Gerai Inspirasi

ekonomika politika romantika

Sunday, September 20, 2020

Ketahanan Ekonomi Keluarga : Apa yang Covid-19 Ajarkan




Ketahanan Ekonomi Keluarga : Apa yang Covid-19 Ajarkan

Muhammad Abdullah ‘Azzam

Industrialisasi global belakangan ini semakin terasa kuat saat negara-negara berlomba mempercepat laju industry masing-masing. Kabar baik sejatinya, karena hal ini semakin membuka kesempatan lapangan kerja bagi angkatan kerja baru, dimana pertambahan angakatan kerja ini tidak main-main. Kehadiran pasar global di tangan-tangan manusia lewat percepatan perkembangan teknologi informasi semakin membuat dunia bergairah. Inilah saatnya manusia merasakan buah kerja kerasnya dalam sejarah ribuan tahun mereka.

Namun dengan hadirnya satu wabah, berawal dari Wuhan di Provinsi Hubei China, gairah industry dunia berhenti serempak. Sektor transportasi, pariwisata, hotel, dan industry produk non-esensial terkena imbasnya. Fondasi ekonomi global dengan sendi fiscal dan moeneternya guncang, pasar saham kompak rontok dimana-mana. Dunia tidak bisa beraktifitas sebagaimana mestinya, bahkan ingin sekadar berjabat tangan ummat manusia ragu. Dunia muram, semua saling memberi semangat agar kejatuhan ini tidak berlangsung terus menerus. Disaat inilah dunia ekonomi global dengan kekuatan tidak terbatas di sektor moneter, dipaksa melihat kepada kenyataan bahwa apapun produk mereka, apapun tindakan mereka, tetap konsumen tahap akhir menjadi penentu eksistensi perusahaan-perusahaan tadi.

Konsumen tahap akhir adalah salah satu bagian dari rantai ekonomi dimana produk baik barang dan jasa digunakan dan dihabiskan. Perilaku konsumsi ekonomis dilihat dari bagaimana konsumen jenis bertindak. Suatu produk bisa menjadi pemimpin pasar jika mampu menggaet konsumen jenis ini, karena sebuah produk tanpa dikonsumsi tidak akan menghasilkan apa-apa. Maka dalam setiap model perilaku ekonomi, terutama teori permintaan dan penawaran, sektor rumah tangga selalu menjadi pembanding bagi sektor produksi, lebih penting dari pemerintah, bank sentral, dan lembaga keuangan lain, karena sederhananya, interaksi antara produsen dan sektor rumah tangga saja, cukup untuk menjadi sebuah transaksi ekonomi.

Wabah covid-19 menegaskan pentingnya sektor ini dan bagaimanapun usaha para pengusaha baik sektor privat atau pemerintah, jika ekonomi keluarga, ekonomi rumah tangga tumbang mereka akan turut tumbang bersamanya. Bahasa ekonomi seperti daya beli konsumen, ketahanan pangan keluarga, dan bahasa-bahasa lain terpaksa dicerna oleh pemerintah dan sektor privat karena pada akhirnya bahasa inilah penentu nasib ekonomi global. Bagaimana mungkin ekonomi diprediksi dapat terus berkembang jika mereka para konsumen tidak diperhatikan? Sangat tidak mungkin. Roda ekonomi tidak hanya ditentukan oleh para pemilik sumber daya produksi, para pemegang sumber daya konsumsi juga memegang peranan sama pentingnya. Salah satu alasan indonesia menjadi kekuatan ekonomi dunia tidak lain karena indonesia memiliki daya tawar pada sumber daya konsumsi.

Wabah ini memberikan banyak pelajaran berharga bagaimana kemakmuran, kesejahteraan dan minimal ketahanan ekonomi keluarga menjadi katalis percepatan perbaikan ekonomi jika terjadi hal-hal semacam ini. Ekonomi keluarga harus dipastikan tetap berfungsi dengan baik dengan cara menggaransi input pendapatan didalamnya. Ketersediaan produk di pasar harus menyesuaikan dengan kebutuhan masing-masing keluarga. Terakhir ceruk pasar rumah tangga sejatinya adalah pasar terbesar, seyogyanya menjadi perhatian seluruh pihak. Maka sedikit aneh ketika berbagai pihak cenderung ragu-ragu dalam membangkitkan pemegang pasar konsumsi terbesar ini, tidak perlu bicara insentif membingungkan soal peluang bekerja dan sejenisnya, penjaminan harga bahan pokok terjangkau di pasar banyak pihak belum mampu melakukannya. Maka kiranya, beberapa gagasan ini bisa menjadi gambaran, sebaiknya melakukan tindakan seperti apa agar konsumen tetap bisa melakukan konsumsi, dan keluarga tidak ikut tumbang bersamaan dengan tumbangnya ekonomi industry.

