Gerai Inspirasi

ekonomika politika romantika

Tuesday, July 5, 2022

Good Corporate Governance

Sumber Gambar: Disini



Kalau temen-temen sekalian pernah ikut sekolah bisnis yang beneran, pasti sesekali pernah mendengar istilah GCG. Emang ada sekolah bisnis yang ngga beneran? Loh kok malah bahas kesana, kita bahas GCG ini. Karena ane masih ada waktu sampe jam 10.00 sebelum nanti wawancara karyawan, ndak ada salahnya kita kulik-kulik masalah ini. Apa itu GCG dan kenapa banyak orang menyarankan, bisnis yang memiliki aspirasi untuk menjadi bisnis bonafide harus minimal menginplementasikannya dalam pengelolaan bisnis mereka.



GCG, SEBUAH ISTILAH YANG MONGGO MAU DITERJEMAHKAN SEPERLU ANDA.

GCG adalah singkatan dari Good Corporate Governance, yang kalau diterjemahkan secara bebas adalah Tata Kelola Perusaahan. Terjemahan bebas ini sebenarnya tidak menangkap esensi dari kalimat GCG di bahasa inggris, karena kalau diterjemahkan per kata, artinya menjadi pengelolaan (governance) perusahaan (corporate) baik (good). That's how English work ok!. Akan tetapi semangat nya adalah, bagaimana jika kita memiliki sebuah bisnis apapun itu bentuknya, harus ada pedoman yang memastikan bisnis itu dikelola secara baik.

Kenapa demikian? Karena setiap bisnis memiliki aspirasi, untuk dapat terus tumbuh dan berkembang, dan terus berinteraksi dengan pelanggan maupun calon pelanggan. Bahkan dalam banyak kasus, mereka ingin menggaet lebih banyak investor. Jelas, terutama di era Kemajuan teknologi informasi saat ini, baik pelanggan maupun calon investor sangat mudah untuk mereka Mengetahui, sebuah bisnis beneran dikelola secara baik atau tidak. Nah sebelum perusahaan ketahuan belang-nya sama para stakeholder, mereka akan berlomba-lomba menerapkan GCG ini, dan tidak hanya itu, dipamerkan juga ke seluruh dunia, bahkan melalui iklan-iklan super mahal yang bisa diakses oleh masyarakat luas.

Udah ngeh arah nya ya? Sejatinya GCG memang baik dan menerapkan GCG bisa dan sangat bisa meningkatkan performa perusahaan. Namun ujung-ujung nya, pun ini dilakukan untuk "menembak" calon stakeholder, baik para konsumen maupun investor. Karena perlu nembak inilah GCG pun menjadi "komoditas" yang bahkan harus di iklankan oleh perusahaan.

Lah sebenarnya GCG itu bentuknya seperti apa sih? Ini yang menarik. Sebenarnya ada beberapa ahli yang mendeskripsikan, bahkan menciptakan pakem-pakem Baku untuk mengakategorisasi apa-apa yang disebut sebagai GCG. Variasi dan sektor yang jadi kategori sangat luas, bahkan mencakup semua fungsi bisnis mulai dari fungsi SDM hingga fungsi finance. Namun di lapangan, produk GCG masing-masing perusahaan sangat kental dengan wacana yang ingin diusung, background perusahaan serta dalam beberapa aspek, pembenahan yang ingin dilakukan. Maka tidak heran jika kita menemukan, yang disebut GCG di perusahaan A, bisa jadi tidak ada dalam GCG perusahaan B.

Namun pada Intinya, proses-proses yang membuat pengelolaan perusahaan menjadi lebih efektif, bisa mencapai tujuan nya dengan baik, dan efisien, mencapai tujuan dengan cara terbaik, adalah pakem utama kenapa ada yang namanya GCG. Dan disini, saya cenderung menjadikan transparansi sebagai tolak ukur sebuah perusahaan atau entities, dengan tata kelola perusahaan yang baik. Transparansi ini tentu, mencakup semua aspek dalam bisnis perusahaan, Namun secara umum, jika urusan finance saja beres, sebagai konsumen atau investor disini, biasanya sih, itu sudah cukup untuk jadi pegangan perusahaan ini GCG beneran apa ngga.


