Gerai Inspirasi

ekonomika politika romantika

LightBlog
Responsive Ads Here

Tuesday, February 3, 2015

Pertanyaan dan Jawaban Soal Perekonomian SMA

inget, mengerjakan soal sendiri tetep lebih baik ya gais.. :v selamat malam, assalamalaikum, alhamdulillah, arigatou kami-sama ane bisa ngeblog lagi. masya allah dah di semarang, sinyal smartpret dah kayak make telepon gelas ngga bisa connect sama sekali. yah,, eniwey ane dah bisa ngenet lagi.

malem ini ane masu ngaeshare pertanyaan dan jawaban ane soal olimp ekonomi sma yang diadakan di sebuah univ di indonesia. gimanapun anggep ini ilmu aja ya gais.. jangan asal contek. domo, silahkan bisa buat belajar. yang makek asal plagiat moga di hantuin ama dia :v. si "NO". amin





1.       Pajak lump sum dan pajak per unit merupakan pajak yang diterapkan kepada monopolis, meskipun kedua pajak tersebut lebih tepat disebut metode pembebanan pajak. Dikarenakan, non monopolis pun dapat terkena pajak yang sifatnya demikian. Secara sederhana, pajak lump sum merupakan pajak keseluruhan, sedangkan pajak per unit adalah pajak spesifik. Pajak keseluruhan maksudnya pajak dibebabankan berdasarkan total hasil produksi, sedangkan pajak spesifik, pembebanan pajak berdasarkan unit ptoduksi. Maka, apabila sama-sama memproduksi 500 unit barang dalam waktu tertentu dengan pengenaan pajak lump sum, akan berbeda hasilnya dibandingkan dengan pengenaan pajak per unit.
Dalam paragraf sebelumnya, kami menjelaskan bahwa pajak lump sum dan per unit merupakan metode pengenaan pajak saja. Akan tetapi, kedua metode ini lebih sering diterapkan kepada perusahaan monopolis. Maksudnya adalah, perusahaan yang memainkan kebijakan monopoli. Perusahaan seperti ini seringkali ditemukan dalam unit usaha yang sifatnya terbatas baik dari segi penggunaan teknologi atau sumber daya, sehingga bisa mengendalikan pasar. Dalam teori ekonomi umum, monopolisasi merupakan hak meskipun dapat merugikan perekonomian. Sedangkan dalam teori syari’ah, monopolisasi mutlak dilarang, meskipun ada kondisi-kondisi yang mengijinkan dilakukannya monopolisasi. Maka, pengenaan kedua pajak ini bertujuan agar dampak negatif dari monopoli bisa dikendalikan, minimal dari segi kepastian pemasukan negara dari sektor ini.
Penerapan dari pajak lump sum dan pajak per unit akan kami jelaskan seperti berikut. Jika perusahaan monopolis ABCD memproduksi 500 unit barang. Pemerintah menerapkan kebijakan lump sum, maka pajak tersebut akan sama apabila perusahaan ABCD memproduksi 300 unit barang, dikarenakan pajak keseluruhan lump sum tidak memperhatikan berapa unit produksi yang dihasilkan dan menetapkan harga pajak sama untuk jumlah