Batas aman pendapatan keluarga

Pemberian insentif bantuan langsung umum dipilih karena kemudahan eksekusinya. Memberikan keluarga-keluarga dengan kriteria tertentu sejumlah uang guna meneruskan hidup adalah solusi praktis, menjamin kehidupan mereka dan utamanya mudah dipublikasikan serta mendatangkan citra positif bagi pelaku. Namun amat disayangkan, bila dihadapkan dengan wabah Covid-19 solusi parsial ini terlihat semakin parsial. Karena wabah tidak hanya memberikan dampak luar biasa kepada rumah tangga, namun juga pihak produsen.

Selain konsumsu peran penting rumah tangga dalam proses ekonomi adalah penyedia sumber daya baik itu modal atau sumber daya manusia. Secara langsung kehidupan rumah tangga amat dipengaruhi oleh bagaimana industry dapat memberikan imbal balik atas penggunaan sumber daya modal dan sumber daya manusia milik keluarga. Namun wabah Covid-19 ini berbeda, industry non-esensial dan industry jasa, misalkan industry mebel, barang mewah dan trasportasi tidak bisa berfungsi sebagaimana mestinya, karena apapun produksi mereka saat ini tidak akan dilirik oleh pasar. Jelas, karena pasar memerlukan barang dan jasa esensial seperti pangan, peralatan medis dan jasa layanan medis.

Solusi umum agar perusahaan dapat bertahan adalah mengurangi beban, dan selain pemasaran beban dengan kapasitas cukup besar adalah beban gaji dan hal-hal berkaitan dengan  karyawan. Ini tidak bisa disamakan dengan rencana ekspansi karena rencana ekspansi masih bisa ditunda, jika gaji tidak dibayarkan saat itu, maka bisa dibayangkan, munculnya kekacauan tinggal menunggu waktu. Ditambah lagi dalam urusan ini, perusahaan memiliki wewenang mutlak dan karyawan hanya bisa melakukan protes. Tidak hanya karyawan dan keluarganya kehilangan sumber penghidupan, namun sangat jarang perusahaan tertarik untuk memanggil kembali karyawan dengan status pernah dirumahkan atau sudah di PHK. Sederhana, banyak angkatan kerja dengan umur lebih muda, dan lebih utama memiliki struktur gaji lebih ringan dibanding dengan karyawan senior.

Permasalah kompleks ini tidak bisa diselesaikan hanya dengan bantuan senilai 300 atau 600 ribu per bulan, karena setelah bantuan selesai eks-karyawan ini hanya bisa menjadi pengangguran. Sebuah plafon batas maksimal PHK harus diterapkan. Jangan pernah izinkan perusahaan melakukan PHK pada 100% karyawan dalam kondisi wabah, kondisi wabah berbeda dengan kebangkrutan. Masih ada peluang, apalagi melihat usaha pemerintah dunia menyiapkan stimulus ekonomi paska wabah dengan nilai tidak sedikit. Sangat mungkin pemerintah menekan perusahaan untuk tidak melakukan PHK massal dengan iming-iming bantuan ekonomi tadi. Hal ini akan memudahkan semua pihak, baik pemerintah maupun LSM guna menghadapi dampak pengangguran paska wabah karena sederhananya, sedikit karyawan di-PHK. Selain itu masih banyak karyawan dan keluarganya memiliki penghidupan selama wabah walapun sedikit, karena setidaknya perusahaan masih memberikan tanggung jawabnya berupa gaji, walaupun tidak penuh.

Fokus dari solusi ini adalah menjamin ekonomi rumah tangga saat dan pasca wabah, dengan cara menekan skema PHK massal perusahaan. Karena pada akhirnya, menimbang stimulus ekonomi paska wabah dari pemerintah sangat mungkin PHK massal ini menjadi modus operandi pengusaha untuk mengganti struktur karyawan dan memotong struktur penggajian, dengan mengganti karyawan lama dengan karyawan baru. Memang tidak se-mengerikan penimbun alat kesehatan atau penipu saat wabah, namun menimbang dampak sosial daripada perbuatan ini, alangkah lebih baiknya jika pihak-pihak berkuasa bisa menjamin kelangsungan hidup rumah tangga-rumah tangga dibawahnya.

Skema ketahanan pangan rumah tangga

Sedikit ambigu menyaksikan indonesia dimana sebagian besar pulau didalamnya hakikatnya mudah ditanami berbagai macam tanaman pangan, namun masih harus melakukan impor misalkan beras dan jagung. Memang ada berbagai pulau dengan kondisi tanah khsus seperti gersangnya Nusa Tenggara atau lahan gambut di Kalimantan, namun penulis sangat yakin sebelum beras menjadi makanan nasional, wilayah-wilayah tadi sudah memiliki panganan pokok asli, tanaman pangan khas daerah masing-masing. Tentu dengan beragam varian mulai dari tanaman pangan pokok, sayur mayur hingga buah-buahan. Lantas apakah tidak mungkin jika melalui pemerintah daerah dilakukan penyelamatan dan budidaya tanaman pangan endemic tadi, di masing-masing rumah tangga?

