Source : Google.com |
Pengalaman Ane Main ke Suatu Kota
Liburan semester kemarin, di sela-sela ane magang, ane diajak beberapa orang teman untuk jalan-jalan malem, namanya juga cowok, jalan-jalan malemnya udah lintas kota. Kami memilih sebuah kota di wilayah Jawa Tengah, sekaligus mengunjungi seorang teman yang baru menikah, usia pernikahannya sekitar 3 atau 4 bulan lah (masih terbilang cukup muda). Perjalanan kami tempuh dengan mobil, terimakasih buat pak supirnya, dengan kecepatan100+ nya yang bisa bikin kami deg-deg-ser namun sampai tepat waktu di kota tujuan. Pertama kali kami berkunjung ke kontrakan tempat temen ane tinggal, kontrakannya cukup pelosok sih, sampai ane ngiranya dia tinggal di semacam distrik pinggiran, eh ternyata, ada perumahan kelas elit disana, ane aja ampe cengar-cengir sebel (yaiyalah, orang paling tajir di SMA masak tinggal di Slum Area).
Singkat cerita kami masuk ke rumahnya, berkenalan dengan istri yang 2 tahun lebih muda dari kami semua, melihat-lihat isi dalam rumah yang sederhana, tidak ada pendingin ruangan di kamar. Melihat "sebuah kasur" yang membuat pikiran temen-temen ane jadi "ngawur" lagi, dan menanyakan hal-hak yang selalu ingin jomblo ketahui soal kehidupan keluarga baru. Setelah dirasa puas, kami mencari makan, waktu sudah menunjukkan pukul 22.00 malam, sedikit terkejut ketika tuan rumah menawarkan makan di warung bubur kacang ijo, well, biasanya ketika kami bekrunjung 14045 atau 14022 lah yang menjadi pilihan utama. Ketika makan kami semakin terkejut karena temen ane itu, meskipun belum makan dari siang cuman makan sepiring berdua dengan sang istri, ditambah lagi, biasanya kami tidak perlu ke kasir namun pada detik itu, pertama kalinya kami "bayar sendiri", yang membuat kami semakin terguncang, well, teman kami menawarkan untuk "petungan"!, biasanya, kami semua cukup pesan dan makan. Sungguh realita yang membuat ane, secara pibadi, cukup shock dengan kenyataan-kenyataan tersebut, mengapa demikian, ane bener-bener mencitrakan beliau sebagai kalangan jet-set, kaum kelas atas yang "kaya raya", bahkan saya asumsikan orang tua tetap mendukung beliau secara finansial, tentunya bersama istri beliau.
Pengalaman dari kami berkunjung dan makan membuat saya menyadari, akan ada hal-hal yang lebih mengejutkan ketika nanti kami berkunjung ke rumah keluarga utama beliau. meskpun saya meyakini cukup menarik, namun bagaimanapun itu cerita keluarga orang, jadi cukuplah, ilustrasi awal ini menjadi landasan untuk opini ane berikutnya.
Keluarga, Antara Idealisme dan Kenyataan Hidup
entah kenapa, ane bener-bener yakin sebagian besar orang pasti memimpikan kalau berkeluarga itu punya rumah, punya kendaraan, berangkat ngantor pakai kemeja rapih, balik disambut senyuman manis istri dan anak-anak, bersenda gurau ketika di meja makan, bermesra-mesra di depan televisi, and so on. Bahkan dalam hati ane yang paling dalem, ane juga pengen mengalami hal tersebut (haha) pas berkeluarga nanti. Namun, sekali lagi, kenyataan hidup, well, god always had a plan, somehow that plan look very bad, or not like that. Ane ambil contoh sederhana, hitunglah, dalam sebuah kompleks perumahan, berapa rumah yang ketika makan malam seluruh sanak keluarga hadir, hitung deh, berapa banyak keluarga yang berangkat ngantor pake kemeja rapih, hitung deh, berapa anak di indonesia yang "tersenyum" ketika bertemu orang tuanya, ane yakin, gambaran simpel diawal bisa dibilang "sangat utopis".
