Gerai Inspirasi

ekonomika politika romantika

Monday, October 16, 2017

Dimensi, Anteseden, dan Konsekuensi Emotional Labor (Kerja Emosional)




http://career.iresearchnet.com

Dimensi, Anteseden, dan Konsekuensi Emotional Labor (Kerja Emosional)
Review jurnal J. Andrew Morris dan Daniel C. Fieldman, 1996

Pendahuluan
Emosi sudah menjadi pembahasan sejak lama, namun akhir-akhir ini ada pembahasan lebih mendalam dikalangan cendekiawan tentang emosi organisasional. Tentu, kemunculan riset ini berdampak pada pencarian hubungan antara emosi dengan efektifitas pekerja. Dengan tumbuhnya industry jasa, dan ekonomi secara umum, dan berdampak pada bagaimana perusahaan bisa memenangkan kompetisi tersebut. Fakta berbicara bahwa interaksi awal antara perusahaan dengan pelanggan menjadi salah satu kunci keberhasilan dalam persaingan ini.

Berdasarkan hasil riset, ditemukan fakta bahwa banyak perusahaan berusaha mengendalikan tampilan dari karyawan. Tujuan nya jelas, untuk memenuhi kebutuhan interaksi yang baik antara perusahaan (yang diwakili karyawan) dengan konsumen. Hal kritis dan menjadi bahan penelitian adalah bagaimana perusahaan berkeingingan untuk mengendalikan dan mengarahkan emosi yang ditampilkan karyawan pada konsumen. Definisi kerja emosional adalah kegiatan mengekspresikan emosi yang diinginkan secara organisasional, dalam transaksi jasa. Inilah yang akan menjadi bahasan inti dalam artikel ini, mulai dari pembangunan hingga konsekuensi dan implikasi dari kerja emosional. 

Pembangunan Emotional Labor (Kerja Emosional)
Dalam artikel ini penulis mendefinisikan kerja emosional sebagai usaha, perencanaan, dan pengendalian yang dibutuhkan untuk mengekspresikan emosi yang diinginkan secara organisasional saat terjadi transaksi interpersonal. Ada 4 hal yang mendasari definisi ini.

Pertama, adalah model emosi interaksional. Model ini didasarkan pada kepentingan yang dijadikan pertimbangan dalam faktor sosial dalam menentukan pengalaman dan ekspresi dari emosi. Kedua, bahkan dalam situasi adanya singgungan antara emosi yang diinginkan individu untuk diekspresikan dengan emosi yang diinginkan secara organisasional, tetap diperlukan usaha untuk mengekspresikan hal tersebut. 

Ketiga, berdasarkan temuan terbaru bahwa emosi yang pada dasarnya merupakan hak personal saat ini berubah menjadi komoditas pasar. Tetapi, bukan pada kebutuhan manajerial, pembahasan akan fokus pada ekspresi emosi. Terakhir keempat, adanya standar yang mendikte bagaimana dan kapan emosi harus ditampakkan. Dari asumsi mendasar ini, kami menemukan definisi dan berikutnya kami bagi pengkajian-nya dalam 4 dimensi. 

Dimensi dari Emotional Labor (Kerja Emosional)
Fokus disini adalah ada pada level perencanaan, kontrol dan keterampilan yang diperlukan untuk menampakkan emosi layak dalam sebuah scenario organisasional. 

A.    Frekuensi dari display emosi
Merupakan bagian palin sering dibahas dalam hal kerja emosional. Interksi antara pekerja dank lien seringkali menjadi topik bahasan dalam bidang ini, dan bisa dikategorikan sebagai kerja emosional. Jelas, frekuensi dari display emosi menjadi indikator penting dalam kerja emosional. 

B.     Perhatian untuk kebutuhan aturan display
Semakin adanya aturan untuk menunjukkan ekspresi tertentu dari perusahaan, akan semakin banyak membutuhkan energy psikologis dan usaha fisik yang diminta dari karyawan, tentu, bertambahnya kerja emosional akan mengikuti. Aturan tersebut biasanya berbentuk demikian :
1.      Durasi dari display emosional
2.      Intensitas dari display emosional
Lebih lama atau sebentar, lebih sering atau tidak display emosional itu diterapkan secara umum senantiasa mempengaruhi beban dari kerja emosional.

C.    Variasi dari emosi yang butuh untuk ditampakkan
Semakin beragam emosi yang diatur untuk harus ditampakkan, semakin banyak area yang dikuasai oleh kerja emosional. Kondisi-konidi tertentu dalam perusahaan seringkali membutuhkan emosi yang berbeda-beda dan ini harus dilakukan oleh karyawan, untuk memenuhi standar emosi yang diinginkan secara organisasional. 

