Gerai Inspirasi

ekonomika politika romantika

Monday, July 3, 2017

Kenapa Rasulullah SAW Melakukan Defile



Sumber : https://cdn0-a.production.vidio.static6.com


Kenapa Rasulullah SAW Melakukan Defile
Oleh : Muhammad Abdullah ‘Azzam


Pada asalnya penulis ingin memberikan judul “Why Rasulullah Pbuh March” dan penulis menemukan “march” diartikan terdekat dengan defile/parade, dalam artian militer. Maka jadilah defile menjadi terjemahan untuk “march”. 

Sebelum membedah lebih jauh, penulis ingin mengingatkan bahwa sejarah manusia terbentuk dari berbagai konflik dan perdamaian di masa lalu dan prediksi hal yang sama di masa mendatang. Bahkan tercatat dalam sejarah Bangsa Indonesia, Bung Karno memprediksi kemerdekaan Indonesia jika perang asia-pasifik pecah. Tidak langsung pertempuran antara jepang dan sekutu menjadi salah satu jalan kemerdekaan Bangsa Indonesia. 
 
Maka, fakta sejarah membuktikan bahwa manusia selalu terlibat dalam konflik. Pertentangan dan persaingan adalah umum dan menjadi sifat alamiah manusia. Beberapa bentuk pertetangan tersebut bisa diselesaikan secara mandiri. Namun  banyak dari pertentangan tadi akhirnya berubah menjadi konflik skala besar, dan terkadang menjadi pertempuran antar bangsa. Kedewasaan berpikir kita sekalian diuji dengan fakta ini.

Ujian tersebut adalah bagaimana kita sebagai manusia mampu menyikapi secara bijak urusan konflik ini. Karena persainga bahkan perang sekalipun menjadi bagian tidak terlepaskan dari sejarah kemanusiaan. Berbagai alasan bisa melatarbelakangi terjadinya persaingan hingga konflik bersenjata. Berbagai alasan tersebut harus bisa disikapi secara bijak, hingga berujung pada kemampuan kita sebagai individu, untuk bersikap objektif terhadap berbagai alasan dibalik sebuah pertempuran.

Sikap objektif ini dapat membawa kita, bahwa selalu ada kepentingan dibalik sebuah konflik. Kepentingan-kepentingan yang seringkali dikaburkan dengan menyalahkan segolongan orang tertentu, sehingga kita dilupakan dengan fakta-fakta lebih besar. Contoh sederhana, adalah paradoks dimana negara yang paling gencar menyerukan perdamaian, terbukti menjadi negara yang menggelar perang diluar teritorinya pada awal abad 21 dengan korban ratusan ribu jiwa.

Maka menyerang maupun bertahan, semuanya adalah bagian dari bagaimana kita sebagai manusia menghadapi konflik. Tentu, hak kita untuk membela diri saat diserang dijamin oleh hak asasi manusia. Begitu juga dengan hak untuk menyerang, seperti bagaimana Bangsa Indonesia berjuang untuk kemerdekaannya, baik melalui meja perundingan maupun perang gerilya. 

Dalam menghadapi konflik, baik menyerang ataupun bertahan inilah dimana Rasulullah SAW dan para sahabatnya tidak bisa terlepas dari itu. Dengan kebudayaan Jazirah Arab saat itu dimana konflik antar suku umum terjadi, begitu juga Rasulullah SAW perlu bersiap menghadapi konflik.

Namun, aturan tegas baik di Al-Qur’an dan As-Sunnah (hadits) tentang bagaimana ummat muslim bertempur menjadi pembeda. Larangan membunuh anak-anak, wanita, orang jompo, serta rahib dan pendeta di biaranya, bahkan larangan menyerang muka lawan saat tengah bertempur dan memutilasi mayat lawan menjadi bentuk kemuliaan islam dalam mengatur hambanya dalam perang terbuka sekalipun. Bisa dikaji perbedaan, antara proses masuknya ummat islam kedalam baitul maqdis di era khalifah Umar R.A dan Shalahuddin Al-Ayyubi dengan bagaimana pasukan salib menduduki kota tersebut. Perbedaan ini bahkan dituangkan dalam film-film Holywood.

