Sumber : http://www.theeventchronicle.com |
Karena Kita Manusia
Oleh : Muhammad Abdullah ‘Azzam
Dikisahkan seorang laki-laki,
lulusan salah satu universitas ternama di sebuah negara berhasil masuk dan
bekerja di perusahaan multinasional. Pengalamannya di berbagai organisasi
kemahasiswaan mempercepat proses adaptasi dengan lingkungan, dan memberikan
sedikit pemahaman tentang sikap professional. Orientasi utamanya jelas,
memberikan yang tebaik bagi perusahaan, dengan tidak melibatkan hal-hal aneh
dalam menjalankan pekerjaannya. Oleh karena itu dia memberikan penghormatan
pantas kepada jajaran eksekutif, dan memberi perhatian semestinya kepada staff
dibawahnya.
Waktu terus berlalu, interaksi
dalam perusahaan pun semakin intens. Beberapa proyek berhasil dia selesaikan
bersama tim atau dengan divisi lain. Hingga suatu hari dalam sebuah proyek dia
bertemu dengan seorang wanita. Pertemuan itu sangat sederhana, dia hanya
membantu membawakan arsip-arsip si wanita menuju kantornya, tidak lebih. Tidak ada
percakapan sepanjang perjalanan, laki-laki itu masih menjunjung tinggi
professionalitasnya.
Karena berada dalam satu proyek,
dan terus menerus berusaha menyelesaikan proyek tersebut, laki-laki itu mulai
memperhatikan wanita yang ditolongnya. Pun sang wanita, kejadian seorang
laki-laki muda baik hati membantunya membawakan arsip menjadi istimewa. Meskipun
mereka tidak pernah terlibat percakapan intim, tetapi si wanita terpesona
melihat kecermatan dan kebaikan sang laki-laki. Sang laki-laki pun mulai
melihat keanggunan dan ketekunan sang wanita. Tanpa disadari, rasa kagum itu
tumbuh dan semakin kuat, semakin kuat, mungkin kamu bisa katakan cinta mulai
bersemi antara mereka.
Selanjutnya silahkan gunakan
imajinasi anda, anda bisa mengambil referensi dari manapun. Mungkin dari drama
korea, mungkin sang laki-laki akhirnya mendapatkan sang wanita dengan berbagai
konflik. Mungkin dari film bolywood dimana setiap saat selalu ada tarian dan
nyanyian. Mungkin dari sinetron lokal, dimana setiap 3 bulan sekali muncul
tokoh antagonis baik laki-laki maupun wanita. Atau apapun itu.
Karena kita manusia, itu
jawabannya. Kisah serupa juga pernah dialami seorang Nabi dan Rasul tampan,
Yusuf AS. Justru kisah beliau lebih ekstrim, dimana pada saat itu beliu
berstatus sebagai budak, dan Zulaikha sebagai tuan-nya. Allah menegaskan “kalau
bukan karena yusuf takut kepada Allah SWT, ya mungkin ceritanya “lain”. Allah
SWT sendirilah yang meneguhkan hati Yusuf AS untuk kemudian berlari menghindari
perangkap asmara Zulaikha.
Kedua kisah diatas, dari yang umum
di tempat kerja hingga kisah yang diceritakan 1400 tahun lalu di dalam Al-Qur’an
memberikan bukti dan penegasan tentang status kita sebagai manusia. Manusia,
tidak pernah luput dari lupa dan salah siapapun dia. Bahkan Rasulullah SAW
pernah ditegur langsung oleh Allah SWT ketika bermuka masam saat ditemui
seorang tuna netra (baca surat Abasa, juz 30), padahal beliau Allah jamin
sebagai seorang yang ma’shum (terlindungi dari kesalahan). Bandingkan dengan
kita, berapa kali kita memasang muka masam bahkan kepada ibu kita sendiri.
