Fondasi Sosio-Kultural Ritel Modern
Perubahan Tren Bisnis
Sebagaimana
manusia dan teknologi, dunia bisnis senantiasa berevolusi. Berbagai perubahan
baik lingkungan maupun aliran peradaban senantiasa membawa dunia bisnis kepada
level berbeda. Beberapa ahli dan ekonom, termasuk penulis sendiri, meyakini
bahwa evolusi secara umum manusia dan faktor disekitarnya sebagian besar
disebabkan faktor ekonomi, namun tidak menutup kemungkinan dunia bisnis
(notabene bagian dari ekonomi) lebih kurang dipengaruhi oleh faktor-faktor
lain.
Contoh mudahnya
bisa dilihat dari bagaimana kebutuhan “memaksa” manusia mendesain uang kertas. Bagaimana
pada akhirnya sebagian besar nasib bisnis ditentukan oleh lembaran kertas
bernama saham daripada asset tetap. Serta beberapa hal lain. Intinya, baik
langsung maupun tidak langsung bisnis akan senantiasa menyesuaikan diri dengan
perkembangan zaman dan kondisi lingkungan sekitarnya.
Begitupun bisnis
ritel. Secara umum bisnis ritel yang menjual barang hasil produksi senantiasa
berpegang pada pakem tertentu dari setiap zaman. Pada era revolusi industry,
pedoman sederhana adalah membuat produk sebanyak-banyaknya, karena pasar pasti
akan menerima semua hasil produksi tersebut, dan sumber daya modal keseluruhan
digunakan untuk proses produksi. Dampaknya, isu kepemilikian atas asset-asset
produksi mengemuka dan menjadi indikator kesuksesan suatu bisnis, semakin
banyak membuat, semakin mungkin menjadi kaya.
Pada era
itu lini-lini ritel lebih sering dikuasai pemain-pemain besar yang dapat
mengakomodir jumlah pasokan dari produsen. Tentu dibantu dengan unit-unit ritel
kecil yang berjumlah banyak dan menguasai pasar-pasar lokal. Konsumen pada masa
itu ditawarkan pilihan tetapi tidak bisa memilih, karena sederhananya pasar
lebih sering berlaku satu arah dimana produsen berlomba mencipta produk,
peritel menawarkan produk. Banyak pilihan, namun tidak dibarengi banyaknya
kesempatan “memilih”.
Pada era
tersebut, mungkin beberapa generasi abad 20 masih merasakannya, barang apapun
yang diiklankan di televise oleh artis ternama bisa dijamin akan memperoleh
popularitas. Sesederhana itu, dan dimasa itu sangat memungkinkan suatu wilayah
bahkan negara dalam produk tertentu dimonopoli oleh produsen tertentu. Selalu ada
alasan kenapa orang jawa lebih umum menyebut sepeda motor dengan sebutan “Honda”,
dan air mineral kemasan dengan sebutan “Aqua”.
Namun dewasa
ini, dengan revolusi massif bernama revolusi teknologi informasi, produsen
justru berlomba mencari apa yang konsumen inginkan. Bahkan, produsen berusaha
membuat berbagai trend dengan melihat perkembangan di masyarakat. Kasus sederhana
untuk wilayah pulau jawa adalah bisnis Tahu Bulat. Sebelumnya tidak ada satu
manusiapun yang tahu makanan khas ciamis ini, meskipun konon sudah banyak
tersebar luas di jawa barat. Namun, dengan sebuah gebrakan sederhana, suara
panggilan tahu bulat dan moda angkutan tahu bulat yang unik, terciptalah boom
tahu bulat. “tahu bulat, asli dari ciamis, digoreng dadakan di mobil 500an,
halal. Tahu bulat, gurih-gurih nyoi, anget-anget..”.
Dari hitungan
produk, kualitas penyajian dan sebagainya tahu bulat jelas kalah jauh dengan
penjual gorengan standar. Namun, bisa kita saksikan boom sekilas tadi
benar-benar membuat pemilik usaha tahu bulat sempat kaya mendadak. Bahkan tahu
bulat menjadi bagian dari budaya populer dalam bentuk lagu, game, hingga meme. Meskipun
akhir-akhir ini popularitas tahu bulat sedikit meredup, namun perlu diingat
kombinasi kemampuan menangkap peluang masyarakat yang suka ngemil gorengan dan
sedikit reformasi di bidang pemasaran, tahu bulat sempat mencatatkan diri dalam
dunia bisnis Indonesia.
