Kata Pak Luhut, UMKM Diminta Bikin Micro-chip
Dalam sebuah berita singkat yang
dirilis salah satu media sosial, salah satu menko yang super terkenal, Bapak
Luhut, meminta agar UMKM juga terjun ke bisnis teknologi tinggi. Tidak melulu
UMKM harus terjun di dunia fashion atau kuliner, katanya, karena meskipun
gampang dunia fashion dan kuliner imbal balik kepada pebisnis ataupun negara
kurang fantastis. Contoh saja negara maju, imbuhnya, dimana disana
bisnis-bisnis UMKM juga berhasil menyentuh sektor industry berteknologi tinggi,
sehingga wajar kalau ekonomi di luar sana cepat majunya.
Sebenarnya tidak ada yang salah
dengan ungkapan bapak menko yang terhormat. Dunia sudah melampaui era
globalisasi, kita sudah masuk di zaman digital dimana melalui akses informasi,
setiap orang bisa mendesain dirinya untuk menjadi apapun yang dia inginkan.
Akses pengetahuan semakin luas, sehingga kita, bangsa dari sebuah negara
berkembang bisa belajar, meningkatkan kapasitas diri sehingga bisa menjadi
bangsa yang maju. Begitu juga sektor UMKM, digitalisasi ini sudah mencapai tataran
per individu, tiap orang, tanpa memandang latar belakang. Maka memang tidak ada
salahnya kalau dunia UMKM juga turut diminta berbenah, diminta terjun ke dalam
bisnis tersebut.
Namun sebelum menuju kesana, pada
tahun 2009 penulis bertemu dengan sebuah buku. Dengan format novel berdasarkan
kisah nyata, buku berjudul the city of Joy ini menceritakan kehidupan
masyarakat di kota Calcutta, India. Buku ini mengambil setting India sebelum
memiliki senjata nuklir, maka memang lebih banyak ha-hal absurd lagi
menyedihkan dalam kisahnya. Ada satu bagian, dimana penulis buku ini
menceritakan bagaimana masyarakat India di kota itu bertahan hidup, melalui
usaha-usaha di tengah pemukiman kumuh mereka.
Diceritakan tentang bagaimana
anak-anak kecil bekerja banting tulang di industry rumahan pembuat ballpoint.
Dimana mereka bertarung dengan resiko keracunan bahan kimia pembuat tinta
ballpoint. Orang-orang dewasa yang bekerja di industry keramik sekali pakai,
hingga penyulingan bangla (minuman keras illegal), dan lain sebagainya. Namun
ada satu kisah yang membuat saya takjub dan berdiri telinganya, kisah bagaimana
sebuah industry rumahan membuat sebuah baling-baling kapal raksasa.
Industry rumahan di pemukiman kumuh
tersebut benar-benar membuat segalanya. Ada satu buah rumah yang fokus
memproduksi produk-produk logam, dan suatu ketika, seorang misionaris yang
sedang berkunjung ke daerah sana terkejut karena mendadak terjadi keributan.
Orang-orang yang bekerja di usaha kecil pembuat logam itu riuh rendah, beberapa
orang keluar membawa palu dan mulai membongkar tembok depan bengkel logam
tersebut, sedangkan yang lain bersiap memperkuat jembatan kayu yang
menghubungkan antara bengkel, dengan jalan raya. Sebuh truk sudah siap menunggu
di ujung jalan, truk yang sangat besar jika dibandingkan dengan jalanan sempit
pemukiman kumuh ini.
Betapa terkejutnya si misionaris
saat menemukan, sebuah baling-baling kapal raksasa ditarik keluar dari tembok
bengkel yang sudah hancur itu. luar biasa besarnya sampai 10 orang yang bersama
memikulnya terhuyung-huyung. Lebih terkejut lagi ketika misionaris ini bertanya
kepada si pemilik bengkel, untuk apa gerangan baling-baling sebesar rumah itu?
pemilik bengkel hanya menjawab ringan, galangan kapal memesan untuk produk
kapal barang terbarunya. Singkat cerita baling-baling kapal tadi sudah diangkut
oleh truk, setelah dinding bengkel dibongkar, jembatan kayu diperkuat, dan 10
orang kuat terhuyung-huyung membawanya dari bengkel menuju truk.
Kekuatan sektor UMKM
Cerita bagaimana sebuah bengkel di
pemukiman kumuh India berhasil memproduksi sebuah baling-baling kapal menjadi
bukti kekuatan UMKM. Kisah ini terjadi jauh sebelum digitalisasi menyapu bersih
dunia, namun di masa tersebut taji UMKM sudah bisa dikategorikan mengerikan.
Mengapa? Karena UMKM memang sektor bisnis yang menuntut segalanya serba nyata,
serba riil.
