Pertama kalinya aku merasa aneh saat kembali ke rumahku,
relung tergelap dalam kehidupan tempat aku berlari tidak lagi segelap dulu. Aku
duduk, termenung diruang televisi, menyaksikan tayangan yang tidak aku nikmati
sama sekali. Jantung-ku berdetak tak
beraturan, seperti masa 5 tahun yang lalu, ah, masa itu. Aku masih mendengar
guyuran air di kamar mandiku, sudah 15 menit, gumamku. Selama apa dia akan
mandi disana. Aku masih terbayang betapa jeleknya muka ku ketika gadis ini
memegang ujung jaket-ku dan mampir ke toko ikan milik keluarga Hanekawa. Aku melihat
Tora dan Ayah-nya melongo ketika aku memesan porsi makanan lebih dan meminjam pakaian
perempuan milik ibu dan adik perempuan Tora.
Paling mengesalkan, ketika tora merangkul
pundak-ku dan berkata :
“aku tidak tahu seberapa mengenaskan kisah cintamu, tapi aku
rasa, semua akan berakhir malam ini”, kata tora sambil melirik gadis itu nakal,
kemudian mencolak pinggang ku
Aku tidak bisa berkata apa-apa kecuali memamerkan muka
memerah ku, membiarkan kucing aneh itu mengeong keras, melihat wajah Pak Misaki
dan Bu Hanekawa tersenyum simpul, dan gadis itu yang menatap dengan wajah
polosnya.
“arigato gozaimas, ano, ima sugu kaerimasu (terima kasih,
maaf, aku akan segara pulang)”
“haiii kuro-san! Ganbatte, ano, hayai janai onegai, omae wa
otoko desu! (baik mas Kuro!, semangat, anu, jangan cepat-cepat ya. Karena kamu
cowok)” Perkataan yang membuat wajahku makin memerah dan kuping ku panas, aku
segera mempercepat langkah, tapi, tanpa kusadar, ada sesuatu yang memegang
tangan-ku.
“nee, ahmad, kalau kamu secepat itu, aku tidak bisa memegang
ujung jaketmu dengan benar, kalau ahmad mau berjalan secepat itu, genggam saja
tangan ku”
Hidungku ikut memanas “tangannya halus..” gumamku, namun aku
segera teringat, ini tidak boleh. “ah maaf.. aku minta maaf, aku tidak bisa
mengenggam tangan mu. Aku tidak diijinkan memegang tangan mu untuk saat ini..”
aku melepaskan tangan ku, dan memperpelan langkahku. Aku membiarkan dia
memegang ujung jaketku seperti tadi, berjalan pelan, sambil aku terus
bertanya-tanya, ada apa sebenarnya, apa yang tengah terjadi? Apa yang tuhan
rencakan untukku?.
Musim panas ini sangat berbeda, aku semakin ingin memakai
jaket-jaket tebal yang menyembunyikan diri dan identitas-ku. Namun sepertinya,
jaket ini pun tidak cukup. Dia yang sedang mandi di kamar mandi ku tahu siapa
diriku, padahal aku yakin, dia baru pertama kali ini aku temui. Baju yang dia
gunakan juga tidak familiar digunakan di Asakusa, maka aku yakin, dia tidak
pernah bertemu dengan-ku. Terdengar pintu kamar mandi terbuka, dan aku melihat
dia, seperti peri yang baru keluar dari pemandian legendaris di cerita rakyat
negaraku. Ternyata dia sangat cantik, ketika pakaian dan wajah lusuh-nya
dibersihkan, aku benar-benar terpana. Meskipun aku sangat suka menyendiri, aku
tetap-lah laki-laki yang menyukai perempuan.
“nee ahmad, kenapa lampu ruang ini kamu matikan? Tidak baik
kan menonton televisi dalam ruangan gelap” kata perempuan itu sambil menyalakan
lampu ruang televisi-ku. Kemudian dia mengambil cangkir yang belum aku cuci di
buffet ku, “cukup bersih juga rumah mu ini ahmad, aku tidak menyangka.. “
katanya sambil mencuci gelas itu, dan mengambil segelas air, kemudian duduk di
hadapan ku, aku berpaling.
“sudah kuduga, aku tepat memilih mu, kamu tidak akan
menyakiti-ku. Aku sepertinya tahu siapa dirimu, apakah kamu memiliki yukata
dan kain segi empat yang lebar?” katanya. Sambil mengangguk aku mengambil yukata
dan sebuah taplak meja buatan turki yang dibelikan ibu, kemudian menyerahkan
kepadanya. Dia memakai yukata, kemudia memasang taplak meja itu dengan cukup
rapi di kepalanya, yukata ku yang terlalu besar untuknya sama sekali tidak menunjukkan
lekuk-lekuk tubuhnya, “lebih nyaman berbicara kan kalau aku seperti ini?”.
Aku tidak bisa berkata-kata, dia sangat cantik, taplak meja
itu dia gunakan seperti kerudung yang mentup belahan yukata yang dia gunakan. Aku
semakin tidak mengerti dengan-nya, mengapa dia bisa mengetahui identitas-ku,
mengapa dia bisa mengetahui nama-ku, mengapa dia memilihku? Siapa sebenarnya
wanita ini?!.
“baiklah ahmad, silahkan kau bertanya kepadaku, apapun yang
kau mau”
Dia menatap ku, tepat pada bola mata yang seolah dia sedang
menyelami diriku dan apa yang aku miliki. Aku terkesiap, aku sama sekali tidak
menduga, kehidupan yang selama ini aku kunci rapat dalam kepekatan memori,
hancur begitu saja, karena kehadiran dia, seorang wanita yang penuh misteri.
-continued
No comments:
Post a Comment