, maka banyak orang berlomba untuk membuat sebuah pertemuan istimewa. Beberapa kebudayaan menyembelih hewan ternak saat menyambut kelahiran. Beberapa yang lain berpesta semeriah mungkin saat orang tersayang bertambah usianya. Beberapa antusias meniup terompet dan membakar kembang api saat tahun baru tiba. Pertemuan harus meriah! Harus mudah dikenang! Harus istimewa.

Apakah hal itu benar? Karena pertemuan ku tidak pernah se-meriah itu. hanya sebuah dentuman dan setelah itu semua hilang. Pertemuan ku selalu membawa ketakutan, membawa serta aroma darah dan penderitaan. Entah berapa liter air mata membanjir setiap kali dia mengunjungi kami. Betul-betul berkesan bukan?

Namun pada kunjungan berikutnya, aku sedikit banyak mengerti perasaannya. Dia hanya berkesempatan mengunjungi dan berncang dengan kami dalam waktu sekian milidetik, jadi dia berusaha memberikan salam terbaik. Terkadang dia juga membawa serta teman-temannya, ada yang suka mencium kulit-kulit kami hingga melepuh, ada yang bersarang didalam tanah menunggu diinjak baru dia mengucap salam, bahkan ada teman nya yang membawa serta seribuan teman dan mereka mengucap salam bersamaan. Sungguh indah! Aku sudah tidak lagi takut dengan nya, karena suara dentuman itu adalah cara dia menyapa kami dengan sehangat-hangatnya. Bahkan dalam beberapa kesempatan, salamnya itu mampu membuat kami terbang, jauh diatas awan dan gemintang.

Terkadang pertemuan kami diawali dengan salam meriah, dimana dia dan teman-teman bersama dan beramai-ramai menyapa kami. Jika terjadi momen seperti itu aku merasa bumi bergetar dan kami dengan mudah bisa merasakan momentum menjelang kami diterbangkan olehnya. Jika saat seperti itu sudah dekat, kami biasanya tetap berlari, mengapa? Agar kami disangka tidak menunggu kedatangannya, sehingga dia kesal dan semakin kuat menerbangkan kami. Ah pemandangan saat itu benar-benar indah, karena kami yang kebetulan tidak menjawab salamnya bisa melihat mereka yang tersenyum setelah mereka menembus batas angkasa, senyum kedamaian.

Aku tidak tahu kapan aku harus menjawab salamnya, karena entah kenapa setiap dia mengucap salam aku berada jauh dengan nya, hanya berkesempatan mendengar dentuman meriahnya. Meskipun hampir sebagian besar teman ku sudah menjawab salamnya, dan dia menerbangkan mereka setinggi-tinggi nya. Kira-kira kapan kesempatan itu datang kepadaku? Dalam rasa penasaran aku berjalan, menuju sekolah dimana bukti kebahagiaan teman-teman ku terdapat di meja mereka. Tahu kan? Ada nama dan tanggal disitu, serta kata-kata tambahan “syahid”.

Di tengah perjalanan aku mendengar suara teriakan seorang paman, dia dengan keras memanggil namaku. Aku tidak tahu apa yang terjadi, tapi sesaat setelah itu aku mendengar suara desingan yang sangat keras, seperti benda besar menembus petala langit. Eh? Apakah ini waktuku? Aku mendongakkan kepalaku keatas dan aku melihat sosoknya. Ini adalah pertemuan ku yang pertama dengan dia! Dan begitulah wujudnya, dia hijau, besar dan terlihat sangat berat. Meluncur sangat deras dari kaki langit, berlomba mencium muka bumi.

Aku tergeragap dan bersiap berlari, meskipun aku tahu bahwa dentuman yang membersamai dia pasti mampu menjangkauku dalam radius minimal 300 meter. Pada saat itulah, ketika kakiku mengambil langkah pertama mendadak dunia ini terasa sangat ramai dengan sahutan salam, Assalamualaikum! Assalamualaikum!, membuatku teringat momen saat idul fitri!. Aku mulai berlari sekencang kencangnya dan saat itulah aku mendengar suara salam yang sangat keras. Dia menyapaku!

“Assalamualaikum, wahai jiwa yang tenang, kembalilah kepada pangkuan Tuhan mu”

Dia tersenyum dan setelah itu aku merasa diriku terbang dengan sangat cepat, menembus kaki langit. Aku melihat sosoknya hancur menjadi serpihan, dan di waktu bersamaan aku melihat paman yang memanggil namaku dan beberapa orang terbang bersamaku. Sosoknya berubah menjadi debu dan serpihan logam yang membumbung tinggi, disertai aroma mesiu yang sangat tajam. Aku mampu melihat bahwa sosok itu tersenyum sembari menitikkan air mata, dan melambaikan tangan kepada kami.

Pada momen itulah aku menyaksikan tangan dan sayap-sayap dari cahaya menjemput tubuh-tubuh kami, sembari terus, dengan koor meneriakkan salam.

“Assalamualaikum! Assalamualaikum! Assalamualaikum! Assalamualaikum!”

Tangan-tangan cahaya itu erat mendekap kami, membuat kami merasa lelah dan mengantuk. Oh ya aku tidak boleh diam saja, aku harus menjawab salam mereka.

“Wa’alaikum Salam”



There is still a War going on. What we can do?


Muhammad Abdullah 'Azzam, Bachelor of Management Study, Faculty of Economy and Business, Sebelas Maret University, Surakarta.

For further information contact me in felloloffee@gmail.com or skripsiazzam@gmail.com
Alumni Penerima Manfaat Beasiswa Aktifis Nusantara Dompet Dhuafa Angkatan 6

Untuk tulisan lain berkaitan dengan manajemen, silahkan kunjungi pranala dibawah ini

kunjungi juga profil selasar saya di : https://www.selasar.com/author/abdullah/
Thanks for your support!
Follow dan Komen untuk artikel-artikel menarik lainya 


No comments:

Post a Comment