Assalamualaikum,, good night every body.. :)
agan sekalian met malemm, wah, seneng banget akhirnaa ane bisa nge post di blog kawaii ini.. :v i'm glad that i can make a new post here. haha, and, of course, tentu saja, karena bentar lagi mau musim politik jilid 2, alias pilih presiden, walopun agak mainstream, ane bakal ngangkat tema politik. :3 well, yahh at least walaupun di kategori politik di blog ane kurang laris, hehe, tapi yah, that's not a big deal i think. :)
oke, i create this post based on my illumination when i ride my motorcycle from my college to my home. :) hasil ide merenung gan, merenungi kenapa senior yang ane akui bisa jatuh kepada pilihan menjadi seorang swing voters, yang berarti, belum mampu atau mungkin "mampu" yaa dalam melakukan pilihan di election ntar tanggal 9 juli. aneh sih, tapi ya sudahlah, ane akan coba mengkaji mengenai swing voters di post ane malam hari ini, insya Allah :)
oke, mungkin ane harus berterimakasih sama Jawa Pos ya,ane jadi paham sedikit tentang apa itu swing voters, yah, kalau based on mahluk-mahluk di jawa pos bilang, kalau swing voters itu pemilih yang masih labil, masih belum mampu menentukan pilihan karena bermacam hal. entah karena belum ada yang dirasa cocok sebagai pimpinan, atau karena latar belakang individu itu sendiri. misal, kalau calon yang maju tu agamanya kurang bener, maka si pemilih yang merasa agamannya sedikit lebih baik akan menimbang dalam waktu yang cukup lamaaa, untuk menentukan pilihan. dsb.
tapi, karena ane mengutamakan persepsi negatif, hehe, biasa, kalau kita mengutamakan penilaian positif untuk dunia yang sekarang, masih high risk banget deh. karena ane ingin mengutamakan analisa dampak dan penilaian negatif, status swing voters sebenarnya bukan karena ketidak mampuan individu dalam menentukan pilihan karena aspek eksternal seperti kualifikasi calon atau partai yang maju, tetapi lebih kepada keinginan individu untuk melepaskan diri dari kungkungan sosial yang mengikat, seperti anggapan masyarakat, cemoohan publik, dan berbagai macam hal lain yang berkaitan dengan pikiran individu mengenai "nanti saya akan dianggap apa oleh masyarakat" bukan karena "apakah pemimpin itu baik atau buruk". alasan kenapa saya mengemukakan pendapat seperti dikarenakan
1. jika swing voters adalah individu yang betul menimbang mana kira-kira pemimpin yang baik, maka akan dilakukan usaha-usaha untuk menciptakan hipotesa dan penilaian objektif untuk menentukan siapa yang patutu untuk dipilih.
fakta yang sering saya hadapi, mereka yang mengambil status swing voters biasanya berakhir pada kondisi golput, atau tidak memilih. bahkan jajak pendapat yang saya lakukan sebelum pemilihan legislatif, 15 orang yang saya tanyakan dan mereka memilih sebagai swing voters 7 diantaranya berakhir dalam kondisi tidak memilih atau memilih dengan asal.
2. swing voters, dalam hal ini seharusnya bisa menjadi penentu kunci angka partisipasi dalam ajang pemilu, tapi pada kenyataannya seperti yang berulang pada beberapa ajang pemili, swing voters justru menjadi angka penyumbang terbesar dalam golput. misalkan dalam pilgub jawa tengan pada 1 tahun lalu, dari 75% orang yang dinilai sebagai swing voters, hanya 25% saja yang menjadi pemilih, selebihnya mengambil posisi netral alias golput.
maka kalau dalam analisa singkat mengenai swing voters, dapat disimpulkan bahwa mengambil posisi swing voters dalam menyikapi pemilu bukan murni dalam pencarian tokoh mana yang ingin dipilih tetapi lebih pada pengamanan status individu dalam kehidupan sosial. karena keberpihakan terhadap suatu pihak dalam pemilu biasanya menghadirkan stereotipe sosial.
nah kemudian, mengapa disini saya membahas swing voters, dikarenakan, seringkali yang menjadi swing voters adalah mereka yang berada dalam kondisi layak untuk menentukan pilihan, maksudnya disini adalah mereka yang telah memperoleh pendidikan yang layak, bahkan cenderung tinggi, dan dinilai sebagai pemilih mayoritas untuk diperebutkan suaranya pada ajang pemilu tahun ini.