produksi berapapapun. Sedangkan apabila pemerintah menerapkan kebijakan pajak per unit maka produksi 500 dan 300 unit akan menghasilkan pajak berbeda. Misalkan pajak lum sum untuk perusahaan monopolis adalah 1000, maka produksi 300 maupun 500 tetap harus memenuhi pajak sejumlah 1000 tersebut. Tetapi, jika menerapkan pajak per unit, apabila pajak per unit barang adalah senilai 2, maka produksi 300 akan menghasilkan pajak 600 dan produksi 500 akan menghasilkan pajak 1000.
Dari contoh diatas, dari aspek biaya pajak lump sum dan pajak per unit dapat dikategorikan sebagai biaya tetap dan biaya variabel. Maka dari itu, implikasi terhadap struktur biaya perusahaan juga sama dengan implikasi biaya tetap dan biaya variabel. Biaya tetap, apabila produksi ditambah, maka akan menghasilkan nilai pembebanan biaya yang makin kecil. Sedangkan biaya variabel nilai pembebanan akan semakin bertambah dengan penambahan jumlah produksi. Dengan demikian, kedua pajak ini memiliki peluang untuk menguntungkan atau merugikan pasar dan pemerintah.
Pajak lump sum akan bersifat menguntungkan pasar dan perusahaan jika produksi banyak. Apabila produksi minim, maka beban pajak yang di tanggung perusahaan sangat tinggi dan cenderung akan membebankan pajak tersebut kepada harga jual. Sehingga, menghasilkan harga yang tidak terjangkau pasar. Tapi, jika produksi dapat dimaksimalisasi, pasar dan perusahaan akan lebih stabil dikarenakan ada ketersediaan barang dan perolehan keuntungan yang bernilai “cukup” bagi perusahaan. Meskipun tidak menutup kemungkinan adanya kondisi seperti mengenakan standar harga tertinggi yang merugikan pasar. Maka, diperlukan regulasi dan aplikasi regulasi yang jelas dan konsisiten oleh pemerintah, dilakukan untuk melindungi pasar dari permainan yang mungkin dilakukan oleh perusahaan monopolis. Karena, baik produksi skala kecil maupun besar sama-sama memiliki peluang untuk merugikan pasar.
Pajak per unit akan mempengaruhi bagaimana perusahaan memperlakukan produksinya, karena semakin minimnya produksi akan meringankan biaya. Dampaknya bagi pasar adalah kemungkinan timbulnya kelangkaan. Maka, pemerintah harus menetapkan standar produksi tertentu yang kemudian harus dipatuhi oleh perusahaan untuk menjaga kondisi pasar.
Maka, dengan penjabaran diatas, pajak lump sum dan pajak per unit akan mempengaruhi struktur biaya perusahaan sebagaimana biaya tetap dan biaya variabel. Biaya tetap akan mempengaruhi pengaturan biaya produksi agar se optimal mungkin sehingga menghasilkan kuantitas barang yang banyak. Sedangkan biaya variabel akan menghasilkan pengaturan biaya produksi efisen efektif untuk dapat meminimalisir produksi.