GCG. COMMON SENSE DALAM BISNIS MODEREN.

Yang lucu adalah, rame-rame GCG ini belum benar-benar memperoleh perhatian ahli ekonomi sebelum baru-baru ini loh. Jika Anda pernah melihat perkembangan sudut pandang ekonomi per zaman, hingga zaman industrialisation ke 2, mulai tahun 50-70an, praktik GCG ini masih tidak terdengar. Namun secara umum, ekspektasi untuk sebuah bisnis mengelola dirinya secara professional sudah ada dan terwujud dengan di negara-negara maju, berpakaian standar setelan jas dan dasi menunjukkan kapasitas dan keseriusan pengelola bisnis. Baru setelah muncul concern terhadap kesejahteraan karyawan, isu-isu rentan nya penyelewengan Dana perusahaan oleh eksekutif perusahaan, para shareholder mulai meminta perusahaan untuk "dude, saya butuh tahu setahun ini kamu ngapain aja. No, ngga hanya laporan keuangan. YANG LAIN" dan mulai saat ini lah kita menemukan laporan tahunan yang tebel nya kayak buku-buku kuno. Ratusan Halaman yang mendetailkan tentang apa-apa yang sudah dilakukan perusahaan segala sektor.

Artinya disini, penyelenggaraan tata kelola perusahaan yang baik sudah menjadi keharusan, bagi perusahaan manapun. Keharusan yang tidak hanya dilaksanakan, namun juga harus dilaporkan, dan bukan main, dilaporkan sampai level laporan tahunan dan disampaikan dalam rapat umum pemegang saham. Bahkan praktik ini memberikan lapangan kerja bagi para analis, mulai dari mereka yang ahli menembak perusahaan bener-bener transparan atau hanya berlagak saja, hingga mereka yang bisa menebak dan menembak, tahun-tahun berikutnya perusahaan akan melakukan apa.

Maka selama produk baik itu budaya perusahaan, atau apalah yang merupakan paket tata kelola perusahaan Anda bisa tersampaikan dan dinilai feasible oleh stakeholder Anda, selama itu pula perusahaan bisa membangun trust di Mata pelanggan. Dalam beberapa kasus yang saya alami sendiri dalam mengelola bisnis, bahkan ketika pelanggan komplain, we as a corporation **** things up, kalau penangananan komplain kita memuaskan pelanggan akan kembali atau minimal tetap support produk kita. Inilah sejatinya mengapa perusahaan perlu membuat produk yang mewujudkan praktik GCG perusahaan. Karena bahkan dalam kondisi terjepit, kalau sudah ada sistem dan person yang mumpuni dalam mengeksekusi program tersebut, tetap perusahaan bisa memberikan kepuasan kepada pelanggan.

Lantas kenapa tata kelola perusahaan yang baik ini, masih menjadi topik dan dibahas dalam berbagai seminar. Well secara sederhana, masih banyak perusahaan dari berbagai sektor yang enggan menggunakan pendekatan ini. Why?


GCG, MAHAL (?)

Sebuah sistem atau produk yang memungkinkan orang melihat secara jelas, apa yang kita lakukan tetap memiliki preseden negatif pada perusahaan. Ini adalah sebuah fakta karena misalkan saja, saat kita mau orang tahu kita punya tata kelola perusahaan, biaya iklan komersial jelas akan mempengaruhi pendapatan perusahaan. Ya, kata kunci nya mahal itu relatif, tapi menambah pengeluaran sudah mesti mengurangi pendapatan.