UMKM bisa jadi tidak memiliki
saham, tidak memiliki izin usaha bahkan, namun uang yang berputar disana adalah
hard money, uang betulan. Proses bagaimana seorang bakul gorengan belanja
kebutuhan produksi nya hari itu, hingga produk sampai ke tangan pelanggan
melibatkan uang. Uang betulan yang menggaransi ekonomi tetap berputar. Tidak
mengendap di kertas-kertas dengan judul aneh namun susah diuangkan seperti
Surat Berharga Bank Central, atau angka-angka kosong yang tercetak di
rekening-rekening perbankan. Inilah yang membuat ekonomi bergairah, karena
masih ada wujud uang yang berputar secara bebas, dari pelanggan ke bakul
gorengan, dari bakul gorengen ke supplier, dan seterusnya.
Hal ini ditambah dengan bagaimana
Indonesia, dan mayoritas negara berpenduduk ratusan juta, memiliki proporsi
pekerjaan yang memang mendukung munculnya sektor UMKM ini. Semua jenis pegawai
mau itu Abdi Negara, pegawai swasta, pegawai BUMN hingga pekerjaan khusus
seperti psikiater dan perawat membutuhkan support dari sektor UMKM. Karena
jelas, tuntutan pekerjaan membuat mereka kurang waktunya, jika harus
memproduksi makanannya sendiri. Boro-boro, bahkan terkadang orang-orang ini
tidak mampu hanya sekedar keluar rumah untuk membeli produk tertentu.
Maka wajar dikatakan, jika UMKM
memang fondasi luar biasa bagi ekonomi negara, dan pada 2 periode kepemimpinan
Bapak Jokowi sektor industry ini memperoleh perhatian. Berbagai macam program
pelatihan hingga bantuan permodalan digulirkan, karena memang, hal-hal tersebut
dibutuhkan oleh para pengusaha di sektor ini. Sehingga bisa kita saksikan,
meskipun dalam kondisi pandemic, dan dalam tekanan ekonomi yang luar biasa,
UMKM Indonesia tetap menggeliat, karena apa? Sektor ini bergerak mengikut uang
nyata tadi, uang yang bisa dipergunakan langsung tanpa harus mikir ini dan itu.
Namun mengapa sektor ini, terkesan
stagnan dan hanya bermain di bisnis-bisnis mudah seperti fashion dan kuliner?
Kebutuhan sebuah Tujuan/Rencana Ekonomi Nasional. Indonesia Mau Jadi
Negara Apa?
a.
SIfat Alami
dari UMKM
Mengapa
sebuah industry rumahan kumuh di India, mampu membuat baling-baling kapal?
Sederhana, di masa itu berarti India sudah memiliki galangan kapal yang mampu membuat kapal sendiri, bahkan
sampai kapal barang kapasitas menengah. Hampir semua bisnis UMKM memiliki resep
yang sama, semua bisa terjadi kalau ada order, kalau ada permintaan, karena
memang darisana UMKM hidup. Memang mungkin kemudian UMKM hadir dan membuka
pasar baru, namun jika demikian terjadi, maka UMKM masih belum menjadi bagian
integral dari peta jalan pembangunan ekonomi Indonesia.
Peran
negara dalam hal ini adalah jelas dan mudah, negara harus mendorong dirinya
ataupun industry besar untuk menciptakan sebuah interaksi, sifat saling ketergantungan
antara sektor industry dan sektor UMKM. Karena dengan adanya saling
ketergantungan ini, sektor UMKM tidak lagi hanya menjadi pemanis dalam ekonomi
nasional. UMKM betul-betul memiliki peran, dan dengan perannya ini tidak hanya
meningkatkan kapasitas Indonesia dari sektor perekonomian saja, namun menyentuh
semua aspek termasuk didalamnya indeks pembangunan manusia, dan taraf hidup
secara umum.
Beberapa
industry sudah melakukan hal ini dan memang dampak dari kebijakan ini sangat
luar biasa. Bisa diambil contoh bagaimana sebuah industry makanan terkemuka di
Indonesia menggandeng komunitas-komunitas petani untuk memproduksi varietas
kentang yang dibutuhkan untuk proses produksi. Alhasil para petani akhirnya
memiliki gantungan, karena ada satu varietas yang bisa diberlakukan seolah
gaji, karena pasti ada yang beli, sehingga mereka bisa lebih tenang, nyaman,
untuk mengembangkan varietas lain selama kentang permintaan perusahaan telah
dipenuhi kuotanya. Perusahaan pun tidak akan diam saja, secara proaktif
memberikan penyuluhan, ilmu pengetahuan kepada para petani, sehingga produksi
bahan baku mereka terjamin, dan tentu saja, ilmu pengetahuan itu juga
bermanfaat bagi petani dan bisa diaplikasikan kepada proses tanam yang lain.
