Sumber : http://3.bp.blogspot.com |
Menemukan Kembali Islam Indonesia
Kedatangan islam di Indonesia, awal mula dan
sejarahnya masih menjadi perdebatan para ahli. Beragam teori diajukan, baik
teori Gujarat, teori Dataran India, hingga teori islam datang dari Semenanjung
Arab pada era khulafaur rasyidin.
Kebenaran dari masing-masing teori memang perlu dipertajam dan diperkuat dengan
bukti-bukti historis, tetapi disimpulkan, islam datang dan memilih jalannya
untuk bertemu masyarakat Indonesia. Terbentuklah periode peradaban islam di
Indonesia, dengan aktor-aktor berbeda, namun sama-sama mencatat islam pernah
jaya dan memimpin Indonesia.
Sejarah menjadi bermakna ketika ramai individu
memahami dan menghayati. Amat disayangkan, 350 tahun penjajahahan Belanda dan
Jepang membuat bangsa Indonesia kehilangan waktu untuk meresapi sejarah
bangsanya. Kejayaan masa lalu dan aksi heroik para pahlawan seolah menjadi utopis.
Tertutup oleh jelaga “Inlander”
ataupun “Romusha”, mengkerdilkan
peran bangsa Indonesia sebagai bangsa besar. Pada akhirnya, bangsa ini
mengingkari identitas nya sendiri, tenggelam dalam kebingungan dan
ketidaktahuan.
Simbolisasi dan dikotomi “Islam Arab” dan “Islam
Nusantara” menjadi tema hangat dalam hiruk pikuk pentas kenegaraan. Ramai orang
mencecar dan menghina, hanya karena seorang Warga Negara Indonesia memilih
memakai pakaian “bermodel arab”, sedang lainnya tertawa terbahak karena seorang
kawan mengamalkan “bid’ah”. Islam seolah memiliki dua nabi, dua pembawa wahyu
berbeda, islam dikatakan sebagai agama tidak nusantara-is, karena meminta
pemeluknya melakukan imitasi haya hidup bangsa lain, dan berbagai lagu sumbang
soal islam. Bahkan tokoh Negara sampai bersabda “baiknya jangan membawa islam
dalam ranah politik”.
Literatur sejarah islam, baik awal kedatangannya
dimuka bumi bersepakat bahwa islam adalah ajaran yang dibawa Rasulullah SAW.
Bersifat menyeluruh, untuk semua aspek kehidupan manusia. Mengarahkan manusia
untuk keluar dari sifat penghambaan kepada materi, membuang rasa takut manusia
atas selain Dzat yang Maha Agung dan Maha Tunggal, dan memperbaiki perilaku
manusia. Islam diturunkan di Jazirah Arab, tepatnya di Mekkah, untuk kemudian
menjadi ajaran universal untuk seluruh ummat manusia. Dimanapun dia, islam
selalu menjadi penengah, selalu memberikan alternative untuk menjembatani
kearifan asli masyarakat dengan kemuliaan syariat.
Itulah islam, dan sampai hari kiamat akan senantiasa seperti itulah, selama
manusia masih mau berpegang pada Al-Qur’an dan As-Sunnah (Hadits).
Fenomena di Indonesia menjadi catatan tersendiri,
ketika ummat islam terbesar di dunia justru sibuk menyalah-nyalahkan dan
tercerai berai. Bahkan kata-kata tidak semestinya muncul dalam pergaulan
masyarakat, seperti “pergilah kamu ke Arab untuk makan opor kurma” atau “amalan
mu akan membawamu menjadi ahli neraka”. Stigma lebih tidak mengenakkan pun
muncul, Islam anti Toleransi, Islam Menolak Kebhinekaan, hingga Islam Agama Rasis
menjadi populer. Dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Indonesia, islam
kehilangan arti kedamaian, dan menjadi kambing hitam dalam setiap permasalahan
sosial.
Pertanyaan sederhana, apakah islam Indonesia berasal
dari sumber berbeda dibandingkan dengan Arab Saudi? Tentu tidak! Tidak ada
pembawa risalah islam selain Rasulullah SAW. Dengan berpegang pada argumentasi
ini, pada dasarnya islam kita semua sama. Semua sama-sama sholat 5 waktu,
sama-sama berpuasa di Bulan Ramadhan, sama-sama berhaji. Menjadi masalah
adalah, kebudayaan yang merupakan produk masyarakat lokal dijadikan landasan
sebagai nilai universal, ditambah ketiadaan suatu hubungan positif antar
Negara-negara mayoritas muslim menjadikan alasan budaya cukup untuk mengkritik
universalitas islam.
Kunjungan Kerajaan Arab Saudi menjadi catatan
menyejarah perbaikan persepsi islam dalam kacamata masyarakat Indonesia. Selain
membawa kabar baik dalam investasi, kerjasama pertahanan dan keamanan, serta pendidikan,
perwajahan islam yang universal dihadirkan kembali ditengah masyarakat
Indonesia ditengah krisis identitas dikalangan ummat islam. Seolah menampik
dikotomi islam arab dan islam nusantara, kesediaan Arab Saudi dalam terlibat
aktif berinteraksi dengan masyarakat Indonesia melalui berbagai program, seolah
menjadi bukti arab sana mengganggap islam disini sama dengan islam mereka.
