Gerai Inspirasi

ekonomika politika romantika

Tuesday, April 18, 2017

Hikayat Santren : Dul, Perpisahan, Mario Bross, Tempe Pawon dan Katana



Dul, Perpisahan, Mario Bross, Tempe Pawon dan Katana


Selepas suara menggelegas dari ustadz raksasa tadi, (belakangan ane tau kalau beliau itu mudir ma’had/kepala pondok pesantren), Master of Ceremony yang berwujud mas-mas ganteng naik ke permukaan. Karena kejadian di kamar pas awal masuk, ane merasakan degup jantung tidak wajar ketika dia naik panggung (baca Hikayat Santren #1). Ah lupakan, ane masih suka cewek, ane masih suka cewek, ane masih suka cewek. Berselang singkat, mas-mas berbadan besar berkulit hitam legal masuk sebagai pemimpin upacara, dan lagi pikiran aneh muncul lagi. 

Oh my god, plis, plis, ane masih suka sama cewek, ane masih suka sama cewek

Akhirnya delusi ngawur ane berhenti, Alhamdulillah. Bayangkan kalau sampai akhir delusi ane masih menghantui, mungkin ane bakal merem melek sendirian pas upacara. Setelah baris-berbaris dan lapor-laporan (sekilas ada pandangan cinta antara MC dan pemimpin upacara, tapi kayaknya nggak mungkin), agenda masuk ke sambutan-sambutan. Normalnya, ane akan bisa tidur sambil berdiri saat sambutan, tapi pengalaman pembuka tadi membuat tubuh ane segar. Tunggu, ane ngomong apalagi ini?

Sambutan pertama datang dari seorang sepuh berkacamata. Tua banget, bahkan ane berani taruhan beliau lebih tua dari bangunan disekitar sini. Ternyata beliau adalah anggota dewan Pembina yayasan NK, dan termasuk ustadz juga di pondok ini.

“selamat datang di dunia baru, selamat berpetualang. Nikmati pengalaman ditempa sebagai pemimpin masa depan”

Halus, lembut, syahdu, dan menenangkan. Sekitar 3 baris belakang ane mendengar suara orang mendengkur. Saking tenangnya mungkin ya?

Sambutan kedua, jelas datang dari bapak-bapak yang memegang senapan angin serta membuka agenda pekan orientasi ini. Beliau naik panggung, ane merasa nggausah naik panggung pun beliau sudah keliatan, saking tingginya. Sekarang ane yakin di barisan paling belakang melihat sesosok manusia raksasa setinggi 3 meter tengah berteriak dengan suara mengguntur.

“kalian hadi disini, sebagai PENERUS KEJAYAAN ISLAM! Bangkit dan tegaklah! Amalkan betul-betul kriteria santri NK, 10 kepribadian muslim, dan Mabadi’ul Muslim al-Khomsah!, niscaya kalian akan hidup dengan luar biasa dan PENUH PENGHAYATAN!”

Tahu? Suara dengkur barusan menghilang sehilang-hilangnya. Kemudian gerombolan besar ini diajak bertakbir. Wow, benar-benar menggelegar, seolah besok kami akan diterjunkan di Gaza.

Sambutan berikutnya lebih menarik hati. Akan ane jeaskan kenapa..

Pertama, panitia-panitia yang tadi sok keren dan mengangkat-angkat wajah dan membusungkan dada terlihat mulai cengengesan. Beberapa saling mengerling dengan temannya, beberapa terlihat mengelus rambut yang tidak ada di kepala.

Beberapa anak baru, sepertinya sudah punya kakak atau saudara disini terlihat cemas. Seolah setelah ini akan bertemu dengan malaikat maut. Tapi bener juga sih, habis sambutan beliau kita resmi melepaskan diri dari nikmat dan hasrat duniawi.

Sosok itupun muncul, dan kalian tahu? Ane jadi teringat sama Nintendo lawas ane di rumah. Nintendo punya beberapa game, dan paling laris adalah game Super Mario Bross. Seorang laki-laki separuh baya dengan kumis aduhai, kerjaannya menginjak monster dan keluar masuk pipa. Bersama partnernya, Luigi, dia berusaha terus untuk menyelamatkan sang putri, yang entah kenapa selalu menghindar dari Mario.

