Gerai Inspirasi

ekonomika politika romantika

LightBlog
Responsive Ads Here

Monday, May 29, 2017

Menemukan Kembali Islam Indonesia


Sumber : http://3.bp.blogspot.com


Menemukan Kembali Islam Indonesia

Kedatangan islam di Indonesia, awal mula dan sejarahnya masih menjadi perdebatan para ahli. Beragam teori diajukan, baik teori Gujarat, teori Dataran India, hingga teori islam datang dari Semenanjung Arab pada era khulafaur rasyidin. Kebenaran dari masing-masing teori memang perlu dipertajam dan diperkuat dengan bukti-bukti historis, tetapi disimpulkan, islam datang dan memilih jalannya untuk bertemu masyarakat Indonesia. Terbentuklah periode peradaban islam di Indonesia, dengan aktor-aktor berbeda, namun sama-sama mencatat islam pernah jaya dan memimpin Indonesia.

Sejarah menjadi bermakna ketika ramai individu memahami dan menghayati. Amat disayangkan, 350 tahun penjajahahan Belanda dan Jepang membuat bangsa Indonesia kehilangan waktu untuk meresapi sejarah bangsanya. Kejayaan masa lalu dan aksi heroik para pahlawan seolah menjadi utopis. Tertutup oleh jelaga “Inlander” ataupun “Romusha”, mengkerdilkan peran bangsa Indonesia sebagai bangsa besar. Pada akhirnya, bangsa ini mengingkari identitas nya sendiri, tenggelam dalam kebingungan dan ketidaktahuan.

Simbolisasi dan dikotomi “Islam Arab” dan “Islam Nusantara” menjadi tema hangat dalam hiruk pikuk pentas kenegaraan. Ramai orang mencecar dan menghina, hanya karena seorang Warga Negara Indonesia memilih memakai pakaian “bermodel arab”, sedang lainnya tertawa terbahak karena seorang kawan mengamalkan “bid’ah”. Islam seolah memiliki dua nabi, dua pembawa wahyu berbeda, islam dikatakan sebagai agama tidak nusantara-is, karena meminta pemeluknya melakukan imitasi haya hidup bangsa lain, dan berbagai lagu sumbang soal islam. Bahkan tokoh Negara sampai bersabda “baiknya jangan membawa islam dalam ranah politik”.

Literatur sejarah islam, baik awal kedatangannya dimuka bumi bersepakat bahwa islam adalah ajaran yang dibawa Rasulullah SAW. Bersifat menyeluruh, untuk semua aspek kehidupan manusia. Mengarahkan manusia untuk keluar dari sifat penghambaan kepada materi, membuang rasa takut manusia atas selain Dzat yang Maha Agung dan Maha Tunggal, dan memperbaiki perilaku manusia. Islam diturunkan di Jazirah Arab, tepatnya di Mekkah, untuk kemudian menjadi ajaran universal untuk seluruh ummat manusia. Dimanapun dia, islam selalu menjadi penengah, selalu memberikan alternative untuk menjembatani kearifan asli masyarakat dengan kemuliaan syariat. Itulah islam, dan sampai hari kiamat akan senantiasa seperti itulah, selama manusia masih mau berpegang pada Al-Qur’an dan As-Sunnah (Hadits).

Fenomena di Indonesia menjadi catatan tersendiri, ketika ummat islam terbesar di dunia justru sibuk menyalah-nyalahkan dan tercerai berai. Bahkan kata-kata tidak semestinya muncul dalam pergaulan masyarakat, seperti “pergilah kamu ke Arab untuk makan opor kurma” atau “amalan mu akan membawamu menjadi ahli neraka”. Stigma lebih tidak mengenakkan pun muncul, Islam anti Toleransi, Islam Menolak Kebhinekaan, hingga Islam Agama Rasis menjadi populer. Dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Indonesia, islam kehilangan arti kedamaian, dan menjadi kambing hitam dalam setiap permasalahan sosial.
 
Pertanyaan sederhana, apakah islam Indonesia berasal dari sumber berbeda dibandingkan dengan Arab Saudi? Tentu tidak! Tidak ada pembawa risalah islam selain Rasulullah SAW. Dengan berpegang pada argumentasi ini, pada dasarnya islam kita semua sama. Semua sama-sama sholat 5 waktu, sama-sama berpuasa di Bulan Ramadhan, sama-sama berhaji. Menjadi masalah adalah, kebudayaan yang merupakan produk masyarakat lokal dijadikan landasan sebagai nilai universal, ditambah ketiadaan suatu hubungan positif antar Negara-negara mayoritas muslim menjadikan alasan budaya cukup untuk mengkritik universalitas islam.

Kunjungan Kerajaan Arab Saudi menjadi catatan menyejarah perbaikan persepsi islam dalam kacamata masyarakat Indonesia. Selain membawa kabar baik dalam investasi, kerjasama pertahanan dan keamanan, serta pendidikan, perwajahan islam yang universal dihadirkan kembali ditengah masyarakat Indonesia ditengah krisis identitas dikalangan ummat islam. Seolah menampik dikotomi islam arab dan islam nusantara, kesediaan Arab Saudi dalam terlibat aktif berinteraksi dengan masyarakat Indonesia melalui berbagai program, seolah menjadi bukti arab sana mengganggap islam disini sama dengan islam mereka.

