Gerai Inspirasi

ekonomika politika romantika

Friday, May 5, 2017

Hikayat Santren : Dul, Penutupan PSNK



Dul, Penutupan PSNK


Pernah merasa ingin bersin kemudian tidak jadi? Iya, rasanya tidak enak. Gatel-gatel gimana dan sering bikin kesel. Namun, tepat setelah momen itu Allah memberikan kita kesempatan untuk bersin dan berhasil, bayangkan! Mungkin lendir di hidung sampai ikut-ikut meleleh. Saking nikmatnya mungkin perasanaan nge-fly sesaat hingga teler selamanya juga mungkin. Itulah luar biasanya fenomena hidung, bersin dan ingus. Meskipun kesannya jorok dan menjijikan (ane yakin ente-ente pada ngga sudi masukin jari ke lobang idung temen ente) tetapi tanpa hidung mungkin kita akan dipenuhi kebencian. Saking bencinya mungkin kita menjadi Lord Voldemort jilid dua, pangeran kegelapan, penguasa sihir hitam, tapi ngga punya hidung.

Itu tadi serba-serbi soal bersin dan hidung, sebenarnya ngga ada hubungannya sama judul diatas sih. Cuman setelah merasakan kenikmatan tempe tepung, ane merasa terganggu karena meskipun matahari cerah menyinari, tapi ane ngga bisa bersin juga. Karena ane orang jawa, menghubungkan tanda-tanda dengan peristiwa mendatang telah jadi kebiasaan. Dengan tidak bisanya ane bersin, kemungkinan akan ada kejadian-kejadian luar biasa setelah ini. Ya, ente mungkin juga udah tau, sama sekali ngga ada hubungannya. 

Intinya pagi itu kami berdiri berjam-jam mendengarkan berbagai jenis ceramah. Bedanya, Ustadz Sepuh Pembina Pondok dengan ceramah menenangkannya tidak hadir, begitu pula dengan Ustadz Bersuara Menggelegar. Hanya Ustadz Super Mario menemani kami, dan lagi-lagi mengingkat soal kedisiplinan. Oya, beliau juga mengucapkan “selamat karena kami telah menyelesaikan PSNK dengan selamat tanpa ada kurang suatu apa” atau sesuatu semacam itu. Setelah beliau turun pulang, kami tidak tersenyum atau apa, karena kami tahu upacara barusan hanya pembukaan saja, PSNK belum resmi ditutup.

Benar saja, setelah paket bending, push up dan sejenisnya (hitungan hukuman kami di hari terakhir mencapai 500 hitungan!), terlihat beberapa truk memasuki tempat parkir PPNK. Hari ini kami tidak disuruh membawa sapu dan sejenisnya, hanya membawa bekal makanan dan minuman. Bukan, bukan air minum dari “mata air” di tour dulu, “mata air” digunakan hanya ketika kita berjalan-jalan saja, karena hari ini kami memakai truk, maka kami membawa air minum betulan.

Singkat cerita, kami menaiki truk seperti sapi siap dijagal. Ane tidak tahu berapa hitungannya, tetapi ratusan santri tadi muat didalam 4 truk pasir saja, luar biasa. Perjalanan kami nikmati karena angin sepoi-sepoi memukul-mukul muka kami. Sayangnya ane dapet bagian tengah, jadi ketika angin datang menghampiri, justru bau badan orang sekitar menghinggapi hidung kami. 

Waktunya Quis! 

PSNK mengharuskan pesertanya memakai seragam resmi selama 4 hari, pertanyaannya, apakah kami mencuci seragam PSNK kami? Dan tentu, seragam hanya disediakan satu stel saja. Hoho.

Setengah jam ane bernafas melalui mulut, karena hidung ane tidak kuat mencium “aroma kuat” dari orang-orang sekitar ane. Akhirnya truk berhenti, di sebuah lapangan parkir, panas luas biasa. Ane tidak tahu saat ini ane ada dimana, cuman dibelakang ane ada sebuah bangunan tua dan terlihat bersejarah. Masih ditengah kebingungan, sirene menyalak dan kami dikumpulkan kembali oleh Kakak Tinggi Besar. Belakangan ane tau beliau berposisi sebagai coordinator lapangan (korlap), maka, mari kita sebut demikian.