opini yang saya ajukan adalah, apabila para pemilih yang telah dinilai sebagai pemilih cerdas malah mengambil posisi yang tidak jelas, maka diputuskan adalah, penentu pemimpin adalah mereka yang masih bisa dikategorikan sebagai pemilih fanatis, dengan kapasitas yang rendah dan berada dalam stratifikasi sosial yang cukup rendah baik dari segi perekonomian maupun pendidikan. jika penentu elemen negara adalah mereka yang belum bisa menilai pemimpin dari perspektif objektif, maka jangan salahkan jika yang tercipta adalah elemen pemerintah yang juga sama dengan kapasitas yang memilih. jangan salahkan negara jika kemudian yang tercipta adalah negara yang korup, tidak bermoral dan cenderung idiot. karena apa, mereka yang bisa dinilai lebih bermoral dan berpendidikan menolak untuk menggunakan otak guna menentukan pilihan yang baik. itulah.
kemudian, yang timbul masalah jika ternyata swing voters malah beralih menjadi mereka yang tidak menggunakan hak pilih, ini akan menjadi sebuah kebocoran, atau penyelewengan sebuah bakat dan kelebihan yang dimiliki. karena sebenarnya apa yang dimiliki para swing voters telah berada dalam kondisi lebih dari cukup untuk melakukan deciding, pembuatan keputusan. maka dari itu menurut hemat saya pribadi, swing voters itu, bukan merupakan positioning yang tepat jika anda merupakan orang yang cenderung berpendidikan. walaupun media integritasnya tidak dapat dipegang lagi, dikarenakan telah menjadi sarana politik, tetep saja bisa ditemukan referensi yang cukup untuk menentukan pilihan.
inilah yang mendasari mengapa saya menolak apabila ada orang yang berpendidikan menjadi bagian mereka yang berstatus swing voters. karena ada pertanyaan yang ingin saya sampaikan. anda sekalian, para swing voters , tahulah, negara kita itu sudah nggak jelas, lantas apa anda ingin membuat negara kita makin tidak jelas dengan anda tidak menentukan ada di pihak mana?
sekain terimakasih
Wallahu 'Alam
Muhammad Abdullah 'Azzam
Mahasiswa S1 Manajemen FEB Universitas Sebelas Maret Surakarta
agan sekalian met malemm, wah, seneng banget akhirnaa ane bisa nge post di blog kawaii ini.. :v i'm glad that i can make a new post here. haha, and, of course, tentu saja, karena bentar lagi mau musim politik jilid 2, alias pilih presiden, walopun agak mainstream, ane bakal ngangkat tema politik. :3 well, yahh at least walaupun di kategori politik di blog ane kurang laris, hehe, tapi yah, that's not a big deal i think. :)
oke, i create this post based on my illumination when i ride my motorcycle from my college to my home. :) hasil ide merenung gan, merenungi kenapa senior yang ane akui bisa jatuh kepada pilihan menjadi seorang swing voters, yang berarti, belum mampu atau mungkin "mampu" yaa dalam melakukan pilihan di election ntar tanggal 9 juli. aneh sih, tapi ya sudahlah, ane akan coba mengkaji mengenai swing voters di post ane malam hari ini, insya Allah :)
oke, mungkin ane harus berterimakasih sama Jawa Pos ya,ane jadi paham sedikit tentang apa itu swing voters, yah, kalau based on mahluk-mahluk di jawa pos bilang, kalau swing voters itu pemilih yang masih labil, masih belum mampu menentukan pilihan karena bermacam hal. entah karena belum ada yang dirasa cocok sebagai pimpinan, atau karena latar belakang individu itu sendiri. misal, kalau calon yang maju tu agamanya kurang bener, maka si pemilih yang merasa agamannya sedikit lebih baik akan menimbang dalam waktu yang cukup lamaaa, untuk menentukan pilihan. dsb.
tapi, karena ane mengutamakan persepsi negatif, hehe, biasa, kalau kita mengutamakan penilaian positif untuk dunia yang sekarang, masih high risk banget deh. karena ane ingin mengutamakan analisa dampak dan penilaian negatif, status swing voters sebenarnya bukan karena ketidak mampuan individu dalam menentukan pilihan karena aspek eksternal seperti kualifikasi calon atau partai yang maju, tetapi lebih kepada keinginan individu untuk melepaskan diri dari kungkungan sosial yang mengikat, seperti anggapan masyarakat, cemoohan publik, dan berbagai macam hal lain yang berkaitan dengan pikiran individu mengenai "nanti saya akan dianggap apa oleh masyarakat" bukan karena "apakah pemimpin itu baik atau buruk". alasan kenapa saya mengemukakan pendapat seperti dikarenakan
1. jika swing voters adalah individu yang betul menimbang mana kira-kira pemimpin yang baik, maka akan dilakukan usaha-usaha untuk menciptakan hipotesa dan penilaian objektif untuk menentukan siapa yang patutu untuk dipilih.