2.       Full disclosure priciple adalah sebuah prinsip dimana kita harus mencantumkan dalam sebuah laporan keuangan entitas semua informasi yang akan mempengaruhi kepahaman pembaca atas laporan keuangan tersebut. Disebabkan peluang banyaknya informasi yang harus disajikan, untuk meminimalisir hal tersebut maka penyajian dari informasi tersebut dibatasi pada kejadian atau transaksi-transaksi yang memiliki dampak nyata pada kondisi keuangan entitas atau laporan keuangan.
Consisitency principle merupakan prinsip yang menjelaskan ketika telah menggunakan suatu prinsip akuntansi maka prinsip tersebut harus terus diterapkan di masa depan. Perubahan penggunaan prinsip maupun metode dilakukan hanya jika telah ada cara baru untuk memperbaiki laporan keuangan. Ketika dilakukan perubahan maka harus menyertakan seluruh dokumentasi untuk melengkapi laporan keuangan.
Dari definisi kedua prinsip tersebut dapat ditarik 3 kesimpulan mengapa prinsip-prinsip ini perlu diterapkan dalam sebuah pembuatan laporan keuangan.
a.       Diperlukannya kejelasan daalam penyajian laporan keuangan.
b.      Diperlukan sebuah pola baku dalam penyajian laporan keuangan
c.       Diperlukan kesamaan persepsi dalam interpretasi laporan keuangan
Dikarenakan prinsip-prinsip ini menjelaskan pentingnya menciptakan kesepahaman antara pembuat dan penerima laporan keuangan. Kesepahaman akan di peroleh dengan memberikan informasi detail dan kesamaan intrepretasi berasal dari penerapan metode yang konsisten. Dimisalkan perusahaan ABCD akan membuat laporan keuangan kepada stake dan stock holder perusahaan. Perusahaan ABCD menyembunyikan data gaji dari laporan keuangan dan berubah-ubah dalam metode pencatatan biaya produksi. Meskipun perusahaan bisa melakukan tindak penipuan dengan mempersalahkan pegawai sebagai sumber beban dan sebagainya, akan tercipta saling tidak percaya yang diawali dari kesalah pahaman serta ketidaksesuaian interpretasi antara perusahaan ABCD dengan para stakeholder yang akan berdampak pada hilangnya pilar pendukung kelangsungan perusahaan. Jika perusahaan ABCD menerapkan prinsip-prinsip diatas mungkin akan menambah kepercayaan pihak-pihak terkait terutama dari segi penyajian data dan konsistensi perusahaan.
3.       Case study
a.       Perbedaan quantitative dan qualitative easing
Quantitative dan qualitative easing keduanya merupakan saranan moneter non konvensional yang digunalan untuk menghadapi krisis global. Metode yang diterapkan untuk masing-masing metode berbeda. Secara sederhana akan kami jelaskan dalam poin-poin berikut.
1.       Quantitative easing merupakan metode monter yang digunakan untuk memperbaiki kondisi moneter dengan cara mendorong aspek moneter melalui pembelian aset-aset milik private oleh pemerintah kemudian menaikkan harga dan menurunkan yield dengan tujuan menjaga nilai bunga pada nilai tertentu yang diinginkan. Qualitative sebaliknya, bukan mempertimbangkan aset tertentu akan tetapi memasukan lini-lini beresiko tinggi dalam sebuah proyek finansial untuk meningkatkan lini finansial berbasis sektor riil beresiko seperti pertanian dan industri mikro. Mengesankan seolah “keuangan kita kuat karena faktor-faktor berikut” meskipun keadaan sebenanrnya tidak demikian.
2.       Quantitavie mengutamakan lini moneter, ciri khas kapitalis yang dikembangkan oleh The FED dan digunakan oleh Amerika Serikat sedangkan qualitative mengutamakan lini riil beresiko, ciri khas sosialis yang dikembangkan dan digunakan oleh China.
3.       Quantitative menciptakan efek super cepat dan penggunaan yang mudah, dikarenakan berdasarkan pada sesuatu yang bersifat pasti. Qualitative memang memberikan efek cepat akan tetapi dengan resiko tinggi, dikarenakan perhitungan lini usaha beresiko akan membawa dampak negatif jika lini tersebut tidak bisa memenuhi ekspektasi pasar
4.       Quantitative menjadi beresiko jika ada resistensi dari pemilik aset privat, sedangkan qualitative justru memberikan kesempatan pada sektor-sektor usaha privat untuk berkembang meskipun dalam skala terbatas
5.       Dalam jangka panjang quantitative tidak bisa memberikan dampak apa-apa, maka quantitative bersifat seperti morfin, hanya berlaku untuk menyelesaikan suatu kondisi. Sedangkan untuk menciptakan kondisi yang lebih stabil dan berjangka panjang qualitative dapat memenuhi hal tersebut meskipun akan cukup lama bereaksi terhadap krisi global dibanding dengan quantitative.