“Assalamualaikum! Senang ya kita sudah memasuki hari terakhir PSNK. Bagaimana? Seru tidak?!”
“Seru kak!” ane ngga mau komentar. Mau tidak mau ane juga mengakui PSNK memang seru, untuk beberapa hal
“Sekarang kita akan main-main ya! Kakak ingin ucapkan selamat datang di Linggarjati!!”

Linggarjati! Ternyata bangunan tua dibelakang ane pernah ane lihat di mata pelajaran IPS jaman SD. Tempat legendaris dimana Bangsa Indonesia memulai debutnya di meja perundingan. Meskipun pada perjanjian Linggarjati bangsa Indonesia belum menghasilkan perjanjian menguntungkan, namun pada saat itu permasalahan Indonesia diakui dan dianggap sebagai permasalahan internasional. Sekarang, apa yang dilakukan para santri peminum air irigasi di tempat bersejarah ini?

Dibawah sana ada beberapa kakak panitia berjaga-jaga. Dibeakang mereka terdapat berbagai “wahana” terbuat dari bamboo dan tali raffia. Memang bener, santri sih ya.

Kelompok kami menuju stand pertama. Karena jumlah kelompok banyak, permainan ini dikonsep menjadi pertandingan 2 kelompok di setiap stand. Distand pertama, ada sebuah peluit, menggantung di sebuah dahan pohon dengan bantuan sehelai raffia. Ketinggiannya sekitar 3 meter dari permukaan tanah. 

Kami bertanya-tanya dalam hati, “kenapa?” dan sang kakak panitia dengan tanggap bercerita 

“sekarang, silahkan bagaimana caranya peluit diatas itu bisa ditiup” begitu katanya. Simple dan menyebalkan.

Saling berpandangan, seorang teman sekelompok memiliki ide cemerlang. Sambil memegang tangan seorang teman berbadan kecil (bukan Patih) dia berkata :
“Gimana kalau kita LEMPAR dia keatas? Biar dia bisa niup itu peluit!”

Ane merasa sebenarnya ada yang aneh, tetapi entah kenapa kitasemua setuju. Akhirnya, ane dan beberapa orang rekan berbadan besar memegang si anak tadi. Ane liat mukanya pasrah dan takut. Kakak panitia sempat bertanya “itu ente mau ngapain?” kita jawab “mau ngelempar dia kak!” kakak panitia hanya berkata “yaudahlah”.

Dia sudah dipegang disemua sisi, dan dalam hitungan ketiga

HOP!

Si anak kecil dilemparkan ke udara, ane sempat dengar dia berteriak “AAAAAA!!!!!!!!!” dan tangannya menggapai udara berusaha memegang peluit, dan “BRUGH!”, dia jatuh menimpa kami semua dibawahnya. Sontak dia segera menangis ketakutan, dan kami pun mengaduh-aduh. Kakak korlap segera berlari dan berteriak

“APA-APAAN INI!!!!”
“Kamu nggak papa dek? Ada yang lecet? Ada yang patah?”
 
Alhamdulillah, aksi konyol kami tadi tidak menimbulkan bencana. Si anak kecil selamat tanpa kurang suatu apa, hanya mungkin beberapa milliliter air matanya tumpah. Sedangkan kami? Mengalami pengalaman unik menjadi matras hidup.
Sambil bersungut, kakak korlap segera memarahi kami
“Kalian ini diminta meniup itu peluit, diatas! Bukan diambil terus ditiup dibawah. Itu tadi apa-apaan! Kalian ngga kasian sama temen kalian?!”
Kami hanya menunduk, dalam hati aku bergumam “bukannya kakak penjaga stand tadi bilang ‘yaudah’ ya?”. Kami dianggap gagal dalam stand tiup peluit tadi. Namun perbuatan konyol kami menjadi peringatan.
“Kamu jangan sekali-kali melempar temen kamu ke udara seperti kelompok barusan”
Dikatakan sambil menunjuk, melirik atau menoleh ke kelompok kami, selama outbond berjalan. Betul-betul sesuatu, sesuatu sekali. 
Agenda hari itu diakhiri dengan upacara bersama untuk penutupan. Suasana khidmat mendadak pecah ketika sebuah teriakan menggelegar memecah suasana
 
