Gerai Inspirasi

ekonomika politika romantika

Friday, April 21, 2017

Hikayat Santren : Dul, Malam Pertama dan S.A.F Army



Dul, Malam Pertama dan S.A.F Army

Malam pertama, kalau konteksnya pengantin baru mungkin lain, seperti seorang laki-laki dipenuhi pikiran aneh-aneh, dan perempuan malu-malu dan sejenisnya. Berbeda juga bagi mayat, pertama kali tinggal di lahad. Isinya khawatir, was-was, 3 pertanyaan menentukan “Man Rabbuka, Man Rasuluka, Man Kitabuka” menjadi isyarat sial atau beruntung. Berbeda juga dengan prajurit di peperangan, “jangan terbunuh di malam pertama peperangan”, begitu kata Themistokles, jenderal angkatan laut Athena di perang Salamis.

Tetapi tidak ada suasana seperti malam pertama santri, mungkin perbedaan usia-lah sebab malam pertama kami terasa istimewa. Tetapi, kalau anak-anak kelas SMP sudah nikah dan malam pertama namanya apa ya? Entah ane nggak tau. Jelasnya, agenda awal PSNK sudah berakhir sekarang, insiden pedang jepang tadi sore masih membawa trauma tersendiri. Mas-mas berwajah tirus dari bidang kedisiplinan cukup mahir memainkan pedang, seolah selama hampir 5 tahun dia sudah mengkhatamkan ilmu berpedang Dante Masamune. Dengan gontai ane dan 400 santri lain berjalan pulang ke asrama kami, beberapa sempat mampir ke koperasi, beberapa berpamitan dengan orang tua, sepertinya orang tuanya belum pulang. Sempat ane mengintip di parkiran, fiks mobil mamah sudah tidak ada.

Memasuki kamar terlihat beberapa kesibukan, Jean terlihat berbaring di kasurnya. Yang lain bersiap-siap untuk mandi, sambil membawa handuk dan alat-alat mandi mereka berlarian kebawah. Waktu mandi sore, selepas pameran senjata tadi ane dan temen-temen langsung disuruh sholat ashar. Duduk di kasur, ane sempatkan untuk ikut berbaring juga..

“Capek..” gumamku
“iya, tadi ente dapat kelompok isinya siapa aja…?” jean menjawab
“ah, oragnya kebanyakan, ngga bisa ane inget semua, tapi ya sepertinya ngga ada yang sekamar deh”
“ane juga sama, kayaknya emang ngga ada yang sekamar deh kita semua”
“gimana? Udah ada yang kenal sama anak-anak kamar sini kah ente..?”
“cie.. ente berdua udah kayak orang pacaran aja..” sebuah suara memutus percakapan kami
“eh ente jek. Kenapa? Tumben ikut kesini..”
“ahh nggak papa, pengen ikut ngobrol aja. Atas ente belum ada orangnya Dul? Kira-kira anaknya kayak gimana ya..?”

Ya, itu teman pertama selain Jean yang ane kenal. Sebenarnya bukan hanya dia sih, tapi segerombolan manusia sejenis seperti dia. Namanya Jeki, asalnya dari Bandung, meskipun ane benci mengakui ini, tapi emang bener anak-anak bandung tampan-tampan. Selain jeki ada sederet anak-anak bandung yang tampan, ada Amir, Randi, dan Rahman. Selain itu ada Hulk yang bersama mereka, namanya Salim. Ada juga yang sedikit tampan, seperti Fathan. Ada juga yang, umm, cukup-sedikit-agak-tampan, namanya Aziz, iya, dia sedikit agak tampan. Bersama mereka selalu lengket kemanapun, kalau kalian pernah merantau, semagat kesukuan dan adaynya teman sesuku dalam lingkungan kalian adalah istimewa.

