Sumber : https://cdn0-a.production.vidio.static6.com |
Kenapa Rasulullah SAW Melakukan Defile
Oleh : Muhammad Abdullah ‘Azzam
Pada asalnya penulis ingin
memberikan judul “Why Rasulullah Pbuh
March” dan penulis menemukan “march” diartikan
terdekat dengan defile/parade, dalam artian militer. Maka jadilah defile
menjadi terjemahan untuk “march”.
Sebelum membedah lebih jauh,
penulis ingin mengingatkan bahwa sejarah manusia terbentuk dari berbagai
konflik dan perdamaian di masa lalu dan prediksi hal yang sama di masa
mendatang. Bahkan tercatat dalam sejarah Bangsa Indonesia, Bung Karno
memprediksi kemerdekaan Indonesia jika perang asia-pasifik pecah. Tidak
langsung pertempuran antara jepang dan sekutu menjadi salah satu jalan
kemerdekaan Bangsa Indonesia.
Maka, fakta sejarah membuktikan
bahwa manusia selalu terlibat dalam konflik. Pertentangan dan persaingan adalah
umum dan menjadi sifat alamiah manusia. Beberapa bentuk pertetangan tersebut
bisa diselesaikan secara mandiri. Namun
banyak dari pertentangan tadi akhirnya berubah menjadi konflik skala
besar, dan terkadang menjadi pertempuran antar bangsa. Kedewasaan berpikir kita
sekalian diuji dengan fakta ini.
Ujian tersebut adalah bagaimana
kita sebagai manusia mampu menyikapi secara bijak urusan konflik ini. Karena persainga
bahkan perang sekalipun menjadi bagian tidak terlepaskan dari sejarah
kemanusiaan. Berbagai alasan bisa melatarbelakangi terjadinya persaingan hingga
konflik bersenjata. Berbagai alasan tersebut harus bisa disikapi secara bijak,
hingga berujung pada kemampuan kita sebagai individu, untuk bersikap objektif
terhadap berbagai alasan dibalik sebuah pertempuran.
Sikap objektif ini dapat membawa
kita, bahwa selalu ada kepentingan dibalik sebuah konflik.
Kepentingan-kepentingan yang seringkali dikaburkan dengan menyalahkan
segolongan orang tertentu, sehingga kita dilupakan dengan fakta-fakta lebih
besar. Contoh sederhana, adalah paradoks dimana negara yang paling gencar
menyerukan perdamaian, terbukti menjadi negara yang menggelar perang diluar
teritorinya pada awal abad 21 dengan korban ratusan ribu jiwa.
Maka menyerang maupun bertahan,
semuanya adalah bagian dari bagaimana kita sebagai manusia menghadapi konflik.
Tentu, hak kita untuk membela diri saat diserang dijamin oleh hak asasi
manusia. Begitu juga dengan hak untuk menyerang, seperti bagaimana Bangsa
Indonesia berjuang untuk kemerdekaannya, baik melalui meja perundingan maupun
perang gerilya.
Dalam menghadapi konflik, baik
menyerang ataupun bertahan inilah dimana Rasulullah SAW dan para sahabatnya
tidak bisa terlepas dari itu. Dengan kebudayaan Jazirah Arab saat itu dimana
konflik antar suku umum terjadi, begitu juga Rasulullah SAW perlu bersiap
menghadapi konflik.
Namun, aturan tegas baik di
Al-Qur’an dan As-Sunnah (hadits) tentang bagaimana ummat muslim bertempur
menjadi pembeda. Larangan membunuh anak-anak, wanita, orang jompo, serta rahib
dan pendeta di biaranya, bahkan larangan menyerang muka lawan saat tengah
bertempur dan memutilasi mayat lawan menjadi bentuk kemuliaan islam dalam
mengatur hambanya dalam perang terbuka sekalipun. Bisa dikaji perbedaan, antara
proses masuknya ummat islam kedalam baitul maqdis di era khalifah Umar R.A dan
Shalahuddin Al-Ayyubi dengan bagaimana pasukan salib menduduki kota tersebut.
Perbedaan ini bahkan dituangkan dalam film-film Holywood.