Ane inget dulu pernah nulis beberapa statemen tentang keluarga juga, perlu diketahui, keluarga bisa dibagi dalam beragam jenis. Tidak selamanya keluarga batih (keluarga inti) bisa menjadi "keluarga" bagi anggota-anggotanya. Bahkan, apabila melihat kondisi remaja saat ini, mereka sering menganggap "keluarga adalah mereka yang saytu visi", dalam hal ini, satu visi keinginan yang kadang bertentangan dengan keluarga batih. Kita ngga bisa memungkiri, kebudayaan "punk", menggelandang, komunitas-komunitas remaja "aneh tapi nyata" hadir dari proses ini. Lebih gregetnya lagi, keluarga kedua mereka (yang seharusnya tetap menjadi keluarga kedua) malah berubah menjadi keluarga primer. Yang dimaksud rumah bukan lagi tempat ayah dan bunda tinggal, tapi kolong-kolong jembatan, tempat menangis bukan lagi pelukan ayah atau bunda, tapi pundak-pundak kekasih yang (mungkin) sudah mengambil "sesuatu" dari mereka, dan lain-lain. Dunia membuktikan, keluarga yang bahagia semakin jarang ditemui, begitu banyak status "keluarga gagal" yang terserak luas dan bisa kita temui produknya dimana saja.
Ane sangat sepakat dengan konsep ujian yang diberikan Tuhan kepada kita, namun, Tuhan dalam Al-Qur'an sudah menjelaskan konsep "ujian tidak akan lebih berat dari yang bisa ditanggung manusia". Maksud ane disini, tidak semua kegagalan dalam pembangunan keluarga merupakan kehendak tuhan, justru malah peran manusia seringkali sangat besar dalam terciptanya "kenyataan pahit keluarga". dalam paragraf sebelumnya, ane menyebutkan banyak keluarga di dunia ini yang memperoleh status sebagai "keluarga gagal", keberadaan mereka bukan berarti tidak ada keluarga berhasil di dunia ini. justru, karena Tuhan menciptakan konsep keseimbangan, ada banyak contoh keluarga-keluarga yang bisa dijadikan teladan, dalam hal ini teladan untuk menjadi keluarga berhasil.
Keberhasilan Keluarga, Kembali pada Titik Awal
beberapa sosiolog barat sangat mengedepankan konsep keluarga sebagai pranata seksual dan pranata perkembangbiakan manusia, dan sayangnya, konsepnya sering berhenti sampai pada titik ini saja. Dampaknya, hingga saat ini bisa dibilang jarang ditemui keluarga-keluarga beres di barat. bukan kasus luar biasa di barat sana seorang ayah mengawini anaknya, atau seorang ibu menjalin asmara dengan putranya. maka, apabila kita berpandangan keluarga yang dibangun dari pranata pernikahan hanya untuk melegalkan hubungan antar laki dan perempuan, kita bisa terjatuh pada titik terendah sebagai manusia. hasilnya, keluarga hanya menjadi sarana perkembangbiakan saja, bahkan dalam ajaran syi'ah dikenal konsep yang jauh lebih parah dengan konsep nikah mut'ah (kawin kontrak) yang melegalkan pembangunan "keluarga" dalam interval waktu tertentu.
maka, kembali ke titik awal, untuk apa sebenarnya tuhan menciptakan manusia dalam bentuk yang berbeda, ada yang laki, ada yang perempuan. dijelaskan bahwa penciptaan ini digunakan untuk saling mengenal, kemudian saling merasa nyaman (afeksi), kemudia sarana pengkaderan generasi masa depan (reproduksi dan pendidikan), dan dalam islam dikenal konsep "anak adalah amanah" yang artinya anak sebenarnya adalah milik Allah, yang dititipkan untuk dididik oleh manusia. dengan demikian titik dasar pembangunan keluarga ada pada konsep "keluarga adalah sarana menuntaskan amanah yang Allah berikan". konsep dasar ini bisa dijabarkan dalam banyak bentuk yang menyangkut keseluruhan aspek berkeluarga, misalnya, konsep pemenuhan nafkah, konsep pendidikan anak, dan konsep toleransi. dengan berlandaskan pada konsep dasar "keluarga sebagai sarana menuntaskan amanah", maka dalam konsep rezeki bukan lagi dibangun atas dasar professional, namun, professional dan ibadah. dalam proses pendidikan anak, bukan hanya mendidik secara dunia saja, namun anak juga dikenalkan dalam dunia akhirat, dikenalkan dengan Tuhan, dan ajaran-ajaran agama. begitu pula dalam konsep toleransi, akan mudah jika memahami keluarga bukan sebagai tempat bersaingnya ego, daripada menganggap keluarga sebagai tempat bersaingnya ego yang jelas dapat memicu konflik berkepanjangan.