Tokoh utama dalam game itu menjadi nyata. Berdiri didepan kami, bersiap memberikan sambutan. Tawa cekikikan mulai terdengar dari barisan panitia, sedangkan bisik-bisik terror mulai menyebar diantara kami, para santri baru.

“kepala bidang kedisiplinan”

Begitu katanya. Dan entah kenapa, ustadz yang friendly face dan lucu ini langsung menghadirkan kesan seram di hati sanubari. Padahal kan dia cuman “tet.. tet.. tet.. tet.. tot.. tet.. tet..” dan lompat-lompat saja. Eh bukan ya?

“kedisiplinan adalah ruh seorang santri, kedisiplinan melahirkan keteguhan hati, dan keteguhan hati akan mendidik pribadi menjadi tangguh dan beridealisme tinggi. Bangkitkan kedisiplinan diri kalian sampai menancap di hati dan diwujudkan dalam perbuatan mulia serta berani. Karena kelak, kedisiplinan itulah yang membawa kalian menuju gerbang kesuksesan dunia akhirat”

Pertama kalinya kata kedisiplinan diulang berkali kali, dan seperti biasa, disiplin berarti patuh. Dan patuh, berarti aturan-aturan dan segala macam poin-poin hukuman dengan puluhan jenis kesalahan mnempel pada diri kami semua, santri baru. Entah kenapa, ane sempet mikir

“Nggak mungkin di tempat begini, akan ada orang berani mabuk, pacaran dan sejenisnya”

Bagaimanapun, kata-kata adalah sekedar kata-kata, tuhanlah yang nanti menceritakan kisahnya. 


Setelah Ustadz Mario turun, suasana berubah di sekitar ane, karena upacara pembukaan akhirnya selesai. Beberapa santri terlihat berlari ke belakang, alasannya jelas, perpisahan. Tidak mungkin kan selama 6 tahun orang tua menemani kita di pondok? Kalau gitu mah balik aja, ngga usah mondok. Saat perpisahan, saat seorang anak kecil ditinggal jauh-jauh oleh orang tua-nya. Konon katanya beberapa teman ada yang hidup di luar pulau, kota-kota jauh seperti Medan, Samarinda, dan Balikpapan. Beberapa dari kota-kota dengan nama aneh di pelosok Indonesia seperti Sorong, Merauke, bahkan Wamena. Saat perpisahan, ane juga harus berpisah sama mamah.

Mamah dan adek muncul di dekat podium, dan melambaikan tangan ke ane yang masih berdiri di lapangan

“Dul, sini bentar”
“iya mah?”
“ini mamah sama keluarga mau balik nih. Kamu baik-baik ya disini, semua barang-barang dan perlengkapan kamu sudah mamah siapkan. Ada pesan yang mamah pasang di pintu lemari kamu, nanti dibaca ya. Intinya mah kamu harus jadi anak yang sholeh, pandai-pandailah menjaga Allah”

Ane hanya mengangguk lemah, beribu rasa bercampur. Perpisahan. Meskipun bukan selamanya, tapi bisa berarti semuanya. Adek hanya cengar-cengir sambil bergelayut ditangan mamah, entah mungkin di kepalanya berpikir “mampus lu”. Namanya juga adek cowok, jarang ada rasa-rasa sentimental.

“eh is, sana salaman sama kakak mu, pamitan”
“mamah juga pamit ya Dul, udah baik-baik disini, insya Allah kamu baik-baik saja disini”
“iya mah, hati-hati juga di jalan”

Ciuman tangan terakhir, usapan di kepala terakhir, dan tos terakhir sama adek waktu itu benar-benar berbeda. Meskipun masih satu negara, rasanya kami akan terpisah jauh. Ane menahan air mata sekuat-kuatnya, karena ane tahu inilah konsekuensi dari sebuah pilihan. Mulai sekarang PPNK dan isinya akan menjadi dunia ane, orang-orang nggak dikenal didepan ane adalah keluarga ane.