D.    Disonasi emosional
Disonasi emosional adalah konflik yang terjadi jika emosi individu dipertentangkan dengan emosi yang diinginkan perusahaan (Middleton, 1989). Karyawan mungkin akan mengalami ini jika perasaan yang mereka rasakan sesungguhnya bertentangan dengan emosi yang harus/ingin ditampilkan oleh perusahaan. Faktor inilah yang membuat aturan dalam hal ekspresi yang diinginkan perusahaan lebih sulit diterapkan. 

E.     Hubungan diantara empat dimensi kerja emosional


Diagram diatas menunjukkan hubungan antara masing-masing dimensi yang terdapat dalam kerja emosional. Masing-masing memiliki keterkaitan berbeda antara satu dengan yang lain. Lambang (+), (0), atau (-) menunjukkan kemungkinan secara umum hubungan yang terjadi antara satu dengan yang lain. Frekuensi akan memiliki hubungan negative dengan perhatian atas aturan, namun memiliki nilai positif dalam disonasi emosi, dan tidak berpengaruh terhadap variasi emosi.

Disimpulkan, jika semakin sering emosi yang ditentukan perusahaan harus ditampilkan, akan memperbesar peluang terjadinya disonasi emosi. Lain halnya dengan variasi emosi, tidak akan berpengaruh, karena variasi emosi adalah salah satu dasar menentukan frekuensi ditampilkannya emosi. Tentu berpengaruh negative dengan adanya aturan, jika semakin sering harus menampilkan ekspresi tertentu, bisa jadi perusahaan hanya cukup memberi 1 aturan mutlak saja, untuk seluruh aspek pekerjaan si karyawan.

Anteseden dari Kerja Emosional
Perbedaan organisasional dan jenis pekerjaan serta perbedaan individual seringkali dikaitkan dengan perbedaan dimensi dari kerja emosional. Sederhananya kerja emosional dalam dunia pramgari berbeda dengan dunia ritel, dan hal-hal semacam itu. Pada bagian ini akan dibahas beberapa proposisi tersebut, dikaitkan dengan dimensi-dimensi kerja emosional yang telah disebutkan diatas. 


A.    Anteseden dari Frekuensi Display Emosional

Beberapa anteseden dari hal ini adalah sebagai berikut :
1.      Kegamblangan dari aturan display
2.      Kedekatan dalam mentoring
3.      Gender
4.      Rutinitas tugas

Dalam diagram diatas ditemukan bahwa anteseden-anteseden ini memiliki pengaruh positif dalam frekuensi display emosional. Misalkan kegamblangan dalam aturan, semakin jelas aturan, akan semakin sering orang untuk mengeluarkan ekpresi yang diinginkan organisasi. Alasan jelasnya, aturan menuntut dan orang harus memenuhi tuntutan tersebut untuk mendapatkan yang dia inginkan, misalkan kompensasi. 

B.     Anteseden dari perhatian untuk kebutuhan aturan display

Sedangkan anteseden dari hal ini adalah 2 hal, yaitu :
1.      Rutinitas tugas
2.      Kekuatan dari peran penerima
Rutinitas memiliki dampak negative, sedangkan kekuatan dari penerima memiliki dampak positif. Semakin tugas tersebut menjadi rutinitas, orang akan mulai tidak membutuhkan aturan, karena hal tersebut “sudah biasa” dia lakukan. Sedangkan jika penerima dari aturan memiliki “power”, akan semakin dibutuhkan aturan untuk mengendalikan mereka. 

C.    Anteseden dari variasi display emosional
1.      Kekuatan dari peran penerima
2.      Variasi tugas
Kekuatan dari peran penerima memiliki pengaruh negative atas variasi. Semakin kuat posisi orang tersebut, akan semakin “sedikit” variasi emosi yang harus dimunculkan. Sedangkan semakin banyak tugas, akan membutuhkan semakin banyak emosi. 

D.    Antesedan dari disonasi emosional
1.      Kontak antar-muka
2.      Otonomi kerja
3.      Efektivitas positif – emosi negative
4.      Efektivits negative – emosi positif

Selain otonomi kerja, semua anteseden ini memiliki pengaruh positif terhadap disonasi emosional. Misalkan dalam kontak antar muka, semakin sering orang harus berinteraksi antar muka, bisa jadi semakin sering dia akan mengalami disonasi emosional. Namun dalam otonomi kerja, semakin dia memiliki hak otonomi dalam pekerjaannya, akan semakin jarang dia mengalami disonasi emosional. 
 