Dengan kondisi
yang semakin berkembang dan arus informasi yang bisa diakses konsumen
betul-betul dari mana saja, telah melahirkan berbagai peluang perkembangan bisnis
baru. Meskipun para pemain besar masih ada, namuan pemain-pemain kecil mampu
mendapat tempatnya dari menjadi raja-raja lokal. Pilihan semakin beragam dan
konsumen bisa memilih, bahkan konsumen benar-benar “bisa membunuh” suatu produk
yang tidak lagi mereka inginkan. Pergantian model bisnis, seleksi alam, dan
lain sebagainya telah tersaji dan senantiasa kita lihat setiap hari di sekitar
kita.
Maka,
peritel disini berusaha mencari sesuatu untuk diri mereka sendiri, dalam hal
ini posisi di mata konsumen. Pekerjaan peritel memang “mudah”, tidak perlu
memikirkan jauh-jauh soal proses produksi karena tugas utama peritel adalah
menjual produk. Namun menjual produk dengan tiadanya pembeli sama dengan menggali
kuburan sendiri, ditaambah kemampuan “membunuh” konsumen, peritel yang tidak
hati-hati akan kolaps degan mudahnya.
Dewasa ini,
sebuah fondasi bisnis ritel baru ditemukan dan dikembangkan, bahkan fondasi ini
disiapkan jauh sebelum toko mulai berdiri dan harga ditentukan. Fondasi ini
adalah fondasi sosio kultural. Fakta bahwa akhirnya McDonal memunculkan menu
Ayam Geprak dan Es Teh menjadi bukti nyata, bahkan pemain besar pun harus
takluk dihadapan konsumen. Jadi, mengesampingkan faktor sosio kultural tidak
lain menghitung mundur untuk kematian bisnis ritel kita.
Aset Berharga, Faktor X Bernama Masyarakat
Bisa jadi
sebuah entitas masyarakat telah berumur lebih lama dari bisnis itu sendiri.
Coca cola yang baru ditemukan di Abad 19 jelas berumur jauh lebih muda dari
kebudayaan China, dan tantangannya adalah bagaimana orang China mau melirik Coca
Cola. Beras sebagai makanan pokok Masyarakat Indonesia jelas sudah dimulai
sejak lama, dimana Kerajaan Demak pernah menjadi eksportir beras terbesar di
Dunia daripada Mc Donald memperkenalkan burger pertamanya.
Wajar jika
kemudian masing-masing entitas masyarakat memiliki ragam budaya bahkan budaya
bisnis. Beberapa budaya bisnis yang tersisa masih bisa kita saksikan sekarang,
misalkan Hik dan Angkringan di Solo dan Jogja, Budaya Salaman Harga di Tanah
Minang, dan lain sebagainya. Dan lebih unik lagi, dalam hal ini ritel Hik
sampai hari ini masih mampu bersaing dengan peritel kuliner besar seperti
McDOnalds dan KFC. Saya pernah melihat sebuah warung Hik tetap berdiri dan
ramai meskipun di sebelahnya persis ada restoran modern.
Jika ditambah
dengan revolusi besar teknologi informasi, maka bukan tidak mungkin
budaya-budaya bisnis masyarakat semakin memperoleh posisinya. Wajar jika
kemudian, pemilik modal berlomba-lomba mengadopsi budaya bisnis ini dengan
diberikan sentuhan-sentuhan terbaru. Saat ini Hik tidak hanya dikesankan
sebagai warung gerobak, beberapa restoran dengan konsep Hik sudah berdiri, tentu
membidik pangsa pasar lebih elit. Dan konsep-konsep lain yang tentu membuat
kita sebagai konsumen “merasa dirumah” meskipun pada hakikatnya kita sudah
bermain sangat jauh.
Maka, tren
saat ini yang dilakukan para peritel adalah “bagaimana masuk ke masyarakat
untuk kemudian membuat arus baru”. Jelas restoran Hik tadi tetap menjual menu
Hik, namun variasi menu modern misalkan Smoothies, tempat yang full Ac,
panggung music dan Wifi membuat para pemilik angkringan tradisional “melongo”. Arus
baru sudah dibentuk yang pada akhirnya konsumen memiliki preferensi Hik
berbeda, jika awal bulan makanlah disana, sedang jika akhir bulan mampir ke
warung pak anu dibawah pohon mete. Semacam itulah.