Sembari mendengar langkah kaki mamah yang menjauh, sayup-sayup teriakan panitia mengumpulkan peserta kembali, ane lihat beberapa suasana mengharukan. Seorang ibu terlihat menangis sambil memeluk anaknya erat, sedang si anak tampak menggeliat ingin segera kembali ke barisa. Seorang bapak tengah menenangkan anaknya yang menangis sesenggukan, terlihat sang bapak juga menahan air mata. Manusia gorilla pemimpin bending 50 kali tadi subuh, juga terlihat tengah diusap kepalanya oleh sang nenek. Beberapa santri baru hanya terdiam di lapangan, sepertinya keluarga telah pergi sejak kemarin-kemarin.

Angka hitungan dari panitia membuyarkan semua fragmen itu, fragmen perpisahan pengesah dimulainya kehidupan baru kami sebagai santri. Santri itu disiplin, dan segera setelah hitungan memasuki hitungan hukuman, kami kembali berbaris sesuai kelompok yang dibacakan sang kakak panitia. Setelah barisan rapi, biasa, ane menikmati kembali porsi bending dan push-up. “lama-lama keker nih ane”, begitu gumam ane, tapi beberapa tahun kemudian hanya menjadi cerita.

Kakak panitia bertubuh besar, pemimpin upacara pembukaan terlihat mengambil megafon. Postur jumbo begitu dengan megafon benar-benar pas, kayak komandan pleton kena sawan. 

“semuanya siap dan semangat?!!”
Tanyanya
“SIAP DAN SEMANGAT KAKAK!!!!!”

Jawab kami
Ane tahu betul semua jawaban itu bohong. Kenapa? Kami njawab sambil mata ditutup, bibir mencong, kepala menunduk, bahkan sayup-sayup terdengar suara orang mendengkur. 

“baik, biar kalian semangat sebelum masuk ke agenda berikutnya, kita nyanyi dulu. Sudah hapal lagu-lagu mars PSNK??!!”
“SUDAH HAPAL KAK!!!!”

HAH? Bocah-bocah ini sudah pada apal? Busyit, udah mana buku pedoman ane nggak bawa lagi. Kadang-kadang kalian harus mikir beribu kali untuk konsekuensi sebuah kebohongan.

“kita sama-sama nyanyi! Mau nyanyi lagu apaa??!!”
“TEMPE PAWON KAK!!!!!”

ALHAMDULILLAH!!! Allah menyertai ane, diantara belasan lagu dengan lirik ambigu, hanya lagu ini yang ane hapalin. Alasannya simple, lagunya sebagian memakai bahasa jawa.

“OKE KALAU GITU BARENG-BARENG YAAA!!! 1…2….3…!!”

“Tempe ana pawon dititili temal-temil
Tempa ana pawon dititili temal-temil
Rasane marem, rasane marem
Rasane marem tem,tem,tem,tem,tem”

“Mental tempe itu bukan dari santri NK
Mental tempe itu bukan dari santri NK
Santri kreatif, santri optimis
Santri atraktif dan dinamis, tem..tem”

Coba dicermati lirik lagunya, ane yakin bener Beethoven pasti ketawa ngakak ndenger nada dan membaca lirik lagunya. Tapi sedikit banyak, kita semua bisa bayangin, PPNK adalah tempat seperti apa. Sejak awal santri sudah diingatkan tegas-tegas soal mental tempe, artinya, ndak ada tempe disini. Semua dicetak menjadi baja, nggak ada lembek-lembekan, semuanya tegas dan cadas!.

Setelah beberapa lagu aneh itu dinyanyikan, kami disuruh duduk istirahat. Dibelakang podium, di lapangan bulutangkis sebelah masjid ada beberapa kakak-kakak yang berdiri di sekitar peralatan-peralatan yang ane nggak tau apa fungsinya.

