Gerai Inspirasi

ekonomika politika romantika

Tuesday, February 4, 2020

Bersikap di Hadapan Manusia #Millennial

sumber gambar : https://indonesiainside.id/news/nusantara/2020/01/31/syarat-ikut-sunda-empire-wajib-membayar-rp5-juta-per-orang


Bersikap di Hadapan Manusia
#TipsTrikMillennial #Millennial

Penulis memiliki pengalaman menarik saat menempuh studi di sebuah pondok pesantren di Jawa Barat. Pada satu malam, rekan-rekan penulis berkumpul dalam forum angkatan dan disampaikan pengumuman, dimana petinggi-petinggi angkatan melarang kami melakukan permainan gundu/kelereng/setin dihadapan public dengan alasan hal tersebut mempermalukan kami sebagai santri yang hampir menduduki gelar santri senior. Sebuah pengumuman yang jelas memicu banyak pertanyaan dan benar, salah satu rekan bertanya “kenapa permainan kelereng (yang jelas cuman main kelereng saja, kebudayaan Indonesia) dilarang, sedangkan kebiasaan Pahe tidak dilarang?”

Sebelum saya jelaskan bagaimana respon para “petinggi angkatan” terhadap pertanyaan ini, akan penulis jelaskan konteks “Pahe” disini. Pahe alias paket hemat adalah bahasa halus dari kebiasaan “Darmaji”, dahar 5 bayar hiji. Alias lu beli misal gorengan 5, tapi cuman bayar 1. Praktik Pahe ini ngga hanya berlaku buat produk konsumsi, jasa internet dengan cara membuka banyak biling dan hanya bayar biling terakhir, jasa angkot dengan bilang “bayar belakang pir”, bahkan sholat. Ada satu momen penulis mendapati praktik sholat Pahe dengan cara menjamak sholat, subuh-isya, di waktu subuh dengan formasi 2-2-2-3-2 dalam satu waktu di subuh saja. Luar biasa.

Praktik paket hemat ini dilihat dari segi manapun jelas rusak dan merusak, karena menjadi justifikasi dari tindak pencurian, penipuan dan bahkan korupsi aturannya Allah (kalau anda islam). Ketika kejadian diatas terjadi, praktik ini umum dilakukan, hingga muncul berbagai istilah misal “kelak gue akan mem-Pahe salah satu restoran ternama di kota tersebut” dan lain sebagainya. Orang waras manapun jika berhadapan dengan pelaku seperti ini ya solusinya bisa polisi, hukum jalanan atau dewan syariat. Dan tentu, praktik Pahe ini adalah kreatifitas dari anak-anak ini, penulis berani menjamin tidak ada tenaga pengajar ataupun pegawai di pondok yang membolehkan perilaku ini, bahkan jika ketahuan melakukan praktik semacam ini akan memperoleh hukuman sangat berat.

Lantas, apa respon petinggi angkatan atas pertanyaan “mengapa main kelereng dilarang sedangkan pahe tidak dilarang?” sebuah jawaban yang saya sekarang melihatnya sebagai jawaban konyol namun entah kenapa, banyak orang mengamalkan dan menjadikan jawaban semacam ini sebagai rasionalisasi tindak kriminal yang dilakukan.

“Main kelereng kami larang, karena kakak tingkat kita akhirnya melihat kita kekanak-kanakan. Sudah tidak pantas orang setua kita main-main semacam itu. Tapi, kalau “PAHE” adalah tanggung jawab masing-masing, kita tidak bisa membuat aturan apa-apa soal itu”

Titik utama dari jawaban itu adalah bagaimana seringkali manusia lebih mempertimbangkan bagaimana manusia melihat dirinya dibandingkan dengan urusan yang berkaitan dengan moral. Semakin dewasa hal ini dipandang lumrah, dan justru dipandang wajar, contohnya, budaya sogok menyogok yang sangat populer dalam pengadaan berbagai proyek kenegeraan. Maksud penulis, adanya KPK salah satunya adalah untuk menanggulangi hal ini, bukan untuk hal-hal lain. Banyak orang berusaha mencapai sebuah posisi di masyarakat, namun amat disayangkan hal ini membuat manusia abay terhadap moralitasnya, bahkan menanggalkan moralitas tersebut demi memperoleh posisinya tersebut.

Ditambah dengan menjamurnya dan jadinya sosial media sebagai bagian dari kehidupan, semakin banyak orang yang melakukan hal ini. Minimal mereka memperlihatkan sisi terbaik mereka saja di sosial media tersebut, atau bahkan sisi kontroversial mereka. Bisa kita saksikan berbagai jenis drama, mulai dari prank-prank yang merugikan orang, desain-desain konflik bohongan yang dibesar-besarkan, dan hal-hal lain, semua disalurkan salah satunya melalui sosial media untuk meningkatkan kesadaran khalayak ramai atas esksitensi para pelaku. Padahal segala hal itu palsu, rekayasa, orang tersebut tidak sebagaimana yang dicitrakan di media sosial.

