Source : BBC.com
40 Hari
Sebuah prosa kemanusiaan
Bukan waktu
yang lama, hanya satu bulan lebih sepuluh hari. Biasanya para mahasiswa tingkat
akhir mulai bangkit kesadarannya untuk menyelesaikan studi pada momen seperti
ini. Jika studi mereka berhasil selesai dalam rentang waktu ini mereka akan
mengikuti sidang skripsi, jika gagal biasanya mereka akan berkata “aku akan
berkeliling dunia!”. Entah studinya selesai atau tidak aku tidak tahu.
Terhitung
waktu yang singkat juga, karena dalam waktu sesingkat itu bagi para atlit
mereka hanya bisa sementara meyembuhkan cedera angkel mereka. Jadi, meskipun
final piala dunia akan dilaksanakan 40 hari, atlet itu akan pulang dan pergi
rumah dan ruang perawatan agar ketika hari H, saat final dia bisa hadir di
lapangan. Jika saja dia membolos 1 hari saja dari berkunjung ke ruang
perawatan, bisa dijamin mereka tidak akan tampil maksimal bahkan tidak bisa
tampil. Setelah itu hasilnya menang atau kalah tidak akan berhubungan dengan
mereka, karena mereka akan kembali ke ruang perawatan.
Juga bukan
waktu yang membosankan karena di waktu itu kamu bisa melakukan banyak hal. 40
hari libur musim dingin biasanya digunakan orang-orang eropa untuk mencari
matahari. Di saat bersamaan orang asia yang kuliah di eropa akan berlomba
mencari kerja sambilan, konon katanya bayarannya cukup untuk biaya pernikahan
di Indonesia. Artinya 40 hari itu cukup membuat orang eropa dan asia bahagia,
bahkan di Indonesia waktu sepanjang itu bisa menjadi kunci meraih kebahagiaan
setengah agama.
Namun lain
bagiku dan bagi orang yang aku temui. 40 hari bisa saja berlalu dengan sangat
mengerikan, karena pada momen itu secara acak aku bisa saja pergi meninggalkan
dia, dan jika aku pergi, ya dia ikut pergi bersamaku. Kadang mereka merasakan
kehadiranku dengan rasa sakit tidak wajar di ulu hati, bisa juga dia tidak
merasakan apa-apa. Tapi setiap kali aku pergi sekujur tubuh mereka dari tumit
hingga ubun-ubun akan merasakan sesuatu. Ya sejujurnya sesuatu itu akan sangat
menyakitkan.
Hari ini
adalah awal dari 40 hari aku bertemu dengan sosok itu, bukan sosok istimewa,
karena dia akan merasakan rasa sakit sama seperti yang lain. Bukan sosok
terkutuk seperti Ariel Sharon, dimana rekan ku masih asik menarik ulur waktu
kepergiannya, diselingi tawa dari kolega lain yang sibuk menulis, sedangkan
kolega satunya hanya tertidur saja karena tidak ada yang perlu ditulis. Jadi
sosok ini hanya akan aku ajak pergi dengan wajar, sebenarnya aku ingin bertukar
tempat dengan rekan kerjaku, namun sepertinya dia sangat menikmati
pekerjaannya.
Saat aku
datang, kedua rekan kerjaku menatap dengan mengerenyit. Eh kenapa? Salah satu
rekan kerja terlihat tidak menulis, sedang satunya sibuk menulis, dan sangat
jarang sekali aku temukan di 40 hari demikian rekan kerja yang satu itu sibuk
menulis. Siapa gerangan yang akan aku temani selama 40 hari itu? aku mencuri
lihat dan aku hanya bisa terenyuh. Sosok itu hanya anak kecil! Memang hal ini
mungkin terjadi tetapi, pertama, saat ini aku berada di padang pasir, tidak
apa-apa selain pasir sejauh mata memandang. Kedua, sosok kecil itu sendirian di
tengah-tengah nya! Tidak ada sesiapa yang menemaninya. Aku menggaruk kepala
sementara kedua rekan kerjaku hanya menggeleng setengah tidak yakin. Aku
sedikit banyak mengerti sebabnya karena aku juga baru saja dari tempat itu,
tapi jika sosok kecil itu sampai harus melewati proses mengerikan ini, bukankah
lebih baik jika dia bertemu denganku di tempat itu?