Memang dimasa itu Rasulullah SAW juga berperang. Bahkan dengan perang tersebut beberapa orang menuduh islam sebagai agama yang disebarkan dengan pedang, kekejaman dan paksaan. Bahkan mereka menutup mata bahwa setiap menjelang pertempuran, selalu ada tawaran dari pasukan islam untuk :

1.      Menyerah dan menerima islam
2.      Menyerah dan membayar pajak keamanan
3.      Bertempur 

dan sebelum tawaran tersebut dijawab pasukan islam tidak akan melakukan penyerangan. 

Berdasarkan fakta diatas penulis ingin meyakinkan bahwa konflik, pertempuran, persaingan bahkan perang adalah fakta sejarah pembentuk peradaban manusia. Kedua, manusia tidak bisa lepas dari hal tersebut, tidak peduli sebagai penyerang maupun yang bertahan. Ketiga, Rasulullah Muhammad SAW adalah manusia seutuhnya, maka beliapun perlu membela diri dan pengikutnya. Keempat, dalam proses pembelaan diri beliau dan ummat islam terdapat bermacam etika yang harus dipatuhi, dan jelas menjadi pembeda dengan kelompok masyarakat yang lain.

Sekali lagi, obejktif dalam mengkaji konflik akan memberi kita kebijaksanaan dalam berpikir dan menentukan pandangan. Maka, dalam menilai ekspedisi militer pada era Rasulullah SAW, kita bisa beranggapan bahwa hal tersebut adalah hal yang wajar, sebagai manusia. Namun dengan berbagai etika yang memuliakan musuh serta aturan jelas dalam Al-Qur’an dan Hadits , menjadi pembeda antara ekspedisi militer ummat islam dengan ummat yang lain.

Sebagaimana perang dan dampaknya yang mempengaruhi seluruh aspek kehidupan bahkan arus peradaban, perang juga didukung dengan seluruh aspek kehidupan untuk kesuksesan dan kegagalannya. Keberhasilan Napoleon dalam menkalukan sebagian besar eropa, hingga bagaimana Amerika mampu mendompleng Saddam Hussein di Iraq menjadi gambaran besar tentang bagaimana tingkat kehidupan suatu bangsa mampu membawa dampak di medan perang.

Dengan beragam aspek, banyak metode dilakukan para pimpinan militer dunia untuk dapat mempengaruhi lawan bahkan sebelum perang betul-betul terjadi. Aircraft Carrier (Kapal Induk) Amerika Serikat dan percobaan nuklir bawah tanah Korea Utara menjadi contoh dimana pertempuran sudah terjadi, jauh sebelum peluru pertama ditembakan. 

Perang urat syaraf, begitu kita mengenal metode ini. Dengan menunjukkan kekuatan persenjataan, kapasitas pasukan tempur, hingga jumlah tentara, pesaing atau musuh akan berpikir berkali-kali sebelum melakukan sesuatu atas kita. Maka sangat umum di berbagai negara dilakukan parade militer. Selain untuk melancarkan serangan syaraf kepada musuh, juga untuk membangun kebanggan warga negara atas negaranya, dan hiburan bagi masyarakat. Dibuktikan dengan seringnya tank dihiasi dengan bebungaan, meskipun tidak menutup fakta benda tersebut dibuat dengan tujuan membunuh orang. 

Dengan adanya perang urat syaraf dewasa ini, dengan memahami bahwa sejarah sebagai sesuatu yang berulang, dan manusia senantiasa berkembang menggunakan fondasi peradaban sebelumnya, pada masa lalu perang urat syaraf telah digunakan bangsa-bangsa kuno untuk memastikan hasil dari sebuah peperangan.