Konsekuensi dari Kerja Emosional
Bertambahnya kebutuhan ekonomi dan meningkatnya permintaan atas kualitas tertentu dari pasar akhirnya membuat orang menafikkan konsekuensi dari kerja emosional. Ditemukannya penyalahgunaan narkoba dan perilaku alkoholik menjadi salah satu dampak langsung yang bisa dirasakan (Hochschild, 1983). Yang menyebabkan munculnya konsekuensi ini jelas dimensi-dimensi yang mempengaruhi/memunculkan kerja emosional, terutama ketika sudah terjadi dalam bentuk sebuah konstruksi (Wharton’s, 1993).

Maka, pada bagian ini akan digali konsekuensi dari dimensi-dimensi diatas pada faktor psikologis dalam 2 faktor yaitu kelelahan emosional dan kepuasan kerja. 

A.    Dimensi yang berhubungan dengan kelelahan emosional
Adalah reaksi spesifik yang berhubungan dengan stress, dan dipertimbangkan sebagai komponen penting dalam burnout (habis terbakar) (Maslach, 1982)




Beberapa proposisi diatas menggambarkan bagaimana dimensi-dimensi dalam kerja emosional berpegaruh terhadap kelelahan emosional. Keseluruhan dimensi memberikan dampak positif dalam kelelahan emosional. Artinya, semakin sering karyawan menemukan hal-hal tersebut, bisa jadi karyawan akan semakin sering mengalami kelelahan emosional. 

Maka dalam beberapa hal, pihak manajerial seringkali berusaha menemukan penyeimbang antara faktor-faktor tersebut, salah satunya melalui refreshing dan job enrichment. Kedua hal ini umum dilakukan agar karyawan tidak selalu berada dalam kondisi dipaksa tanpa adanya manfaat jelas bagi diri mereka.

B.     Dimensi yang berhubungan dengan kepuasan kerja





Memang setiap dimensi akan memiliki dampak tersendiri bagi kepuasan kerja. Namun, yang secara langsung mempengaruhi kepuasan kerja adalah disonasi emosi. Semakin sering orang mengalami disonasi emosi, akan semakin jarang dia merasakan kepuasan kerja. Sekali lagi, bukan berarti faktor lainnya memiliki dampak tidak penting, namun disonasi emosi menjadi faktor paling terlihat (yang bisa jadi muncul karena adanya dimensi lainnya) dalam kepuasan kerja. 

Implikasi dan Kesimpulan

Dari pengkajian mengenai kerja emosional ini memunculkan implikasi dan beberapa kesimpulan, diantaranya :
1.      Peneliti harus fokus dalam mengembangkan dan memvalidasi pengkuran dari 4 komponen kerja emosional

2.      Pengembangan dari konsep kerja emosional yang dapat digeneralisasi tidak hanya pada peran jasa dalam perusahaan, namun juga peran-peran lain harus ditampilkan dalam penelitian mendatang
3.      Ekplorasi lebih lanjut tentang konsekuensi dari kerja emosional secara umum diperlukan

4.      Kemudian peneliti bisa menguji adanya moderator atau mediator potensial dalam hubungan antara dimensi kerja emosional dengan faktor psikologi.

Secara umum memang ditemukan beberapa kasus dimana kerja emosional (dalam penelitian sebelumnya) senantiasa memberikan dampak negative kepada karyawan. Namun kami memandang, seharusnya tidak perlu demikian, karena dengan memahami dimensi dan anteseden didalamnya, jajaran manajerial maupun perusahaan bisa menemukan jalan yang pas bukan untuk menghilangkan, tetapi untuk meminimalkan konsekuensi-konsekuensi dari kerja emosional, minimal tidak semua karyawan harus merasakan dampak tersebut. 


Muhammad Abdullah 'Azzam, Bachelor Students of Management Study, Faculty of Economy and Business, Sebelas Maret University, Surakarta.
For further information contact me in felloloffee@gmail.com or azzamabdullah@student.uns.ac.id
Penerima Manfaat Beasiswa Aktifis Nusantara Dompet Dhuafa Angkatan 6

Untuk artikel menarik lainnya silahkan kunjungi pranala dibawah ini
http://fellofello.blogspot.co.id/2017/10/kekuatan-pasar-permintaan-dan-penawaran.html
http://fellofello.blogspot.co.id/2017/10/indonesia-piala-dunia-2026.html

Thanks for your support!
Follow dan Komen untuk artikel-artikel menarik lainya  


 

No comments:

Post a Comment