Sentimen negatif soal janggut, kerudung, pakaian
gamis, sorban dan tulisan “Laa Ilaaha
Illa Allah” seketika dipadamkan dengan akrabnya masyarakat Indonesia
menyaksikan hal-hal tersebut di media-madia massa selama 11 hari penuh.
Prasangka buruk bahwa “Islam Arab” tidak mengapresiasi budaya lokal Indonesia
terbantahkan, serta merta diikuti dengan melonjaknya laju perdagangan dan
perekonomian Pulau Bali, tempat rombongan Raja Salman menginap. Stigma negatif
“Islam Arab” sebagai islam sombong terpatahkan ketika para pangeran terlihat
akrab bergaul dengan masyarakat sekitar baik itu dalam agenda belanja maupun
agenda peribadatan.
Komitmen untuk bersama memperbaiki kualitas
pendidikan anak negeri pun dibuktikan dengan rencana pembangunan sekolah studi
linguistik kedua Negara. Subsidi besar pun diberikan dalam hal konstruksi baik
itu megaproyek ekonomi ataupun pendidikan. Ditambahnya kuota haji untuk
Indonesia sejumlah 10.000 orang memperbesar harapan orang untuk mampu pergi
haji. Kerjasama keamanan dan pertahanan membuktikan keinginan besar Indonesia
dan Arab Saudi untuk bersama memerangi terorisme. Serta hal-hal positif lainnya
membawa masyarakat Indonesia pada pemahaman baru soal islam, mungkin lebih
tepatnya, terbukanya kembali hubungan baik Indonesia dan Arab Saudi telah
“menemukan kembali” identitas islam Indonesia.
Catatan pengembara terkenal Ibnu Batutah,
menceritakan bagaimana masyarakat Indonesia berpikiran terbuka, dan tentu saja
ramah. Dibangunnya “Funduk Cantrik”
di sepanjang pantai nusantara menunjukkan bagaimana masyarakat Indonesia adalah
para pembelajar. Kemampuan islam menyerap hingga menjadi kebudayaan seperti
Wayang Kulit, “Tembang Macapat”, dan “Maulud” menunjukkan masyarakat Indonesia
sangat arif dan bijaksana dalam melahirkan kebaikan-kebaikan. Puncaknya, gema
takbir dan seruan jihad menjadi simbol perjuangan Bangsa Indonesia melawan
agresi asing.
Sumber : http://pustakacompass.com/ |
Kehadiran Arab Saudi, ditengah kondisi kekosongan
dan alpanya identitas islam dalam masyarakat Indonesia menjadi gelombang
kesadaran. Kesadaran bahwa Indonesia selalu menghargai kebaikan orang lain
siapapun dia. Kesadaran bahwa Indonesia adalah bangsa beradab yang patuh pada
hukum dan bersikap adil kepada siapapun. Bahwa Indonesia selalu ramah,
berpikiran terbuka namun tetap menjaga etika. Terakhir, kesadaran bahwa
kemuliaan islam telah menjadi identitas bagi masyarakat Indonesia.
Kesadaran-kesadaran tersebut akan muncul menjadi
sebuah gerakan, gerakan riil yang akan membawa Indonesia kembali kepada wujud
semula. Identitas islam akan kembali ditemukan dalam jatidiri masyarakat
Indonesia. Kembali menjadi masyarakat pembawa kedamaian dan persatuan,
berpikiran terbuka dan cerdas, serta menjunjung tinggi hukum dan keadilan.
Kedepan mungkin Indonesia akan kembali memasuki proses belajar. Belajar menjadi
sebuah bangsa besar dengan akar ideologi setegar karang.
Terimakasih kepada Arab Saudi, dan kerja keras para
pembelajar Indonesia. Islam dengan universalitasnya kembali, islam yang damai
mendamaikan, mulia memuliakan, dan teguh mempersatukan. Kedua Negara akan
kembali terlibat dalam berbagai urusan besar, tentu untuk mewujudkan kembali
kemuliaan islam seperti yang Rasulullah SAW bawa.
“Islam akan
kembali asing, sebagaimana dia pada awal kehadirannya, tetapi yakinlah, akan
selalu ada para pahlawan yang mengembalikan kejayaan islam”
Muhammad Abdullah 'Azzam, Bachelor Students of Management Study, Faculty of Economy and Business, Sebelas Maret University, Surakarta.
For further information contact me in felloloffee@gmail.com or azzamabdullah@student.uns.ac.id
Penerima Manfaat Beasiswa Aktifis Nusantara Dompet Dhuafa Angkatan 6
For further information contact me in felloloffee@gmail.com or azzamabdullah@student.uns.ac.id
Penerima Manfaat Beasiswa Aktifis Nusantara Dompet Dhuafa Angkatan 6
Tulisan ini dilombakan dalam PPMI Riyadh 2017 Essay Competition dengan tema
" Babak
Baru Hubungan Indonesia-Arab Saudi "
Untuk artikel lainnya, bisa klik pranala dibawah ini :
http://fellofello.blogspot.co.id/2017/05/keadilan-sosial-bagi-seluruh-rakyat.htmlhttp://fellofello.blogspot.co.id/2017/05/indonesia-1945-dwitunggal-dan-kehendak.html
Thank you for support!
Follow dan Komen untuk artikel-artikel menarik lainya
Thank you for support!
Follow dan Komen untuk artikel-artikel menarik lainya
No comments:
Post a Comment