Formasi andalan Romawi Barat, triplex acies sejak awal memberikan dampak psikologis bagi lawan. Dimana sekelompok legion dengan peralatan terbaik berbaris dengan kedisiplinan tinggi. Pasukan bergajak Persia lebih dikenal memberikan ketakutan sebelum pedang saling beradu. Bahkan Meriam Sultan milik kerajaan Turki Utsmani termahsyur karena suara dentumannya lebih dulu membuat pasukan manapun ketakutan.

Maka Rasulullah SAW pun melakukan hal sama. Dari 300 an ekspedisi militer, tidak semuanya menjadi peperangan. Hanya sekitar 60 an saja yang menjadi peperangan. Selebihnya, dengan membariskan ratusan orang dan melakukan perjalanan dari satu tempat ke tempat lain cukup untuk memberikan rasa segan dan dengan tanpa paksanaan suku-suku nomaden Jazirah Arab menyatakan kesetiaan terhadap Pemerintahan Madinah bahkan tidak jarang masuk islam.

Dampak penting dari parade ini, defile ini, ekspedisi militer inilah yang membuat Allah SWT menegaskan dalam Al-Qur’an, bahwa Allah Menyukai hambanya yang berjuang dalam barisan-barisan yang tersusun rapi (Qur’an Surat As-Shaff). Pada poin ini, sebuah bukti menunjukkan tidak perlu selalu menumpahkan darah untuk mencapai tujuan, dengan menunjukkan harga diri, martabat, dan kekuatan kita, siapapun orang akan berpikir berkali-kali untuk berbuat sesuatu atas kita.

Pada era demokrasi, dimana sistem memang membangun manusia untuk saling bergolongan, jalanan menjadi ajang perang urat syaraf. Seringkali dalam agenda kampanye dan sejenisnya, partai-partai politik berlomba jumlah bendera hingga massa kampanye. Selain itu, dalam agenda protes jalanan, golongan-golongan akan lebih bangga dan percaya diri jika mampu menunjukkan massa yang besar, tentu dengan berbagai motif dan metode.

Dengan kondisi damai, defile militer berubah menjadi defile politik. Dimana masyarakat beramai-ramai menggunakan jalanan untuk berusaha memenuhi tuntutan dan merubah kebijakan produk dari kebijakan politik. Indonesia pernah mencatat momen dimana jalanan menjadi sarana efektif melakukan perubahan sosial menyeluruh. Peristiwa Tritura pada tahu 60-an dan reformasi 1998 menjadi bukti. Maka sampai hari ini jalanan masih menjadi (mungkin) medan pertempuran dalam suasana demokrasi dan masa damai.

Tidak terhitung selepas reformasi ada berapa defile-defile, parade-parade hingga aksi unjuk rasa berbagai golongan dengan berbagai motif. Mulai dari isu kedamaian dunia hingga isu pendiskreditan terhadap golongan tertentu, semuanya dipertontonkan di jalanan. Tentu, sekali lagi, dengan hak dan aturan yang dijamin dan tertulis dalam undang-undang. 

Sumber : http://pustakacompass.com/

Dalam hal ini Rasulullah SAW, teladan seluruh ummat muslim memberikan contoh terbaik, untuk mampu merubah paradigma sosial tanpa perlu menghunuskan pedang. Menunjukkan bagaimana kuat dan solidnya golongan, bagaimana kemuliaan golongan dipertontonkan di jalanan dalam berbagai parade bisa menjadi cara mulia dalam merubah paradigma sosial. Inilah alasan mengapa dalam ekspedisi militer tidak semuanya diakhiri dengan pertumpahan darah, unjuk kekuatan dan perang urat syaraf bisa menjadi alternatif, baik untuk bertahan atau menyerang.