Karena kita manusia, bahkan manusia
paling mulia yang oleh Michael Heart ditempatkan di nomor satu sebagai orang
paling berpengaruh dalam sejarah manusia pernah satu kali ditegur langsung oleh
Allah SWT hanya karena muka masam. Padahal beliau tidak pernah berdusta, bahkan
lawan politiknya pun masih menggelari beliau sebagai Al-Amin. Bahkan tidak ada
satupun kata kasar pernah beliau lontarkan. Bahkan dalam peperangan sekalipun,
ummatnya beliau perintahkan untuk tidak memukul musuh di muka-nya!
Ketinggian ahlak Rasulullah SAW
telah membuahkan hasil, dengan munculnya generasi terbaik ummat manusia, yaitu
para sahabat beliau. Abu Bakar RA dengan kejujurannya, Umar RA dengan ketegasannya,
Usman RA dengan kedermawanannya, dan Ali RA dengan kecerdasannya, keempat
khalifah adalah bukti lain bahwa kita manusia. Manusia senantiasa mencari figure
untuk diteladani, dan figure tersebut jelas orang dengan status dan atau posisi
sosial lebih tinggi darinya.
Guru kencing berdiri, murid kencing
berlari adalah anekdot bangsa Indonesia sejak zaman dahulu untuk perkara ini. Bagaimana
orang tua mempengaruhi anaknya, dan lain sebagainya telah sering kita lihat
dalam kehidupan sehari-hari, bahkan dituangkan dalam berbagai iklan menarik. Semakin
tinggi status sosial anda, semakin orang melihat anda, dan semakin banyak pula
orang terpengaruh dengan perilaku anda, sesederhana itu.
Jangan katakan berantas korupsi,
jika anda sendiri masih korupsi, mungkin seperti itu mudahnya. Karena anda
masih manusia, karena kita masih manusia, kita tidak bisa terlepas dari
kesalahan. Karena kita manusia, kita hidup berlaku dengan meneladani dan
menjadi teladan. Semua hal itu, karena kita hadir di dunia ini sebagai manusia,
entah anda percaya kita diciptakan, atau kita hadir karena proses evolusi
kebetulan. Kita adalah spesies mahluk hidup bernama manusia, bukan malaikat
apalagi jin.
Cukup mengeherankan, jika
akhir-akhir ini ada beberapa usaha untuk memalaikatkan segolongan manusia,
terutama mereka dari kalangan berkuasa. Mereka berhak berkata kasar di berbagai
media tanpa adanya teguran. Mereka bebas memberikan cap setan dan penjahat
kepada segolongan lain, sedangkan golongan mereka yang terang misalkan mencuri
uang negara, dilindungi sedemikian rupa. Misalkan anda adalah presiden, anda
dan keluarga anda adalah panutan seluruh rakyat negara anda, iyakan? Maka sangat
wajar jika rakyat anda mengharapkan kebaikan-kebaikan perilaku dari anda dan
keluarga anda, ditambah jabatan presiden anda hanya mandat karena sistem
demokrasi, bukankah seperti itu?
Tetapi siapapun anda, anda adalah
manusia, itu fakta yang tidak terbantahkan. Manusia yang tidak lepas dari salah
dan lupa. Manusia yang terkadang menerobos sendiri batasan etika dan moral
masyarakat dengan dalih kebebebasan berekspresi. Bahkan dengan ego dan ambisi
sebagai manusia, tidak jarang kita menghancurkan hidup orang lain yang tidak
sepaham dengan kita. Bisa jadi mengambil pengelihatannya, bahkan mengancam
nyawa dengan menggorok lehernya, atau melakukan terror kosong yang menyalahkan
segolongan tertentu.
Semua itu terjadi, karena mungkin
kita tidak siap menjadi manusia, atau mungkin kita lupa status kita sebagai
manusia. Setiap manusia memiliki kebebasan berekspresi, selama tidak melanggar
hak dan kewajiban asasi manusia dan tidak melanggar etika serta aturan legal
formal. Cara pandang adalah hak yang dimiliki setiap manusia, selama dia tidak
melakukan perbuatan yang terang mencederai hak dan kewajiban manusia lain.
Maka, dalam hak kita sebagai
manusia, terdapat hak-hak orang lain yang harus kita perhatikan. Dalam hak kita
sebagai manusia, kita perlu mengingat bahwa kita tidak bisa lepas dari lupa dan
salah. Bahwa dalam kehidupan kita sebagai manusia, kita tidak bisa lepas dari
perilaku teladan dan meneladani.