Inilah kenapa untuk memaksimalkan Laba, masih umum ditemukan perusahaan-perusahaan memang tidak menggunakan hal semacam ini. Yang paling mudah adalah melihat pelaku bisnis di sektor UMKM. Mana sempat kan bapak penjual cilok, atau mas-mas yang jualan es tebu repot-repot bikin beginian. There you go, sektor yang mengambil 85% stok tenaga produktif Indonesia, belum banyak yang menggunakan GCG. Karena, untuk apa? Sesederhana itu.

Maka memang GCG sendiri bukanlah keharusan. Bahkan dalam pasar saham sekalipun, ada aturan-aturan main yang bahkan relatif lebih ringan dari beberapa budaya kerja dan praktik yang dilakukan perusahaan-perusahaan bonafide. Lalu kenapa perusahaan-perusahaan bonafide, berlomba untuk menunjukkan bahwa mereka punya tata kelola yang baik? Padahal sebenarnya "ndak harus gitu juga" loh?

Sederhana. Trust.



MAU SERIUS? YA GCG.

Perusahaan melakukan rebranding yang menunjukkan mereka punya tata kelola yang baik, biasanya diwarnai 2 motivasi. Motivasi pertama adalah untuk menggaet investor baru. Ini biasanya dilakukan dengan biaya yang cukup mahal, mulai dari iklan, penjabaran detail di profil perusahaan, bahkan menunjuk brand ambassador segala. Motivasi kedua adalah perusahaan yang habis kena skandal. Ini akan lebih mahal lagi, jauh, jauh lebih mahal karena ngga cukup dengan iklan saja. Kalau mau tahu, silahkan Google kata-kata subway dan brand ambassador. Ini adalah contoh internasional, perusahaan yang kena skandal dan harus melakukan re branding besar-besaran termasuk merilis set up tata kelola perusahaan yang baru.

Secara sederhana key point dari GCG yaitu transparansi, dalam Jangka panjang tetap akan memberikan benefit kepada perusahaan. Minimal dalam membentuk trust dan reputasi perusahaan. Apalagi jika bentuk organisasi atau perusahaan tersebut, sudah sampai pada level organisasi atau perusahaan nasional atau internasional. Karena tadi, secara sederhana semakin banyak nya organisasi atau perusahaan berinteraksi dengan orang, semakin banyak kebutuhan stakeholders yang harus coba dipenuhi.


Kedua, pengelola perusahaan tidak ada yang tahu kapan mereka akan kepeleset. Hey, hukum Roda berputar juga terus berlaku untuk dunia bisnis. Maka dengan menerapkan GCG sesuai dengan kadar keperluan, setidaknya memberikan asuransi bahwa "hey, we know we Frick things up, but at least we tried. We'll make ammendment later", hey kami tahu kami salah tapi setidaknya kami udah nyoba. Oke? Nanti akan kami perbaiki.

Yang akan jadi masalah, ketika perusahaan tidak memiliki kesiapan sistem tata kelola perusahaan yang semestinya, dan tiba-tiba (hah!) Mereka tersangkut skandal. Wah kalau ini sudah kejadian, saran saya sih, ngga usah menyalahkan siapa-siapa. Salahkan saja diri sendiri. Iya kan?

Wallahu 'alam


Muhammad Abdullah 'Azzam, M.M. 

Lulusan program Magister Manajemen Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta. Alumni penerima manfaat beasiswa baktinusa angkatan 6.
Email: skripsiazzam@gmail.com

Untuk tulisan lain, silahkan kunjungi pranala dibawah ini:

http://fellofello.blogspot.com/2022/04/pilihan.html?m=0

http://fellofello.blogspot.com/2022/07/why-does-liverpool-want-salah-to-stay.html?m=0





Mampir di Kompasiana

 : https://www.kompasiana.com/azzamabdullah

follow me on insta @Azzam_Abdul4 

Thanks for your support!

Follow dan Komen untuk artikel-artikel menarik lainya

No comments:

Post a Comment