Setiap rumah tangga di indonesia bahkan penghuni apartemen dan rumah susun pasti memiliki akses terhadap tanah. Bukan kepemilikan tanah, tapi tanah sebagai media tanam. Dengan sosialiasi penanaman tanaman pokok lokal di rumah masing-masing, setidaknya kita bisa saksikan setiap taman-taman komunal, taman-taman rumah tangga mampu menghasilkan tanaman pangan baik itu sayur, buah ataupun makanan pokok pengganti nasi. Program pemerintah untuk melakukan konsumsi makanan pengganti nasi harus kembali digalakkan karena hakikatnya manusia indonesia, tanah indonesia memiliki kemampuan untuk memrproduksi dan mengkonsumsi makanan tadi tanpa melakukn investasi skala besar seperti misal penghijauan gurun Saudi Arabia atau bendungan laut Belanda.

Penggalakan program konsumsi makanan pengganti nasi, dibarengi sosialisasi menanam tanaman pangan endemic di rumah akan membawa manfaat ketahanan pangan nasional secara umum, serta melestarikan flora lokal penghasil pangan, dimana keberadaan mereka semakin terancam karena manusia indonesia lebih memilih nasi dan beras, meskipun semuanya sama-sama membuat kenyang. Warga di kepulauan pasifik mampu bertahan hidup dengan mengkonsumsi sukun karena hanya itu tanaman pangan endemic mereka, indonesia memiliki talas, sukun, ketela, ubi, dan tanaman pangan lain dan kita punya ber hektar-hektar tanah rumah tangga, dan berkubik-kubik tanah subur sebagai media tanam. Apalagi alasan kita?

Skema seperti ini akan terasa manfaatnya saat terjadi wabah seperti saat ini, dimana kondisi ekonomi global tidak stabil dan negara-negara kesulitan melakukan impor produk-produk esensial. Mengapa demikian? Sederhana, setiap negara ingin melindungi kepentingan nasionalnya. Maka suburnya tanah indonesia, ditambah keragaman hayati ibu pertiwi adalah salah satu keunggulan kompetitif dalam sektor ekonomi, dan sudah menjadi kewajiban kita memanfaatkannya. Dengan melibatkan rumah tangga secara langsung, tidak hanya kemudian turut menjamin dan memperbesar peluang bertahan hidup keluarga tadi, namun sangat memungkinkan terwujudnya kemandirian pangan secara agregat. Sehingga paska wabah, atau paska kondisi luar biasa semacam ini anggaran impor bisa dialihkan untuk hal-hal lain, dan sangat mungkin swasembada dan ekspor pangan terwujud.

Inilah jika kekuatan rumah tangga dibandingkan dengan kekuatan produsen. Membuat rumah tangga mengambil sebagian kecil peran produsen akan memudahkan kerja banyak kalangan dan memberikan banyak manfaat. Ini tidak hanya berlaku saat kondisi wabah saja, namun saat kondisi lain malah dimungkinkan memberi dampak lebih positif. Sekali lagi, dengan kondisi indoensia, tidak ada lagi alasan negeri ini tidak swasembada pangan. Sumber daya kita terlalu besar dan terlalu kaya, untuk dijadikan sebuah alasan ketidakmampuan.

Aplikasi sistem data terpadu, mengatur keseimbangan pangan lintas regional

Daya beli dijamin dengan skema meminimalkan PHK dan kemampuan bertahan hidup diasuransikan dalam bentuk tanaman pangan di rumah tangga. Sekarang saatnya berbicara bagaimana merombak struktur pasar regional. Masing-masing daerah di indonesia memiliki keunggulan kompetitif, ditambah dengan keragaman kontur tanah dan variasi iklim, ini membuat setiap wilayah memilliki kapasitas produksi dan luaran produk masing-masing. Inilah alasan kenapa seharusnya, indonesia lebih mampu bertahan dalam kondisi krisis, karena sangat mungkin, dengan memanfaatkan produk dalam negeri dan mengatur skema sedemikian rupa untuk melakukan subsidi silang antar wilayah, bukan tidak mungkin dalam kondisi krisis rakyat indonesia di berbagai daerah tetap kenyang.