kita bisa melihat bagaimana keluarga-keluarga muslim teladan menempuh hal ini. keluarga Umar bin Khattab sukses dalam menghasilkan Umar-umar berikutnya, maksudnya adalah manusia yang "furqon", memiliki loyalitas terhadap agamanya, dan tentu saja cerdas. dan, hal ini bisa bertahan hingga ratusan tahun bahkan setelah Umar Bin Khattab wafat. kita juga bisa melihat bagaimana keluarga Anas bin Malik yang senantiasa diberikan keberkahan selama 100 tahun lebih, dikarenakan Anas bin Malik memiliki kedekatan luar biasa dengan Nabi Muhammad SAW dan tentu, kedekatan ini semakin memperkuat konsep dasar keluarga dalam islam, yaitu "keluarga adalah sarana pemenuhan amanah Allah SWT". untuk model paling utama, kita bisa melihat keluarga Rasulullah, bagaimana keluarga super besar ini mampu menjaga keharmonisan bahkan sampai Rasulullah wafat, belum pernah ada satupun istri yang dicerai. anak-anak Rasul pun juga senantiasa memperoleh pasangan yang baik, dan hal-hal lain yang tentu akan membuat keluarga modern iri. sekali lagi, hal ini bisa terjadi karena konsep dasar kepemilikan Allah atas keluarga dipegang teguh.
Pesan untuk Pemuda Muslim
ane sangat meyakini, pemuda dan pemudi muslim senantiasa memiliki cita-cita untuk membangun sebuah keluarga yang berkah dan diridhai Allah SWT. maka, pesan dari ane simpel banget, yuk kita sama-sama pahami konsep keluarga dalam islam. keluarga yang bukan manis di awal namun pecah perang berkepanjangan di akhir. pemahaman konsep kepemilikan Allah atas keluarga bisa memberi kita banyak manfaat dan keyakinan lebih dalam membangun keluarga. manfaat nya, ane cukup kasih satu, tidak ada satupun kerugian kalau kita berbisnis sama Allah. Keyakinan lebih juga cukup ane kasih satu alasan, keberadaan Allah di sisi kita semua lebih berarti dari apapun di dunia ini. yuk didik istri dengan cara yang baik, yuk berikan pendidikan dan kasih sayang sebaik mungkin kepada anak, yuk didik diri sendiri agar bisa jadi imam yang baik, yang bisa membawa keluarganya berhimpun kembali di jannah nanti.
terakhir, anggaplah kita khalifah Allah dimuka bumi, maka, tanggung jawab perbaikan bukan hanya pada keluarga saja. yuk kader diri kita menjadi mereka yang kehadirannya membawa pengaruh baik di lingkungan. yuk didik istri biar jadi teladan bagi wanita-wanita modern, teladan yang santun tutur katanya, santun perangainya. yuk didik anak jadi pahlawan yang baik di masa depan, jadikan mereka sebagai pemegang saham terbesar perbaikan ummat manusia di masa mendatang. karena sekali lagi, kita membangun keluarga dengan tujuan sederhana, mengabdi pada Allah, dengan berlandaskan pada konsep "keluarga sebagai sarana pemenuhan amanah Allah". maka, jangan ngomong ngelantur soal nikah dulu deh, daripada ngomongin "nikah doang", yuk kita pahami, nikah berarti membangun keluarga, bukan membangun romansa. :)
Wallahu 'Alam
Created by :
Muhammad Abdullah 'Azzam, Bachelor Students of Management Study, Faculty of Economy and Business, Sebelas Maret University, Surakarta.
For further information contact me in felloloffee@gmail.com or azzamabdullah@student,uns.ac.id
No comments:
Post a Comment