“INI PSNK MACAM APA!!!!”
Seorang kakak panitia bertubuh kurus tinggi dengan rambut model durian merengsek maju menyambar kakak korlap dan tanpa ba-bi-bu kakak korlap memukul wajah kakak korlap hingga tersungkur ke tanah. Suara berdenging keras keluar dari megafon akibat terbentur tanah. Suasana bertambah mencekam ketika kakak panitia lain menyerbu arena upacara dan berteriak-teriak dengan teriakan provokatif menyeramkan.
“Udah PSNK nya diulang lagi aja”
“PSNK GAGAL INI! MASAK TEMENNYA DILEMPAR KE UDARA GITU AJA!!!!” (yang ini salah kelompok ane)
“UTANG HUKUMAN KALIAN MASIH 500 WOY!! DIBAYAR DONG!!!”
“Masih anak baru aja udah songong, apa-apaan itu!”
Mendadak ada suara komando menyuruh kami mengambil posisi push-up. Serentak kami semua mengambil posisi push-up dan justru menjadi bahan tertawaan panitia.
“Kalian ini ngapain? Emang komandonya siapa? Itu komando kalian masih terkapar tuh di tanah! Apa emang mau push-up beneran?!! Ayo mulai! Satu!!!!!!”
Push up kami lakukan sembari berbagai terror menyeramkan diulang berulangkali. Ember-ember kami ditendang hingga isinya terpecar kemana-mana. Kakak korlap dan beberapa kakak panitia lain terlihat diam saja, sementara kakak panitia bengis dipimpin si kurus terus menerus meneror kami.
Mendadak, kakak korlap pun bangkit dan mencengkeram kerah baju si kurus dan balik membantingnya ke tanah. Matanya nyalang, murka, dan segera dia berteriak.
“SIAPA KAMU BANTING-BANTING DAN MERINTAH-MERINTAH MEREKA HAH??!!”
Perkelahian pun tidak terelakkan. Postur kakak korlap memang tinggi besar, namun si kurus pun lumayan dalam beladiri. Beberapa pukulan didaratkan hingga akhirnya muncul sebuah suara.
“TAU NGGA ITU KAKAK PANITIA BERANTEM KARENA KALIAN! KALIAN DIAM SAJA HAH?! NGGA NGERASA BERSALAH HAH?!!!!” 
Akhirnya sontak air mata ane menetes. Entah mungkin karena takut kali ya? Karena perlahan semua memori kembali kebelakang. Ane emang harus bangun jam 3 pagi sih, cuman ane yakin kakak-kakak panitia pasti bangun lebih pagi untuk membangunkan kami. Rute Tour de PPNK pasti sudah dicek sebelumnya oleh kakak-kakak panitia sebelum kami lewati, dan ane yakin mungkin mereka mengalami berbagai hal tidak menyenangkan saat itu. Bahkan waktu makan ane sempat melihat seorang kakak panitia berbadan kecil terhuyung-huyung membawa termos nasi berukuran besar.
“Kakak panitia lebih capek dari kamu”. Kalimat itu terus terngiang-ngiang di kepala ane, dan ane sadar mungkin ane cenderung meremehkan kerja mereka. Bahkan seringkali membuat fantasi-fantasi homo tidak penting diantara mereka (eh nggak ding). Ketika hitungan hukuman mulai disebutkan seringkali ane baru kemudian bersegara memenuhi seruan. Apakah santri seperti itu? Kayaknya ngga. Hidup di PPNK penuh dengan kedisiplinan, ditambah lagi, kamu harus bertanggung jawab terhadap dirimu sendiri. Maka, munculnya konflik ini sedikit banyak dipengaruhi perilaku kami.
Tanpa dikomando, ditengah pergulatan sengit antara kedua kakak panitia tadi kami berteriak lirih
“Berhenti kak, berhenti..” sambil air mata terus menerus menetes. Luar biasa, justru perkelahian menjadi semakin sengit!