Rasa kenyang ini dapat terwujud, jika pemain besar dan pemerintah mampu memanfaatkan data produksi tingkat regional secara maksimal. Ya kita memang memiliki pasar ekspor dengan nilai tidak sedikit, namun tidak ada salahnya jika sementara fokus dialihkan kepada pasar lokal, dengan penggalakan konsumsi produk domestic oleh pasar domestic. Kegiatan ini memiliki tujuan jangka panjang dengan dampak positif kepada pengaturan skema impor, karena hakikatnya, impor pangan menjadi cerita lama jika setidaknya kita tahu di daerah X memiliki keunggulan produk pangan semacam apa. Peran tengkulak dimana harga produk domestic seringkali dihancurkan oleh mereka bisa ditekan, karena ada data baku transparan, rujukan seluruh pemain dalam pasar produk pangan resmi rilisan pemerintah.

Ketiadaan analisis data semacam ini sangat terasa dalam kondisi wabah, karena bisa disaksikan, bantuan dari pemerintah pusat sekalipun bersifat universal. Daerah lumbung padi, dengan daerah gersang sama-sama mendapatkan beras 2.5 Kg padahal sangat mungkin melalui otonomi pemerintah daerah diberikan bantuan dengan tingkat kesesuaian lebih baik. Akhirnya dalam kondisi krisis semacam ini, tidak ada kata lain kecuali “utamanya kita sudah membantu” menjadi jargon, padahal bantuan tadi jauh dari tepat sasaran.

Sebuah jurnal tahun 2017, ditulis oleh ilmuwan Jepang dengan judul “can firms with political connection borrow more than those without? Evidence from firm-level data in Indonesia” dimuat dalam jurnal ekonomi asia edisi 52 menyebutkan sebuah fakta penting. Fakta ini adalah, bahwa setiap kementrian, setiap pemangku kepentingan di indonesia memiliki data beragam. Ditambah dengan studi kasus Harvard Business School pada tahun 2016 dengan judul “Gotong Royong : Toward sustainable palm oil” menyebutkan, pada level peta saja, setiap pemangku kepentingan di indonesia memiliki peta berbeda-beda.

Sangat luar biasa bagaimana dalam faktor ekonomi dan geografi (keduanya saling berkaitan) negeri tercinta ini tidak memiliki standar data baku. Setiap pihak dengan kuasa dan kepentingan tertentu berhak membuat data versinya sendiri. Inilah salah satu sebab kenapa banyak bantuan untuk rumah tangga menjadi tidak tepat sasaran, dan program-program ketahanan ekonomi seringkali jauh dari target, karena negeri ini saja tidak tahu harus merujuk peta-nya siapa guna memperoleh gambaran geografis dan demografis dengan ketepatan terbaik.

Perbaikan di level data ini akan berdampak positif pada bagaimana kita memperhatikan ekonomi rumah tangga. Tidak ada lagi ceritanya sebuah bantuan sifatnya hanya sambil lalu, dan diperparah dengan potensi korupsi dan kolusi saat penyalurannya. Karena pada akhirnya, data berbicara. Dengan program bantuan tepat sasaran, pemahaman keunggulan dan kekuatan regional paripurna, dan penentuan prioritas dengan data, tidak hanya menghidupkan pasar domestic saja, namun secara nasional posisi ekonomi juga semakin menguat. Mengapa? Dalam kondisi sejelek ini masih tetap ada belanja, masih tetap ada makan, dan bahkan, masih bisa mengekspor barang-barang esensial.

Ini pelajaran dari wabah covid-19, dimana dia membeberkan fakta bahwa fondasi ekonomi rumah tangga berhak mendapat perhatian serupa industry. Karena dengannya industry bisa berproduksi dan memperoleh pemasukan. Inilah mengapa setiap rumah tangga selayaknya didorong mampu memproduksi sebagian makananannya. Karena dengannya kita bisa lestarikan panganan khas, menjaga ketahanan pangan nasional, dan memungkinkan mengurangi impor pangan serta mulai melakukan swasembada pangan. Dengan dorongan analisis data tepat guna, apapun program bantuan nya nanti, apapun rencana penyelematan mereka nanti. Kesemuanya akan memberikan dampak positif secara nasional. Tentu, jika kita ingin melakukannya.

Karena pada akhirnya, negeri ini hidup, tumbuh dan berkembang, karena adanya kerja-kerja rakyat.

Muhammad Abdullah 'Azzam, Bachelor of Management Study, Faculty of Economy and Business, Sebelas Maret University, Surakarta.

For further information contact me in felloloffee@gmail.com or skripsiazzam@gmail.com
Alumni Penerima Manfaat Beasiswa Aktifis Nusantara Dompet Dhuafa Angkatan 6

Untuk tulisan lain berkaitan dengan manajemen, silahkan kunjungi pranala dibawah ini

kunjungi juga profil selasar saya di :https://www.selasar.com/author/abdullah/
Atau kalau mampir di Kompasiana :
Thanks for your support!
Follow dan Komen untuk artikel-artikel menarik lainya 

No comments:

Post a Comment