“sekarang kita akan masuk ke agenda DISPLAY OSNK” kakak pembawa megafon menjelaskan acara berikutnya

“adik-adik semua akan diajak berkenalan dengan OSNK, organisasi yang akan mengurus adik-adik sekalian dari bangun tidur sampai tidur lagi. Organisasi yang memastikan adik-adik menjadi santri disiplin, sholeh dan rajin. Organisasi ini dikelola oleh para santri, bekerja untuk santri, dan bekerjasama dengan santri. Kenalilah baik-baik organisasi ini, karena kelak kalian mengalami banyak hal dengan kami, jadi kenalilah! Semua siap? Berdiri!!!!”

Singkat cerita, kami semua berdiri dan berkeliling ke barisan meja yang disebut arena display itu. Tetapi dalam display OSNK ini, kesan pertama ane bukan display organisasi santri, tapi lebih mirip pameran senjata.

Di SMA Negeri, kamu ke sekolah membawa ruyung dan katana, pasti ditangkap pak pol dan dibawa ke penjara. Disini? Semua jenis senjata tawuran terpampang bebas. Setiap stand selalu memamerkan rotan berbagai ukuran, mulai ukuran mini sampai sebesar lengan bayi. Di beberapa stand ada senjata mirip pecut kuda. Di stand lain, bahkan dijejer berbagai jenis alat pertahanan diri seperti double stick, tongkat ruyung dan pedang jepang.

Tentu, namanya anak-anak akan berkunjung ke stand paling menarik, dan stand paling menarik adalah stand milik bidang indibath alias kedisiplinan. Jika diibaratkan display tadi adalah pameran senjata, maka bidang kedisiplinan adalah bosnya. Berbagai jenis senjata dipamerkan, mulai dari double stick hingga rotan berukuran bayi. Cemeti berbagai model disajikan, dan, stand ini dihiasi pedang jepang paling banyak.

“selamat datang adik-adik, di stand bidang kedisiplinan. Dan seperti kalian tahu, pedang ini sungguh-sungguh tajam….” Kata seorang kakak berwajah tirus sambil mengangkat pedang jepang, membuka sarungnya dan memamerkan kilatan pedangnya.

“Glek”

Semua anak di rombongan menelan ludah. Ane? Jangan Tanya, Pucet pasi! Setau ane ane masuk di sekolah coy, di tempat belajar! Kenapa malah kesan pertama para pengasuhnya seperti maniak tawuran??? Ditambah seringai-seringai dari kakak-kakak bidang kedisiplinan, seperti serigala gahar siap menerkam mangsa. Sementara itu, di sekitar ane di stand lain terlihat santri baru meminta kakak-kakak memeragakan penggunaan-penggunaan senjata. Ada suara rotan beradu dengan betis, suara cemeti beradu dengan punggung, dan ane berharap nggak ada orang bodoh di rombongan ane yang minta untuk mempraktekan cara memakai pedang jepang!.

“KAK! AJARIN CARA MAKE PEDANG JEPANGNYA DONG!”

AARGK! Ternyata rombongan ini isinya maniak semua! Doa ane terkabul dengan baik! Ngga ada orang bodoh, tetapi adanya sekumpulan orang dodol bin nekat! Kalian masih kelas satu Em-Te-Es! Apa ngga ada pendidikan lebih sehat selain melihat laki-laki tanggung bermain pedang jepang? Apa ngga ada?? Haah?

Terlihat si kakak muka tirus menyeringai, sepertinya permintaan tadi memenuhi “kekosongan batin” dan kebutuhannya atas senjata. Matanya berkilat bagi pembunuh kelaparan, dan....

“SRIIIIINGGGG!!!!!!!”

Terlepas sudah pedang jepang itu dari sarungnya, tajam berkilat-kilat, menaikkan ubun-ubun. Ane hanya bisa melongo, karena setelah detik itu ane sadar…

Ane nggak akan bisa hidup normal disini

-Continued


Azzam Abdullah Artwork/Azzam Abdullah
(masih) kuliah di UNS. Mencoba Menulis dan Menggambar.

follow @azzam_abdul4 on Instagram. or sent me email on : felloloffee@gmail.com

Untuk seri sebelumnya bisa tengok disini :

Thank you for Support!
Share, Follow and Comment!!
 

No comments:

Post a Comment