Meskipun terkesan
jahat dan menunjukkan kekuasaan mutlak dari modal, namun itulah kenyataannya. Maka
kita tidak bisa menyalahkan satu dan lain hal, mengkritik satu hal dan
meninggikan yang lain, pandangan saat ini harus bersifat objektif. Karena mau
tidak mau, baik pemain besar maupun pemain kecil memerlukan kekuatan bernama
masyarakat dengan segala kebudayaannya, tentu dengan garansi, bisnis mereka
tetap berjalan.
Menjadi Bagian dari Masyarakat
Dalam hal
ini tim Semart memilih untuk menjadi bagian dari masyarakat. Meskipun diskenariokan
Semart adalah instansi bisnis dengan modal besar, namun tetap dialokasikan
beberapa porsi untuk industri-industri kecil untuk masuk dan bermain. Menjadikan
produk makanan tradisional dan makanan lawas menjadi produk utama, jelas
membuat Unilever maupun Lion gigit jari karena kedua hal ini belum mereka
aneksasi.
Selain dari
produk, berbagai event promosi yang menyesuaikan kalender masyarakat Surakarta
menjadi jawaban Semart atas pertanyaan “apakah Semart mampu bersaing?”. Karena Semart
bukan hanya bersaing, justru kami merangkul masyarakat dengan memberikan
penghormatan yang sama atas nilai-nilai luhur di masyarakat. Selain itu,
beberapa fasilitas discount dan promosi disesuaikan sedimikian rupa dengan
kondisi di masyarakat, sehingga wajar jika kemudian Semart mampu berdiri dengan
dukungan dari berbagai kalangan.
Tidak hanya
itu, sejak awal Semart memang berusaha menjadi bagian dari keluhuran budaya
masyarakat Solo. Nama Semart yang merupakan akronim dari Semar, tokoh
pewayangan yang merupakan tetua dari kelompok punokawan yang bijak adalah
simbor pelayanan dan pengabdian yang merupakan ruh terdalam dari orang-orang
jawa. Desain toko, kolaborasi apik dari ornament modern dan goresan aksen lokal
menjadikan Semart sebagai toko yang nyolo,
maka wajar jika dalam puncak perencanaan toko, Semart memperoleh apresiasi dari
tim penilai dan investor.
Tidak hanya
itu, dengan mempertaruhkan reputasi sebagai ritel modern, daripada memanggil
artis-artis tenar Ibukota Semart lebih memilih memberdayakan komunitas dan
artis-artis lokal. Mengundang komunitas teater dan seni hiburan di sekitar solo
dalam agenda Grand Opening toko menjadi bukti perjudian kami. Toh kenyataannya,
artis-artis lokal tadi lebih memiliki basis masa di Solo dibandingkan dengan
artis-artis ibukota.
Maka, mau
menjadi seperti apakah bisnis kita? Masyarakat dalam hal ini calon konsumen
menyimpan potensi besar yang sayang jika tidak dimanfaatkan. Apakah kita
memilih untuk berdiri melawan arus, atau ikut arus sebentar, untuk kemudian
menciptakan arus yang secara fundamental mampu merubah arus itu sendiri? Pilihan
ada di tangan anda.
Muhammad Abdullah 'Azzam, Bachelor Students of Management Study, Faculty of Economy and Business, Sebelas Maret University, Surakarta.
For further information contact me in felloloffee@gmail.com or azzamabdullah@student.uns.ac.id
Penerima Manfaat Beasiswa Aktifis Nusantara Dompet Dhuafa Angkatan 6
Untuk artikel menarik lainnya silahkan kunjungi pranala dibawah ini
http://fellofello.blogspot.co.id/2017/06/retail-modern-desain-pemasaran.htmlhttp://fellofello.blogspot.co.id/2017/05/retail-modern-mempersiapkan-operasional.html
Thanks for your support!
Follow dan Komen untuk artikel-artikel menarik lainya
For further information contact me in felloloffee@gmail.com or azzamabdullah@student.uns.ac.id
Penerima Manfaat Beasiswa Aktifis Nusantara Dompet Dhuafa Angkatan 6
Untuk artikel menarik lainnya silahkan kunjungi pranala dibawah ini
http://fellofello.blogspot.co.id/2017/06/retail-modern-desain-pemasaran.htmlhttp://fellofello.blogspot.co.id/2017/05/retail-modern-mempersiapkan-operasional.html
Thanks for your support!
Follow dan Komen untuk artikel-artikel menarik lainya
No comments:
Post a Comment