Pertanyaan timbul, dimana saat era demokrasi ini ramai orang malu dan enggan bahkan mengharamkan aksi-aksi jalanan. Aksi jalanan jelas dilindungi undang-undang, aturannya pun ada dan tertulis di undang-undang. Tetapi pada kenyataannya, beberapa golongan dilarang menyuarakan aspirasinya di jalanan, golongan lain mencemooh aksi-aksi jalanan, sedangkan sebagian golongan diberikan keleluasaan luar biasa untuk memanfaatkan jalanan bahkan property-properti milik pemerintah untuk menunjukkan kekuatan. 

Gagasan persatuan yang akhir-akhir ini ramai diperbincangkan, ramai menyalahkan golongan-golongan tertentu sebagai penolak persatuan. Sedangkan aspek dasar dari manusia, hak untuk memiliki dan menyuarakan cara pandang terang diberikan secara pilih kasih. Lebih parah lagi, pilih kasih ini diterapkan hingga pada taraf pembagian sarananya! Tidak hanya itu berbagai informasi didesain untuk menyudutkan golongan tertentu, dan seolah membenarkan tindakan kenapa golongan tersebut dideskreditkan oleh pengelola negara.

Sebagaimana dicontohkan Rasulullah SAW dalam setiap ekspedisi militernya, ada beberapa hal yang bisa kita pelajari. Pertama, adalah keniscayaan, siapapun dia, selama dia masih manusia dia akan senantiasa berhadap-hadapan dengan konflik. Kedua, tidak selamanya adu tinju menyelesaikan konflik dengan efektif, ada banyak cara cerdas untuk menyelesaikan konflik bahkan sebelum konflik tersebut dimulai. Ketiga, menunjukkan kekuatan adalah sah dan hak bagi setiap manusia, jika dan hanya jika sesuatu denga etika dan aturan berlaku.

Maka tidak ada momen persatuan, selama kita sebagai manusia menghadapi konflik dengan pandangan naif dan cenderung menyalahkan. Konflik harus dihadapi dengan paradigma “lebih baik menjadi lebih baik”, jika kita tidak siap dengan kekuatan rival kita, maka jangan lakukan serangan-serangan kosong yang berlandaskan pada kebohongan dan fitnah. Tunjukkan pada dunia, pada masyarakat, keluhuran ahlak, etika dan moral kita. Rebut momentum, dengan memberikan sesuatu yang lebih baik kepada masyarakat, dan biarkan jalanan menjadi saksi dan masyarakat menentukan pilihan.

Terakhir, Allah SWT-lah yang Paling Mengetahui isi hati dan keikhlasan manusia. Untuk pandangan terakhir ini saya kembalikan kepada pembaca, maksud saya, apakah tentu mereka yang turun ke jalan lebih tidak ikhlas disbanding mereka yang sembunyi? Saya rasa tidak, Allah SWT lebih tahu. Kita tengah berada di momentum merajut kembali persatuan, Hari Raya Idul Fitri dimana kita saling berlapang menerima permohonan maaf, dan jantan dalam mengakui kesalahan. Lantas, bagaimana setelah itu? Akankah kemuliaan islam dapat merajut apa itu persatuan, atau hanyalah hal eksklusif yang hanya dimiliki sendiri-sendiri? Tentukan pilihan anda.

“Bersatu dalam keragaman, dengan dewasa menghadapi keragaman” 

Allah Lebih Tahu

Muhammad Abdullah 'Azzam, Bachelor Students of Management Study, Faculty of Economy and Business, Sebelas Maret University, Surakarta.
For further information contact me in felloloffee@gmail.com or azzamabdullah@student.uns.ac.id
Penerima Manfaat Beasiswa Aktifis Nusantara Dompet Dhuafa Angkatan 6



Tulisan ini juga sudah dimuat di selasar.com, untuk membaca bisa klik pranala dibawah ini

https://www.selasar.com/jurnal/36326/Kenapa-Rasulullah-Melakukan-Defile

 Untuk Artikel lainnya, silahkan klik pranala dibawah ini



Thank you for support!
Follow dan Komen untuk artikel-artikel menarik lainya 

No comments:

Post a Comment