Memang dimasa itu Rasulullah SAW
juga berperang. Bahkan dengan perang tersebut beberapa orang menuduh islam
sebagai agama yang disebarkan dengan pedang, kekejaman dan paksaan. Bahkan
mereka menutup mata bahwa setiap menjelang pertempuran, selalu ada tawaran dari
pasukan islam untuk :
1. Menyerah
dan menerima islam
2. Menyerah
dan membayar pajak keamanan
3. Bertempur
dan sebelum tawaran tersebut
dijawab pasukan islam tidak akan melakukan penyerangan.
Berdasarkan fakta diatas penulis
ingin meyakinkan bahwa konflik, pertempuran, persaingan bahkan perang adalah
fakta sejarah pembentuk peradaban manusia. Kedua, manusia tidak bisa lepas dari
hal tersebut, tidak peduli sebagai penyerang maupun yang bertahan. Ketiga,
Rasulullah Muhammad SAW adalah manusia seutuhnya, maka beliapun perlu membela
diri dan pengikutnya. Keempat, dalam proses pembelaan diri beliau dan ummat
islam terdapat bermacam etika yang harus dipatuhi, dan jelas menjadi pembeda
dengan kelompok masyarakat yang lain.
Sekali lagi, obejktif dalam
mengkaji konflik akan memberi kita kebijaksanaan dalam berpikir dan menentukan
pandangan. Maka, dalam menilai ekspedisi militer pada era Rasulullah SAW, kita
bisa beranggapan bahwa hal tersebut adalah hal yang wajar, sebagai manusia.
Namun dengan berbagai etika yang memuliakan musuh serta aturan jelas dalam
Al-Qur’an dan Hadits , menjadi pembeda antara ekspedisi militer ummat islam
dengan ummat yang lain.
Sebagaimana perang dan dampaknya
yang mempengaruhi seluruh aspek kehidupan bahkan arus peradaban, perang juga
didukung dengan seluruh aspek kehidupan untuk kesuksesan dan kegagalannya.
Keberhasilan Napoleon dalam menkalukan sebagian besar eropa, hingga bagaimana
Amerika mampu mendompleng Saddam Hussein di Iraq menjadi gambaran besar tentang
bagaimana tingkat kehidupan suatu bangsa mampu membawa dampak di medan perang.
Dengan beragam aspek, banyak metode
dilakukan para pimpinan militer dunia untuk dapat mempengaruhi lawan bahkan
sebelum perang betul-betul terjadi. Aircraft
Carrier (Kapal Induk) Amerika Serikat dan percobaan nuklir bawah tanah
Korea Utara menjadi contoh dimana pertempuran sudah terjadi, jauh sebelum
peluru pertama ditembakan.
Perang urat syaraf, begitu kita
mengenal metode ini. Dengan menunjukkan kekuatan persenjataan, kapasitas
pasukan tempur, hingga jumlah tentara, pesaing atau musuh akan berpikir
berkali-kali sebelum melakukan sesuatu atas kita. Maka sangat umum di berbagai
negara dilakukan parade militer. Selain untuk melancarkan serangan syaraf
kepada musuh, juga untuk membangun kebanggan warga negara atas negaranya, dan
hiburan bagi masyarakat. Dibuktikan dengan seringnya tank dihiasi dengan
bebungaan, meskipun tidak menutup fakta benda tersebut dibuat dengan tujuan
membunuh orang.
Dengan adanya perang urat syaraf
dewasa ini, dengan memahami bahwa sejarah sebagai sesuatu yang berulang, dan
manusia senantiasa berkembang menggunakan fondasi peradaban sebelumnya, pada
masa lalu perang urat syaraf telah digunakan bangsa-bangsa kuno untuk
memastikan hasil dari sebuah peperangan.
Formasi andalan Romawi Barat, triplex acies sejak awal memberikan
dampak psikologis bagi lawan. Dimana sekelompok legion dengan peralatan terbaik
berbaris dengan kedisiplinan tinggi. Pasukan bergajak Persia lebih dikenal
memberikan ketakutan sebelum pedang saling beradu. Bahkan Meriam Sultan milik
kerajaan Turki Utsmani termahsyur karena suara dentumannya lebih dulu membuat
pasukan manapun ketakutan.