“ITU AJA PERMINTAAN MAAF KALIAN?!! KALIAN NGGA TAU DIRI APA!!!!!”
“BERHENTI KAK BERHENTI!!!!!” akhirnya teriakan lirih tadi menjadi hysteria. Beberapa teman histeris dan terjongkok di tempatnya berdiri. Seorang anak bertubuh kecil menerjang masuk ke perkelahian dan menarik si kakak korlap. Segera dia diselamatkan dan dipegangi oleh kakak panitia, sebelum terkena hantam kedua kakak panitia yang berkelahi. 
Setelah beberapa episode teriakan dan tangisan, akhirnya mereka berdua dipisahkan, dan kami semua kembali dinaikkan ke truk sambil membawa air mata, dan mungkin ingus. 
Kembali ke lapangan basket PPNK, seorang kakak panitia berwajah lembut dan sepertinya sudah mandi menati kami. Pucat pasi setelah melihat perkelahian tadi, kami semua terdiam. Tidak ada satupun bersuara.
“Tadi kalian dimana dan ngapain saja?” tanya si kakak lembut. Menatap wajah jelek kami satu-satu.
“Apa tadi ada kejadian tertentu dek?” tanyanya lagi, karena kami semua terdiam.
“Ada yang berantem tadi kak. Kakak panitia” HA! Anak kecil tadi bersuara, dia yang menubruk kakak panitia tadi.
Tepat setelah si anak tadi bilang seperti itu, rombongan kakak panitia mendadak muncul. Berseragam hijau lumut dipadu hitam mereka merubung kami. Acha, habislah kita sudah.
“Panitia, tadi katanya ada yang berantem?” kakak lembut tadi memandangi teman-teman nya. Tatapannya lembut tapi tajam, meminta jawaban. 
Kakak korlap dan si kurus didorong kedepan. 
“Ooh, jadi kalian berdua berantem? Karena urusan apa?”
Tau ngga, kakak lembut tadi pendek banget! Kecil! Sama ane juga gede ane. Cuman entah kenapa, kakak korlap dan si kurus, mengkeret didepan dia. Tahu? Kakak korlap tingginya sekitar 185 cm, sedangkan si kurus 180 cm, jelas ngga bisa dibandingkan dengan kakak lembut. Dia mungkin hanya 165 cm saja, dengan postur kecil dan ringkih. 
“Sekarang kalian mau apa? Lanjutin berantemnya apa gimana? Kalau mau lanjutin silahkan!” tegas menggelegar, kami semua tercengang. Meletakkan kedua tanggannya di punggung, kakak lembut menanti kedua rekannya.
Bukannya saling beradu pukulan, mereka berdua malah berpelukan dan bersalaman. Mesra sekali.
Betul betul hari melelahkan, PSNK hari terakhir. Dengan modal tempe tepung, dan berbagai pengalaman tadi, ane memahami satu atau mungkin dua hal.
Pertama, teman menentukan hidup-mati mu disini
Kedua, mungkin kamu sedang dipersiapkan menjadi aktor dibalik layar. Bahkan kamu siap menerima bogem mentah dimuka, demi orang-orang yang kamu sayangi.

-Contiunued

N.B:
Silahkan google “Stressing”. Niscaya kalian akan tahun kenapa mereka berdua berkelahi kemudian berdamai cepat sekali. 

Azzam Abdullah Artwork/Azzam Abdullah
(masih) kuliah di UNS. Mencoba Menulis dan Menggambar.
follow @azzam_abdul4 on Instagram. or sent me email on : felloloffee@gmail.com

Untuk seri sebelumnya bisa tengok disini :
http://fellofello.blogspot.co.id/2017/05/hikayat-santren-dul-tempe-tepung.html
http://fellofello.blogspot.co.id/2017/04/normal-0-false-false-false-en-us-x-none.html


 Thank you for Support!
Share, Follow and Comment!!



No comments:

Post a Comment