Secara
kebetulan, negara Indonesia memiliki penduduk mayoritas muslim, dan kebetulan
sejarah mencatat, toleransi berkembang sangat subur pada 800 tahun kejayaan
islam. Bagaimana Umar bin Khattab, penakluk Jerussalem pertama membuat
deklarasi “tanah ini milik semua, siapa yang berpegang pada agama lama akan
kami lindungi, tidak akan ada gereja maupun sinagog yang dihancurkan”, dan
diteruskan oleh Shalahuddin tidak bisa disamakan dengan yang dilakukan
Isabella-Alfonso, “jika kalian ingin hidup makanlah babi, ingkari tuhan kalian,
dan pajang daging babi di depan rumah kalian”. Kisah Imaduddin Zanki sang
pahlawan bermental baja, mungkin tidak sehebat dogeng Raja Arthur, tetapi jelas
lebih baik dari Reynald de Chattilon dan ksatria templar, yang merampok para jemaah
haji, dan berbuat lucah di jalur madinah-mekkah. Sejarah mencatat, 3 agama
langit, hidup damai dan saling mengasihi di bawah kepemimpinan, di bawah
masyarakat muslim. Kebetulan yang terlalu jujur bila di ingkari.
Kebetulan
indonesia juga memiliki mayoritas muslim cukup besar, kebetulan juga indonesia
memiliki sejarah sama, dan kebetulan indonesia juga menghadapi kebutaan sejarah
yang sama, jadi, secara kebetulan, seolah pahlawan adalah pecundang, dan
pembantai adalah pahlawan. Peperangan dengan spanyol, portugis, dan belanda,
dipimpin oleh nama-nama seperti Sultan Hairun, Sultan Agung Mataram, Pangeran
Diponegoro, Cut Nyak Dien, Teuku Umar, Hingga Pattimura, katanya bernama Thomas
Mattulessy, tapi ternyata bernama Ahmad Lussy. Pertempuran intelektual dengan
hindia-belanda pada era berikutnya juga dipimpin oleh HOS Cokroaminoto, Ahmad
Dahlan, Hasyim Asy’ari, dan Murid KH Soleh Darat, RA Kartini. Pertempuran
melawan KNIL, pribumi didikan belanda, NICA, dan pasukan sekutu lebih mengenal
Hizbullah yang diburamkan sejarahnya oleh rezim pembangunan yang terhormat,
atau pahlawan-pahlawan nahdiyyin dari GP Anshar, hingga para pejuang arek-arek
Surabaya yang dipimpin gelora takbir Bung Tomo.
Teks
proklamasi, pertanda independensi ditandatangani seseorang bernama Soekarno,
murid dari HOS Cokroaminoto, dan orang lain yang bernama “muhammad”. Dicetuskan
oleh Soekarni, yang bersepakat dengan seseorang bernama “ahmad” di sebuah
laboratorium. Sang saka di jahit seorang wanita bernama “fatmawati”, dan rel
kereta dijaga para alumni Hizbullah yang tergabung dalam PETA. Beruntung ada seseorang
bernama AA Maramis, jadi kemerdakaan Indonesia tidak homogen dan menyalahi
etika Bhinneka Tunggal Ika yang tercetus kemudian. Dengan segala hormat, para
patriot mempersilahkan negara ini berlandaskan nasionalisme, dengan menjunjung
tinggi moral ketuhanan, penghapusan tujuh kata menjadi bukti sejarah, islam
menghormati, serta bertoleransi. Seandainya sila pertama masih tetap ketuhanan
yang maha esa serta kewajiban menjalankan syariat islam bagi pemeluknya,
mungkin Erdogan akan lahir di Indonesia, mungkin Rohingya akan menjadi Provinsi
ke 35 kita, dan mungkin, Israel akan menjadi negara terpisah di belahan bumi.
Hanya tuhan yang tahu.
Dunia ini
bercerita, dan terus bercerita, terus berjalan, ketika para patriot diubah
menjadi para pecundang. Bagaimana LB Moerdani membabat para penduduk Priok
karena ada tentara yang menumpahkan air comberan secara sengaja kedalam masjid.
Bagaimana Separatis RMS dan OPM, berkeliaran menganggu keutuhan NKRI dan dengan
bebas membantai manusia di Poso, Ambon, dan Pegunungan Timika, mereka
membantai, tapi mereka “membela diri”, kata para ahli hukum. Sedangakn GAM,
yang terang mempertahankan harga diri Aceh yang di injak-injak oleh rezim
pembangunan dengan Daerah Operasi Militer, diperlakukan sebagaimana penjahat
diberlakukan. Bahkan muslimah Aceh yang tidak ada kaitannya dengan GAM, menjadi
sasaran pelampiasan hasrat tentara republik ini, yang kesepian di medan
pertempuran. Alangkan lucunya negeri ini.
Jadi bukan
suatu kabar menghebohkan jika sekelompok pendeta dan sekelompok fanatis
menyerang sebuah ritual sholat idul fitri di negeri ini. Gaya koboi era
Indonesia tidak beradab yang terus menerus disibukkan dengan konflik
horizontal. Karena, mereka memang terlahir, dan sejarah mencatat, begitulah
perilaku dasar mereka. saudara kami dibakar masjidnya ketika merayakan idul fitri? ya mungkin begitu juga perilaku mereka. tercatat dalam sejarah bangsa ini perusakan rumah ibadah adalah bumbu yang sangat nikmat untuk memanasi konflik horizontal. secara sederhana, negara ini tengah berada dalam kendali entitas-entitas yang membuat apa yang kami dan mereka yakini, dalam balutan bhineka tunggal ika semakin berantakan. kami meyakini pembebesan dan kebenaran yang haq, tapi kami tidak menyukai ide-ide kekerasan, bahkan nabi kami mengajarkan, dalam pertempuran jangan pernah berharap bertempur, memukul muka musuh, atau membakar rumah-rumah ibadah. itu ajaran nabi kami, itu ajaran islam.
Kami
mengimani Muhammmad SAW, dan kami akan berada di jalannya. Kami akan bersabar,
dan bersabar, hingga tiba saatnya kami melawan, tiba saatnya Allah SWT menakdirkan,
apa yang dikatakan Muhammad SAW saat pembebasan kota Mekkah, Umar Bin Khattab
saat membebaskan Jerussalem, dan Muhammad Al-Fatih saat membebaskan
Konstantinopel, terulang saat kami membebaskan bumi pertiwi, Indonesia, dari
belenggu kebodohan dan penjajahan, menuju pada era keemasan, dan toleransi.
Mendoakan Saudara kami di Papua
Allah selalu bersama kalian dan Kami membersama kalian.
Wallahu 'Alam
Abdullah Azzam
No comments:
Post a Comment