40 hari
tidak mesti berakhir dengan di hari terakhir aku pergi dengan mereka. Pada
beberapa kesempatan hari-hari aku bersama mereka selesai lebih cepat, karena
tuan-ku menginginkan untuk segera bertemu dengan mereka. Di kesempatan lain
waktunya sampai bisa ditunda, beberapa alasannya adalah Tuan ku menganggap
orang itu masih bisa berbagi kebaikan lebih banyak lagi. Namun melihat kondisi
demikian, aku nyaris bisa memastikan sosok kecil itu akan pergi dengan cepat.
Jangan lupa ini di tengah padang pasir, jika kamu tidak kehausan di siang hari,
maka pada malam hari serigala liar siap memotong lepas arteri karotidmu. Itulah
kenapa rekan kerjaku tetap melanjutkan pekerjaannya dengan muka tidak
menyenangkan, meskipun aku masih belum tahu kehendak Tuan, tetapi mungkin
mereka merasa aku pasti pergi dengan sosok kecil itu.
Hari
berlalu dan sosok kecil itu terus berjalan membelah desing angin dan sengatan
matahari. Dia mengenggam sebuah bungkusan di tangan kanan nya, wujudnya seperti
pakaian tetapi aku tidak tahu untuk apa hal itu, karena kamu tidak membutuhkan
kain di padang pasir kan? Tetapi dalam setiap malam, si kecil selalu memeluk
kain-kain itu erat (dan entah kenapa dia bisa selalu menemukan tempat
perlindungan dari terkaman serigala). Setiap malam salah satu rekan kerjaku
semakin sibuk menulis, apalagi jika sosok itu menangis dan menggumamkan
doa-doa. Aku hanya bisa menunggu sembari ditemani rekan kerjaku yang satu lagi,
dan entah kenapa aku masih heran dengan melihat rekan kerjaku ini bisa
bersantai. Padahal ketika aku datang biasanya dia yang paling sibuk.
Hari sudah
berlalu dan baju yang anak itu kenakan sudah mulai berwarna kusam. Pasir dan
debu menghiasi wajah dan pakaiannya. Aku menyaksikan bahwa langkahnya semakin
lemah, dan dia hanya mampu menggumam lirih, setiap kali dia menggumam, rekan
kerjaku semakin sibuk dan semakin sibuk. Aku menyiapkan diriku, mungkin Tuan ingin
segera bertemu dengan nya kah? Aku mulai mendekati sosok itu, kedua rekan
kerjaku sudah siap menutup buku catatannya. Pada saat aku menyentuh
ubun-ubun-nya, Tuan ku memberikan putusan nya.
Aku
dipindahkan ke tempat lain.
Oh, tuan
menghendaki sosok mungil itu hidup lebih lama ternyata. Kedua rekan kerjaku
tersenyum dan membuka kembali catatan mereka, sedangkan aku menyaksikan dari
jauh scenario apa yang tuan rencanakan?. Di horizon aku melihat sesuatu
berwarna putih bergerak cepat menuju anak kecil itu, aku bisa merasakan ada
banyak rekan kerja diatas benda itu.
Dalam waktu
singkat benda putih itu mendekati anak kecil itu, dan keluarlah sosok-sosok
lain yang lebih besar. Mereka yang biasanya aku antar menuju tuanku di tempat
itu, juga berukuran sebesar sosok-sosok itu. Anak kecil itu didekati, diberikan
air oleh sosok-sosok itu, dan salah satu dari mereka kudengar bertanya “apa
yang kamu bawa?”. Sosok kecil itu menunduk dan dengan lirih dia menjawab
“ini milik
ibu dan kakak-kakak ku, mereka sudah tidak bersamaku lagi”
Dalam waktu
sesingkat itu semesta bergeming. Namun, kami mampu mendengarnya, mendengar
suara gemuruh Singasana Tuan-ku. Gemuruh itu membuat kami semua merinding
karena kami tahu, scenario-Nya yang lebih agung akan dimulai, dan kedua, dia
menahan rindu-Nya untuk bertemu anak itu, menahan betul-betul rindu-Nya.
Muhammad Abdullah 'Azzam, Bachelor of Management Study, Faculty of Economy and Business, Sebelas Maret University, Surakarta.
For further information contact me in felloloffee@gmail.com or skripsiazzam@gmail.com
Alumni Penerima Manfaat Beasiswa Aktifis Nusantara Dompet Dhuafa Angkatan 6
Untuk tulisan lain berkaitan dengan manajemen, silahkan kunjungi pranala dibawah ini
kunjungi juga profil selasar saya di : https://www.selasar.com/author/abdullah/
Thanks for your support!
Follow dan Komen untuk artikel-artikel menarik lainya
No comments:
Post a Comment