Belum lagi merebaknya skandal pencurian seperti anak-anak kecil yang merampok hingga ratusan juta dari orang tuanya hanya demi bermain game, mencitrakan dirinya jago dalam bermain game padahal hanya pay to win, ngga bayar ga menang. Penipuan klasik cepat kaya melalui praktik-praktik MLM misal, atau investasi bodong yang tidak jelas ujungnya kemana. Semua didasarkan pada kiprah seorang tokoh yang mungkin sudah dikenal sebagai ulama atau politisi dikalangan masyrakat. Dan lain sebagainya.

Orang-orang berlomba mencapai maqam, posisi, kedudukan yang dia inginkan. Padahal cara yang ditempuh salah, kriminal, merugikan orang lain dan utamanya merugikan diri dan keluarganya. Namun masyarakat dewasa ini seringkali tidak peduli dan justru menikmati, menjadikan tontonan, membiarkan sudah wajar, sudah kerap kali menjadi respon masyarakat. Apa bedanya Sunda Empire dengan kasus pemimpin-pemimpin agama sesat pada sebelum-sebelumnya? Sama! Semua didasarkan pada kegilaan dan khayalan sinting terhadap sesuatu yang absurd, namun orang menikmatinya, menjadi hal mainstream yang perlu diberitakan dan lebih parah lagi banyak yang mau sukarela ikut serta hal-hal tidak jelas begini.

Sebagaimana respon ketua angkatan penulis pada waktu itu, inilah realitas dimana jika moral dan gengsi disandingkan, bisa dipastikan gengsilah pemenangnya. Kemudian jika ditanyakan apa yang sebaiknya dilakukan, terutama bagi generasi millennial terhadap masalah ini? Urutan iman yang 14 abad lalu diajarkan Rasulullah SAW bisa menjadi solusi.

1.      Jika kau memungkinkan menggunakan tanganmu (kekuasaan, kekuatan) lakukan dengan tanganmu
2.      Jika mungkin dengan lisanmu (nasihat, pengingatan) lakukan dengan lisanmu
3.      Jika tidak mungkin, gunakan hatimu (doakan, tidak ikut-ikutan)

Kalau diterjemahkan secara millennial, lakukan aksi nyata kalau kita memang muak dengan kondisi saat ini. Jangan biarkan tindakan kriminal berlalu begitu saja. Penulis rasa millennial dengan kekuatan teknologi memiliki kekuatan untuk hal ini, dan sangat mungkin melakukan koreksi atas apa-apa yang salah. Namun jelas, setiap tindakan harus didasarkan pada studi yang jelas, landasannya kudu bagus. Jangan asal lempar batu sembunyi tangan, kena UU ITE mampus lu pada.

Kalau emang ngga bisa ya jadilah figure yang baik tanpa memaksa, kalau emang punya instagram isilah dengan hal-hal yang waras atau minimal normal. Nggausah ikut nge-viralin hal-hal ngga penting kayak yang terjadi sekarang, apalagi ikut bikin hashtag yang ngga ada pentingnya buat kehidupan berbangsa dan bernegara. Hashtag sunda empire jelas ampas, ngapain di blow up, cuman hashtag ada apa degan PSSI atau #jiwasraya kayaknya patut dipertimbangkan. Penulis yakin anak-anak muda indonesia IQ nya sudah lebih dari cukup buat ngebedain hal penting dan ga penting bagi mereka.

Terakhir kalau emang kita ngga bisa ngapa-ngapain yaudah gausah ikut-ikutan. Nonton ILC 2 jam cuman buat bahas Sunda Empire? Mending gue nunggu gajah bertelor! Lebih berfaedah, atau apalah, ngelakuin hobi lu yang jelas-jelas kesukaan dan favorit lu, dan menggaransi kebahagiaan buat elu (ya kalo hobinya nonton ILC terserah sih), intinya, kayaknya kata-kata bijak zaman now, jangan bikin orang goblok terkenal. Kata-kata pamungkas ini penulis rasa bisa menjadi bekal buat kita hidup di zaman ini.

Jangan sampai usaha kita bersikap didepan manusia, yang sebenarnya ngga penting-penting amat dan udah ada standar yang sebenarnya berlaku dan baik di masyarakat, lu bikin aneh-aneh sampe bikin skandal apalagi skandal yang dibenci Tuhan. Karena pada akhirnya, yang lebih penting dari semua itu adalah gimana kita bersikap didepan Tuhan, atau apalah kepercayaan kalian, kekuatan terbesar, mother nature, apalah, intinya yang ngasih kalian hidup. Karena tanpa sikap baik dengan mereka, ya jagan salah kalau mereka marah dan mencelakakan kita.

Ga ada asap tanpa api cuy,

Cheers.




Muhammad Abdullah 'Azzam, Bachelor of Management Study, Faculty of Economy and Business, Sebelas Maret University, Surakarta.

For further information contact me in felloloffee@gmail.com or skripsiazzam@gmail.com
Alumni Penerima Manfaat Beasiswa Aktifis Nusantara Dompet Dhuafa Angkatan 6

Untuk tulisan lain , silahkan kunjungi pranala dibawah ini
kunjungi juga profil selasar saya di :

No comments:

Post a Comment