Model
bisnis seperti ini bisa memberikan gambaran bagaimana sifat alami UMKM bisa
menjadi senjata untuk memperbaiki banyak aspek, dan ya, model bisnis kentang
yang saya ceritakan singkat tadi memang sudah memberikan manfaat bagi
pihak-pihak terkait. Maka jika berbicara industry teknologi tinggi di
Indonesia, stimulus riil apa yang bisa dilakukan pihak-pihak terkait?
b.
Sifat
industry ber teknologi tinggi
Masa
karantina kebelakang membuat penulis sempat mengikuti perkembangan politik dan
ekonomi internasional. Memang tidak banyak kabar baik, tetapi setidaknya ada
sebuah gambaran mengenai sifat dari industry berteknologi tinggi.
Perang
dagang yang terjadi antara Tiongkok dengan Amerika Serikat menghasilkan sebuah
putusan yang disepakati pemerintah Amerika Serikat, dimana industry teknologi tinggi
Amerika, dilarang melakukan kerjasama dan sharing
teknolgogi dengan industry-industri dari Tiongkok terutama Huawei. Hal ini
diambil karena pemerintah memiliki bukti atas kecurigaan mereka, bahwa
perusahaan Tiongkok Huawei terlibat langsung dalam pencurian asset-aset ilmu
pengetahuan, dan bahkan aksi spionase yang dilakukan pemerintah Tiongkok
terhadap Amerika Serikat.
Penulis
tidak akan banyak bergunjing tentang benar tidaknya penerapan sanksi tersebut,
namun disini dapat dipahami bahwa industry teknologi tinggi berada di posisi
yang vital bagi keamanan nasional.
Industry
teknologi tinggi menggambarkan sejauh apa sebuah negara dapat memberikan
pengaruh dalam kancah internasional. Hal ini digambarkan dalam usaha-usaha yang
termasuk dalam industry teknologi tinggi. Industry persenjataan, industry
farmasi, dan industry digital menjadi contoh beberapa industry yang termasuk
kategori ini, semua industry ini memiliki sifat yang sama, memiliki pengaruh
langsung terhadap hajat hidup orang banyak dengan cara yang tidak disangka.
Industry digital misalkan, down nya server media sosial seperti facebook
beberapa waktu lalu ternyata memberikan dampak luar biasa. Dan bagaimana
kebijakan pemerintah di tahun 2019 yang menerapkan blokir terhadap beberapa
aplikasi seperti WhatsApp, membawa dampak luar biasa bagi masyarakat.
Maka sifat
alami dari sektori industry ini harus menjadi perhatian, peta jalan rencana
bagaimana Indonesia terjun ke sektor ini harus sangat jelas. Kemunculan rencana
mobil nasional ESEMKA sebearnya bisa menjadi tolak ukur sekaligus gambaran
bagaimana sebenarnya pemerintah bersiap memunculkan sektor ini. Jika benar
industry mobil nasional ESEMKA betul-betul wujud, maka saksikanlah,
sektor-sektor yang mendukung industry ini akan bermunculan dan tumbuh pesat,
namun jika tidak, wajar jika keseriusan pemerintah dipertanyakan.
Karena jika
pada akhirnya, orang-orang, warga Indonesia yang memiliki kemampuan di sektor
ini akhirnya memilih bekerja untuk negara lain, maka bisa jadi, selamanya
Indonesia akan terus bergantung pada negara lain untuk keperluan teknologi
tinggi-nya.
c.
Legal dan
Formal
Pada tahun
1990-2000 an di daerah Talang Kabupaten Tegal, banyak industry logam yang
memiliki kapabilitas untuk membuat suku cadang kendaraan bermotor. Suku cadang
ini jelas lebih murah dari suku cadang resmi, dan menjadi daya Tarik tersendiri
bagi pengusaha di sektor industry otomotif. Sehingga Talang dijuluki sebagai
pabriknya Honda di Indonesia.
Namun hal
ini tidak bertahan lama karena tersandung dengan aspek legal, dan ditambah
dengan semakin tinggi nya teknologi yang digunakan untuk memproduksi suku
cadang kendaraan bermotor. Sekarang daerah Talang tetap menjadi sektor industry
logam, namun kaitannya dengan industry otomotif sudah tidak seperti dulu.
Penulis
sebagai pelaku usaha dapat bersaksi, bahwa meskipun sudah dilakukan banyak
perbaikan, namun tetap saja urusan perizinan adalah momok bagi pelaku usaha di
sektor UMKM. Maksud penulis, jika memang izin usaha mudah, seharusnya usaha jasa membantu pengurusan perizinan tidak perlu ada
lagi. Dan ini nyata, persyaratan yang semakin ribet, integrasi dengan
teknologi digital yang semakin membuat bingung, dan lain-lain masih menjadi
catatan untuk aspek legal formal dunia industry di Indonesia.