Maka Rasulullah SAW pun melakukan
hal sama. Dari 300 an ekspedisi militer, tidak semuanya menjadi peperangan.
Hanya sekitar 60 an saja yang menjadi peperangan. Selebihnya, dengan
membariskan ratusan orang dan melakukan perjalanan dari satu tempat ke tempat
lain cukup untuk memberikan rasa segan dan dengan tanpa paksanaan suku-suku
nomaden Jazirah Arab menyatakan kesetiaan terhadap Pemerintahan Madinah bahkan
tidak jarang masuk islam.
Dampak penting dari parade ini,
defile ini, ekspedisi militer inilah yang membuat Allah SWT menegaskan dalam
Al-Qur’an, bahwa Allah Menyukai hambanya yang berjuang dalam barisan-barisan
yang tersusun rapi (Qur’an Surat As-Shaff). Pada poin ini, sebuah bukti
menunjukkan tidak perlu selalu menumpahkan darah untuk mencapai tujuan, dengan
menunjukkan harga diri, martabat, dan kekuatan kita, siapapun orang akan
berpikir berkali-kali untuk berbuat sesuatu atas kita.
Pada era demokrasi, dimana sistem
memang membangun manusia untuk saling bergolongan, jalanan menjadi ajang perang
urat syaraf. Seringkali dalam agenda kampanye dan sejenisnya, partai-partai
politik berlomba jumlah bendera hingga massa kampanye. Selain itu, dalam agenda
protes jalanan, golongan-golongan akan lebih bangga dan percaya diri jika mampu
menunjukkan massa yang besar, tentu dengan berbagai motif dan metode.
Dengan kondisi damai, defile
militer berubah menjadi defile politik. Dimana masyarakat beramai-ramai
menggunakan jalanan untuk berusaha memenuhi tuntutan dan merubah kebijakan
produk dari kebijakan politik. Indonesia pernah mencatat momen dimana jalanan
menjadi sarana efektif melakukan perubahan sosial menyeluruh. Peristiwa Tritura
pada tahu 60-an dan reformasi 1998 menjadi bukti. Maka sampai hari ini jalanan
masih menjadi (mungkin) medan pertempuran dalam suasana demokrasi dan masa
damai.
Tidak terhitung selepas reformasi
ada berapa defile-defile, parade-parade hingga aksi unjuk rasa berbagai
golongan dengan berbagai motif. Mulai dari isu kedamaian dunia hingga isu
pendiskreditan terhadap golongan tertentu, semuanya dipertontonkan di jalanan.
Tentu, sekali lagi, dengan hak dan aturan yang dijamin dan tertulis dalam
undang-undang.
Sumber : http://pustakacompass.com/ |
Dalam hal ini Rasulullah SAW,
teladan seluruh ummat muslim memberikan contoh terbaik, untuk mampu merubah
paradigma sosial tanpa perlu menghunuskan pedang. Menunjukkan bagaimana kuat
dan solidnya golongan, bagaimana kemuliaan golongan dipertontonkan di jalanan
dalam berbagai parade bisa menjadi cara mulia dalam merubah paradigma sosial. Inilah
alasan mengapa dalam ekspedisi militer tidak semuanya diakhiri dengan pertumpahan
darah, unjuk kekuatan dan perang urat syaraf bisa menjadi alternatif, baik
untuk bertahan atau menyerang.
Pertanyaan timbul, dimana saat era
demokrasi ini ramai orang malu dan enggan bahkan mengharamkan aksi-aksi
jalanan. Aksi jalanan jelas dilindungi undang-undang, aturannya pun ada dan
tertulis di undang-undang. Tetapi pada kenyataannya, beberapa golongan dilarang
menyuarakan aspirasinya di jalanan, golongan lain mencemooh aksi-aksi jalanan,
sedangkan sebagian golongan diberikan keleluasaan luar biasa untuk memanfaatkan
jalanan bahkan property-properti milik pemerintah untuk menunjukkan kekuatan.