Sentimen negatif soal janggut, kerudung, pakaian gamis, sorban dan tulisan “Laa Ilaaha Illa Allah” seketika dipadamkan dengan akrabnya masyarakat Indonesia menyaksikan hal-hal tersebut di media-madia massa selama 11 hari penuh. Prasangka buruk bahwa “Islam Arab” tidak mengapresiasi budaya lokal Indonesia terbantahkan, serta merta diikuti dengan melonjaknya laju perdagangan dan perekonomian Pulau Bali, tempat rombongan Raja Salman menginap. Stigma negatif “Islam Arab” sebagai islam sombong terpatahkan ketika para pangeran terlihat akrab bergaul dengan masyarakat sekitar baik itu dalam agenda belanja maupun agenda peribadatan.

Komitmen untuk bersama memperbaiki kualitas pendidikan anak negeri pun dibuktikan dengan rencana pembangunan sekolah studi linguistik kedua Negara. Subsidi besar pun diberikan dalam hal konstruksi baik itu megaproyek ekonomi ataupun pendidikan. Ditambahnya kuota haji untuk Indonesia sejumlah 10.000 orang memperbesar harapan orang untuk mampu pergi haji. Kerjasama keamanan dan pertahanan membuktikan keinginan besar Indonesia dan Arab Saudi untuk bersama memerangi terorisme. Serta hal-hal positif lainnya membawa masyarakat Indonesia pada pemahaman baru soal islam, mungkin lebih tepatnya, terbukanya kembali hubungan baik Indonesia dan Arab Saudi telah “menemukan kembali” identitas islam Indonesia.

Catatan pengembara terkenal Ibnu Batutah, menceritakan bagaimana masyarakat Indonesia berpikiran terbuka, dan tentu saja ramah. Dibangunnya “Funduk Cantrik” di sepanjang pantai nusantara menunjukkan bagaimana masyarakat Indonesia adalah para pembelajar. Kemampuan islam menyerap hingga menjadi kebudayaan seperti Wayang Kulit, “Tembang Macapat”, dan “Maulud” menunjukkan masyarakat Indonesia sangat arif dan bijaksana dalam melahirkan kebaikan-kebaikan. Puncaknya, gema takbir dan seruan jihad menjadi simbol perjuangan Bangsa Indonesia melawan agresi asing.

      
Sumber : http://pustakacompass.com/
Nusantara dengan islam, ataupun Indonesia dengan islam adalah rangkaian sejarah tidak terlupakan dan tidak akan mampu dihilangkan. Usaha-usaha merusak islam akan senantiasa dipatahkan oleh fakta-fakta sejarah, dan fakta membuktikan islam sendiri adalah bagian dari jatidiri masyarakat Indonesia. Islam tidak pernah menganjurkan ummat nya untuk berpecah belah, tetapi islam megharuskan ummatnya untuk berlaku adil. Islam tidak pernah menyuruh ummatnya untuk berlaku dhalim kepada orang lain, tetapi islam menjunjung tinggi hukum. Islam tidak pernah menyuruh ummatnya untuk menumpahkan darah, tetapi islam melindungi dan menghargai hak-hak dasar individu.

Kehadiran Arab Saudi, ditengah kondisi kekosongan dan alpanya identitas islam dalam masyarakat Indonesia menjadi gelombang kesadaran. Kesadaran bahwa Indonesia selalu menghargai kebaikan orang lain siapapun dia. Kesadaran bahwa Indonesia adalah bangsa beradab yang patuh pada hukum dan bersikap adil kepada siapapun. Bahwa Indonesia selalu ramah, berpikiran terbuka namun tetap menjaga etika. Terakhir, kesadaran bahwa kemuliaan islam telah menjadi identitas bagi masyarakat Indonesia.

Kesadaran-kesadaran tersebut akan muncul menjadi sebuah gerakan, gerakan riil yang akan membawa Indonesia kembali kepada wujud semula. Identitas islam akan kembali ditemukan dalam jatidiri masyarakat Indonesia. Kembali menjadi masyarakat pembawa kedamaian dan persatuan, berpikiran terbuka dan cerdas, serta menjunjung tinggi hukum dan keadilan. Kedepan mungkin Indonesia akan kembali memasuki proses belajar. Belajar menjadi sebuah bangsa besar dengan akar ideologi setegar karang.

Terimakasih kepada Arab Saudi, dan kerja keras para pembelajar Indonesia. Islam dengan universalitasnya kembali, islam yang damai mendamaikan, mulia memuliakan, dan teguh mempersatukan. Kedua Negara akan kembali terlibat dalam berbagai urusan besar, tentu untuk mewujudkan kembali kemuliaan islam seperti yang Rasulullah SAW bawa.

Islam akan kembali asing, sebagaimana dia pada awal kehadirannya, tetapi yakinlah, akan selalu ada para pahlawan yang mengembalikan kejayaan islam


Muhammad Abdullah 'Azzam, Bachelor Students of Management Study, Faculty of Economy and Business, Sebelas Maret University, Surakarta.
For further information contact me in felloloffee@gmail.com or azzamabdullah@student.uns.ac.id
Penerima Manfaat Beasiswa Aktifis Nusantara Dompet Dhuafa Angkatan 6

Tulisan ini dilombakan dalam PPMI Riyadh 2017 Essay Competition dengan tema
" Babak Baru Hubungan Indonesia-Arab Saudi "                




Untuk artikel lainnya, bisa klik pranala dibawah ini :


No comments:

Post a Comment