Contoh
sederhana, jika mengurus izin mensyaratkan pemohomon mengunggah foto KTP di
kanal resmi pemerintah, kenapa masih
harus melampirkan fotokopi KTP saat akan mengambil perizinan yang
dimaksud???????
Contoh
kecil tadi masih menjadi tanda tanya penulis sampai saat ini, apalagi jika
berkaitan dengan industry teknologi tinggi. Masih segar dalam ingatan penulis
ketika seorang warga berhasil memproduksi sebuah televisi, untuk dirinya
sendiri. Namun apa yang terjadi? Pemerintah Daerah melarang dan memusnahkan
produk tersebut, tetapi pemerintah pusat justru malah mendukung dan memberikan
uang kepada si warga. Sikap tidak kompak yang ditunjukkan oleh pemerintah pusat
dan pemerintah daerah bisa menjadi sebuah gambaran bagaimana aspek legal formal
di Indonesia adalah horror tersendiri. Dan jika ini dikaitkan dengan industry
teknologi tinggi, baik pemerintah maupun pegiat UMKM yang mau terjun ke
dalamnya, bisa kena batunya.
Menjadi Warga Negara yang Solutip
Tidak ada salahnya sebenarnya jika
bahasa halus dari pernyataan Bapak Luhut sebenarnya adalah stimulus, permintaan
agar secara kreatif rakyat coba mencari solusi sendiri atas masalah tersebut.
Terbukti, kemunculan gojek, bukalapak dan lain-lain, adalah inisiasi warga
negara agar dapat muncul solusi digital, bagi zaman digital. Bisa dikatakan
solusi-solusi mandiri itu manjur, memiliki dampak luar biasa dan bahkan
menggeser bisnis-bisnis pribadi yang sudah menggurita, dengan modal besar,
asset besar dan dukungan dari pemerintah yang juga besar.
Dengan terbukanya akses informasi
ke dunia luar pun, warga Indonesia memiliki referensi bagaimana menjawab
tantangan zaman. Hal ini penulis pun juga tengah coba merintis dan melakukan,
maka sebenarnya, tulisan ini bukan dalam rangka protes atau apa. Hanya
menyampaikan bahwa hal semacam ini, tidak hanya nyata, namun juga sangat
mungkin kembali dan menghantam Indonesia sebagai negara.
Jangan heran kalau akhirnya,
kualitas dunia hiburan Indonesia masih berkutat di level sinetron picisan
dengan tema cerita yang sama dan berulang. Ketika sineas ulung Indonesia harus
ke lauar negeri dulu untuk mendapatkan hal yang seharusnya mungkin mereka
dapatkan di negeri ini. Jangan heran kalau meminjam istilah putri dari bapak
Herry Tanoe, ketika akhirnya animasi anak-anak semua masih berkiblat di America
atau Jepang, dan ada porsi pekerjaan di animasi-animasi itu yang digarap oleh
Orang Indonesia. Ya karena jadi seniman, animator, desainer di negeri ini masih
harus behadapan dengan aelah cuman gitu
doang mahal amat.
Maka jika Pak Luhut minta UMKM
membuat micro-chip, fine. Sebenarnya ya sudah ada kok UMKM yang memproduksi
semacam ini. Cuman yang beli jelas bukan perusahaan Indonesia, ya sederhana,
karena emang ngga ada yang mau beli disini. Produk teknologi canggih dari
Indonesia pada akhirnya menjadi milik negara lain, entah akan digunakan dengan
cara apa yang mungkin bisa berdampak pada kehidupan berbangsa dan bernegara.
Semua ini terjadi, karena dukungan, bahkan mungkin peta jalan pembangunan
ekonomi nasional yang Wallahu ‘alam.
Atau memang, pernyataan tersebut
memang meminta UMKM memproduksi produk teknologi tinggi dan dijual begitu saja
ke pihak asing tanpa ada imbal baliknya bagi Negara Indonesia? Kalau memang
demikian ya, Dirgahayu Republik Indonesia ke 75! Indonesia Maju! Katanya.
Muhammad Abdullah 'Azzam, Bachelor of Management Study, Faculty of Economy and Business, Sebelas Maret University, Surakarta.
For further information contact me in felloloffee@gmail.com or skripsiazzam@gmail.com
Alumni Penerima Manfaat Beasiswa Aktifis Nusantara Dompet Dhuafa Angkatan 6
Untuk tulisan lain berkaitan dengan manajemen, silahkan kunjungi pranala dibawah ini
kunjungi juga profil selasar saya di :https://www.selasar.com/author/abdullah/
Atau kalau mampir di Kompasiana :
Thanks for your support!
Follow dan Komen untuk artikel-artikel menarik lainya
No comments:
Post a Comment