Sumber : https://pbs.twimg.com/media/BorgxCmIEAATEGL.jpg |
Pada akhirnya, tantangan tersisa
adalah bagaimana kita sebagai manusia, siapapun kita, mampu menghadapi
kenikmatan menjadi manusia. Allah SWT menegaskan, sebuah kemuliaan khusus kita
terpilih dan terlahir sebagai manusia, bahkan dahulu seluruh mahluk pernah
bersujud di depan kita atas perintah Allah SWT kecuali Iblis, golongan jin yang
melanggar perintah Allah SWT. Kenikmatan luar biasa ini, tentu melahirkan
konsekuensi besar juga bersamaan dengan tantangan besar yang dia bawa.
Tantangan itu adalah, siapkah jika
kita, siapapun kita, dihukumi sebagai manusia? Manusia tidak bisa lepas dari
salah dan lupa, maka dia akan selalu mendapat pengingatan dan nasihat. Apakah ini
berlaku kepada siapapun kita? Ya, karena semua itu yang menjadikan kita
manusia. Nasihat dan pengingatan adalah bentuk usaha menjadi manusia baik, dengan
konsep teladan dan meneladani.
Islam menyebut sifat dasar itu
sebagai fitrah, sifat dasar menjadi manusia yang segala aturan dan tata
kelolanya sudah digariskan oleh Allah SWT. Semakin jauh kita dari sifat dasar
dan tata kelola Allah, semakin rentan kita terhadap perilaku merusak. Beberapa faktanya,
antara lain semakin merebaknya penyakit seksual selepas manusia mulai melupakan
kenapa Allah menciptakan jenis kelamin. Kebutuhan manusia akan kasih sayang
semakin tergerus dengan tuntutan dunia kerja, sehingga wajar jika sebuah negara
memiliki tingkat bunuh diri tinggi dan tetangganya terancam kehilangan separuh
populasinya 50 tahun mendatang.
Maka, bagaimana jika kita menolak
nasihat hanya karena kita kebetulan memiliki status sosial lebih tinggi? Bagaimana
jika kita selalu menganggap hanya kita pihak yang benar? Anda sudah melihat
contohnya, dimana seorang public figure menggunakan narkoba, dia direhab
sedangkan orang bisa menggunakan narkoba bisa jadi dia dijatuhi hukuman mati,
lucu kan?
Karena kita manusia, tantangannya
adalah ketika kita diperlakukan sebagai manusia. Karena, kebijaksanaan dan
kemuliaan sebagai manusia akan diuji, saat ada orang yang mengingatkan kita dan
mengharapkan kebaikan dari diri kita.
“Sesungguhnya yang paling mulia
diantara kamu, adalah yang mampu memuliakan orang lain” – Al-Qur’an
“Semua manusia dalam kerugian,
kecuali yang beriman dan beramal shalih, dan saling nasihat dan menasihati
dalam kebenaran dan kesabaran” – Al-Qur’an
Muhammad Abdullah 'Azzam, Bachelor Students of Management Study, Faculty of Economy and Business, Sebelas Maret University, Surakarta.
For further information contact me in felloloffee@gmail.com or azzamabdullah@student.uns.ac.id
Penerima Manfaat Beasiswa Aktifis Nusantara Dompet Dhuafa Angkatan 6
Untuk artikel menarik lain, silahkan klik pranala dibawah ini
For further information contact me in felloloffee@gmail.com or azzamabdullah@student.uns.ac.id
Penerima Manfaat Beasiswa Aktifis Nusantara Dompet Dhuafa Angkatan 6
Untuk artikel menarik lain, silahkan klik pranala dibawah ini
http://fellofello.blogspot.co.id/2017/06/ramadhan-dan-keteladanan.html
Thank you for support!
Follow dan Komen untuk artikel-artikel menarik lainya
Thank you for support!
Follow dan Komen untuk artikel-artikel menarik lainya
No comments:
Post a Comment