fakta yang sering saya hadapi, mereka yang mengambil status swing voters biasanya berakhir pada kondisi golput, atau tidak memilih. bahkan jajak pendapat yang saya lakukan sebelum pemilihan legislatif, 15 orang yang saya tanyakan dan mereka memilih sebagai swing voters 7 diantaranya berakhir dalam kondisi tidak memilih atau memilih dengan asal.
2. swing voters, dalam hal ini seharusnya bisa menjadi penentu kunci angka partisipasi dalam ajang pemilu, tapi pada kenyataannya seperti yang berulang pada beberapa ajang pemili, swing voters justru menjadi angka penyumbang terbesar dalam golput. misalkan dalam pilgub jawa tengan pada 1 tahun lalu, dari 75% orang yang dinilai sebagai swing voters, hanya 25% saja yang menjadi pemilih, selebihnya mengambil posisi netral alias golput.
maka kalau dalam analisa singkat mengenai swing voters, dapat disimpulkan bahwa mengambil posisi swing voters dalam menyikapi pemilu bukan murni dalam pencarian tokoh mana yang ingin dipilih tetapi lebih pada pengamanan status individu dalam kehidupan sosial. karena keberpihakan terhadap suatu pihak dalam pemilu biasanya menghadirkan stereotipe sosial.
nah kemudian, mengapa disini saya membahas swing voters, dikarenakan, seringkali yang menjadi swing voters adalah mereka yang berada dalam kondisi layak untuk menentukan pilihan, maksudnya disini adalah mereka yang telah memperoleh pendidikan yang layak, bahkan cenderung tinggi, dan dinilai sebagai pemilih mayoritas untuk diperebutkan suaranya pada ajang pemilu tahun ini.
opini yang saya ajukan adalah, apabila para pemilih yang telah dinilai sebagai pemilih cerdas malah mengambil posisi yang tidak jelas, maka diputuskan adalah, penentu pemimpin adalah mereka yang masih bisa dikategorikan sebagai pemilih fanatis, dengan kapasitas yang rendah dan berada dalam stratifikasi sosial yang cukup rendah baik dari segi perekonomian maupun pendidikan. jika penentu elemen negara adalah mereka yang belum bisa menilai pemimpin dari perspektif objektif, maka jangan salahkan jika yang tercipta adalah elemen pemerintah yang juga sama dengan kapasitas yang memilih. jangan salahkan negara jika kemudian yang tercipta adalah negara yang korup, tidak bermoral dan cenderung idiot. karena apa, mereka yang bisa dinilai lebih bermoral dan berpendidikan menolak untuk menggunakan otak guna menentukan pilihan yang baik. itulah.
kemudian, yang timbul masalah jika ternyata swing voters malah beralih menjadi mereka yang tidak menggunakan hak pilih, ini akan menjadi sebuah kebocoran, atau penyelewengan sebuah bakat dan kelebihan yang dimiliki. karena sebenarnya apa yang dimiliki para swing voters telah berada dalam kondisi lebih dari cukup untuk melakukan deciding, pembuatan keputusan. maka dari itu menurut hemat saya pribadi, swing voters itu, bukan merupakan positioning yang tepat jika anda merupakan orang yang cenderung berpendidikan. walaupun media integritasnya tidak dapat dipegang lagi, dikarenakan telah menjadi sarana politik, tetep saja bisa ditemukan referensi yang cukup untuk menentukan pilihan.
inilah yang mendasari mengapa saya menolak apabila ada orang yang berpendidikan menjadi bagian mereka yang berstatus swing voters. karena ada pertanyaan yang ingin saya sampaikan. anda sekalian, para swing voters , tahulah, negara kita itu sudah nggak jelas, lantas apa anda ingin membuat negara kita makin tidak jelas dengan anda tidak menentukan ada di pihak mana?
sekain terimakasih
Wallahu 'Alam
Muhammad Abdullah 'Azzam
Mahasiswa S1 Manajemen FEB Universitas Sebelas Maret Surakarta
No comments:
Post a Comment