Gagasan persatuan yang akhir-akhir
ini ramai diperbincangkan, ramai menyalahkan golongan-golongan tertentu sebagai
penolak persatuan. Sedangkan aspek dasar dari manusia, hak untuk memiliki dan
menyuarakan cara pandang terang diberikan secara pilih kasih. Lebih parah lagi,
pilih kasih ini diterapkan hingga pada taraf pembagian sarananya! Tidak hanya
itu berbagai informasi didesain untuk menyudutkan golongan tertentu, dan seolah
membenarkan tindakan kenapa golongan tersebut dideskreditkan oleh pengelola
negara.
Sebagaimana dicontohkan Rasulullah
SAW dalam setiap ekspedisi militernya, ada beberapa hal yang bisa kita
pelajari. Pertama, adalah keniscayaan, siapapun dia, selama dia masih manusia
dia akan senantiasa berhadap-hadapan dengan konflik. Kedua, tidak selamanya adu
tinju menyelesaikan konflik dengan efektif, ada banyak cara cerdas untuk
menyelesaikan konflik bahkan sebelum konflik tersebut dimulai. Ketiga,
menunjukkan kekuatan adalah sah dan hak bagi setiap manusia, jika dan hanya
jika sesuatu denga etika dan aturan berlaku.
Maka tidak ada momen persatuan,
selama kita sebagai manusia menghadapi konflik dengan pandangan naif dan
cenderung menyalahkan. Konflik harus dihadapi dengan paradigma “lebih baik
menjadi lebih baik”, jika kita tidak siap dengan kekuatan rival kita, maka
jangan lakukan serangan-serangan kosong yang berlandaskan pada kebohongan dan
fitnah. Tunjukkan pada dunia, pada masyarakat, keluhuran ahlak, etika dan moral
kita. Rebut momentum, dengan memberikan sesuatu yang lebih baik kepada
masyarakat, dan biarkan jalanan menjadi saksi dan masyarakat menentukan
pilihan.
Terakhir, Allah SWT-lah yang Paling
Mengetahui isi hati dan keikhlasan manusia. Untuk pandangan terakhir ini saya
kembalikan kepada pembaca, maksud saya, apakah tentu mereka yang turun ke jalan
lebih tidak ikhlas disbanding mereka yang sembunyi? Saya rasa tidak, Allah SWT
lebih tahu. Kita tengah berada di momentum merajut kembali persatuan, Hari Raya
Idul Fitri dimana kita saling berlapang menerima permohonan maaf, dan jantan
dalam mengakui kesalahan. Lantas, bagaimana setelah itu? Akankah kemuliaan
islam dapat merajut apa itu persatuan, atau hanyalah hal eksklusif yang hanya
dimiliki sendiri-sendiri? Tentukan pilihan anda.
“Bersatu dalam keragaman, dengan
dewasa menghadapi keragaman”
Allah Lebih Tahu
Muhammad Abdullah 'Azzam, Bachelor Students of Management Study, Faculty of Economy and Business, Sebelas Maret University, Surakarta.
For further information contact me in felloloffee@gmail.com or azzamabdullah@student.uns.ac.id
Penerima Manfaat Beasiswa Aktifis Nusantara Dompet Dhuafa Angkatan 6
Tulisan ini juga sudah dimuat di selasar.com, untuk membaca bisa klik pranala dibawah ini
https://www.selasar.com/jurnal/36326/Kenapa-Rasulullah-Melakukan-Defile
Untuk Artikel lainnya, silahkan klik pranala dibawah ini
For further information contact me in felloloffee@gmail.com or azzamabdullah@student.uns.ac.id
Penerima Manfaat Beasiswa Aktifis Nusantara Dompet Dhuafa Angkatan 6
Tulisan ini juga sudah dimuat di selasar.com, untuk membaca bisa klik pranala dibawah ini
https://www.selasar.com/jurnal/36326/Kenapa-Rasulullah-Melakukan-Defile
Untuk Artikel lainnya, silahkan klik pranala dibawah ini
Thank you for support!
Follow dan Komen untuk artikel-artikel menarik lainya
No comments:
Post a Comment