b.      Quantitave easing Jepang dan Amerika. Mana yang lebih berdampak?

Indonesia bukan negara yang dapat menciptakan,mendesain apalagi mengendalikan kondisi pasar baik segi nasional,regional, apalagi global. Posisi Indonesia di pasar global tidak berada dalam posisi strategis, karena sampai detik ini, belum ada kebijakan global yang dipengaruhi oleh Indonesia. Maka, Indonesia berada di posisi “dipengaruhi” oleh pasar-pasar tingkat regional dan global yang ada di dnuia. Maka, apabila terjadi permasalahan krusial di lini-lini tersebeut bisa dipastikan Indonesia akan terkena imbasnya.

Ada 3 pasar yang cukup kuat dalam mempengaruhi perekonomian Indonesia, yaitu pasar Eropa, Asia Timur dan Amerika. Eropa berada dibawah kesatuan Uni Eropa, Asia Timur secara umum terbagi menjadi Jepang,Korea Selatan, dan China, dan Amerika yang berarti Amerika Serikat. Regional-regional ini menjadi kiblat bagi negara dunia ketiga dalam menggantungkan kondisi perekonomian. Kembali dalam perspektif nasional, meskipun dunia memiliki 3 kiblat ini, sampai detik ini belum ada pasar yang cukp kuat untuk melebihi Amerika, meskipun beberapa regional telah berhasil menandingi Amerika. Superioritas Amerika dalam pasar global berada dalam tataran “cukup mengerikan” dikarenakan memang belum ada regional atau negara-negara yang dapat menandinginya.

Berdasarkan posisi Amerika yang demikian meskipun ada pandangan “Amerika melemah” tetapi hal itu belum akan berlangsung dekade-dekade ini. Terbukti dalam krisis berbahaya 2008 Amerika dapat bangkit dan segera mendominasi dunia (lagi). Maka, apabila ditanyakan mana yang berdampak Jepang atau Amerika? Jawaban yang logis dan masuk akal berdasarka pandangan umum adalah kebijakan Amerika yang lebih berdampak pada kondisi Indonesia.

Berdasarkan pada materi studi kasus, Amerika yang telah “menutup” quantitative easing berarti telah “kembali” pada rute stabilitas perekonomina, sedangkan Jepang masih berkutat dalam resesi dan deflasi. Maka, penghentian quantitative easing Amerika akan kembali mengundang pelaku pasar Indonesia untuk memasuki pasar Amerika, setelah sebelumnya Indonesia memasuki pasar-pasar eropa dan asia timur untuk menghindari pasar Amerika yang tengah lesu. Maka, jika pasar Amerika kembali, Indonesia kembali memasuki pasar terkuat dunia. Kesimpulannya, sebaik apapun kondisi Jepang jika Amerika sama baiknya, akan lebih mempengaruhi Indonesia, begitu pula sebaliknya. Maka, kebijakan Amerika akan lebih mempengaruhi Indonesia daripada Jepang. Dengan pertimbangan superioritas, kondisi pasar Indonesia, serta realitas pasar global saat ini.

c.       Kebiajakan mengakhiri quantitatuve easing oleh Amerika berarti menguatnya posisi Amerika atas pasar dunia secara umum dan menguatnya nilai tukar dollar yang berarti, ancaman melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dollar jika rupiah dan Indonesia belum mampu memperbaiki kondisi. Dikarenakan masalah paling krusial adalah moneter, maka lembaga-lembaga seperti OJK,LPS, dan BI memiliki tanggung jawab penuh atas hal ini. Meskipun penulis meyakini dampak riil dari kembalinya Amerika akan lebih berat dari moneter.
Maka yang perlu dilakukan, secara normatif-umum dapat diringkas menjadi “mengokohkan fondasi moneter nasional”. Penjabaran dari pendapat ini akan dibagi dalam poin-poin berikut.
1.       Memastikan tingkat suku bunga nasional dan meminimalisir fluktuasinya
Tingkat suku bunga berarti menjamin arus perputaran moneter nasional. Apabila tercipta kondisi tidak stabil pada tingkat suku bunga, berarti arus perputaran moneter-pun menjadi tidak stabil
2.       Mengamankan nilai sekuritas,aset dan pengelolaan pemasukan dan pengeluaran negara dengan prinsip efektif dan efisien
Sektor fiskal akan menentukan langkah-langkah moneter. Dengan fondasi fiskal yang kuat berarti negara akan memiliki kemampuan untuk mendukung program-program moneter. Maka, melakukan pemborosan,pembuatan program non-stratejik, dan gemuknya birokrasi tidak boleh dibiarkan.
3.       Fondasi ekonomi riil berbasi pada ekonomi skala industri dan ekonomi mikro
Ekonomi mikro bertujuan untuk memberikan ketahanan jangka pendek untuk menghadapi krisis yang mungkin terjadi, dan, aspek industri digunakan agar dapat mempersiapkan jangka panjang. Dikarenakan aspek industri menjadi lini yang akan menerima dampak langsung dari penguatan nilai tukan atau apapun yang merupakan hasil dari kebijakan moneter.

No comments:

Post a Comment