“woy, ambil itu handuk ya, aku mau main ke kamar bawah”

Terdengar seperti orang marah-marah, suaranya sangat keras sekali, ya, jumlah mereka emang ngga banyak, tapi mereka seperti kelompok geng motor. Anak-anak Medan, itulah sebutannya, ada 4 orang di kamar ini. Ada si kembar, simbah, dan si Arab. Lebih aman pakai nama samaran daripada nanti ane dipenjara, hahaha. Mereka sangat solid, seperti sekelompok batu. Tapi juga tajam, jika tidak terbiasa dengan mereka maka bisa terluka. Persis seperti batu cadas, mereka juga bagian dari kamar ini, sejak awal sudah terlihat kekuatan intimidasi mereka, nanti banyak petualangan seru dengan mereka.

“hee.. tunggu bentar a, aku ikut..”

Medok! Ya karena ane juga dari jawa ane paham betul logat apa itu. Sesame orang jawa, mangan ora mangan sing penting kumpul, moto kami pun sama, perkenalkan, rombongan orang jawa di kamar kami. Ada Darmo, Iha, dan Pamungkas. Yang terakhir orang Madura sih, beda suku tapi sama provinsi. Kami memang belum kenal dekat, tapi memang lebih nyaman jika ngobrol dan berada di lingkungan mereka. Kebetulan juga setelah berkenalan mas-mas penjaga kamar (disebut musyrif) juga adalah orang jawa, jadi pas dan cocok lah.

Selain gerombolan tadi, di kamar ini juga ada 2 orang anak Jakarta, sejak awal bahasa Indonesia mereka sudah bagus. Sama sekali tidak ada logat daerah apapun. Dasar, tidak berbudaya. Mereka bernama Ojan dan Mamang, kalau dijejerkan mereka mirip kopi dan susu. Bukan kopi-susu, tapi kopi dan susu, silahkan tebak siapa yang susu, siapa yang kopi. Tentu, tuan rumah juga mengirimkan delegasinya, ada 2 orang putra daerah asli penduduk Kota Logam ini, mereka memang putra daerah, jadi mondok disini tidak ada ubahnya pindah tempat tidur, haha. Mereka adalah Ahla dan Muhtarom. Bertetangga dengan anak-anak Kota Logam, ada juga anak-anak Kota Udang, ada Ghalib, Yanuar dan Febri. Entah kenapa, satu-satunya bahasa yang tidak kupahami adalah bahasa mereka. Entah, aneh sekali bahasanya.

Selain itu, masih ingat cerita anak kecil-yang-ganti-celana-kayak-maho? Anak kecil itu belakangan ane tahu berasal dari Kota Tahu, karena dicerita awal ane angkat aibnya, dan ternyata dia juga saudaranya Ahla, jadi kita sebut saja dia sebagai Ahla 2. Tentu tidak ketinggalan, orang terakhir sekaligus teman pertama ane, pujangga dari Karawang, Jean. Dalam satu kamar berukuran 6 kali 6 ini, berbagai kultur-budaya dipertemukan dengan cerita masing-masing. Eh, tunggu bentar, ada yang ketinggalan. Ada anak Depok berbadan sangat kecil dan mungil, persis mirip seperti bayi, namanya Ismail, dan satu lagi, anak yang seharusnya berada di atas ranjangku, Yusup. Itulah kami, S.A.F Army, bersama dengan kedua musyrif kami, Bang Fajri dan Bang Umar, kami siap menempuh perjalanan kami, yang mungkin sedikit panjang.

Obrolan dengan Jean benar-benar terputus ketika ane dan Jean turun bersama untuk mandi. Inget, bukan mandi bersama, ane masih normal. Diikuti dengan rombongan Anak Bandung, kami turun kebawah dan melihat suasana kamar mandi, persis seperti pasar. Anak-anak kamar bawah terlihat telah bersatu pada dan mulai melakukan tindakan-tindakan kriminal. Suasana canggung hari pertama kemarin sudah tidak terasa, sekarang malah terlihat mereka bergerombol dan berkerumun seperti mafia di game GTA SA.

Suasana kamar mandi pun meriah, terdengar suara gebyuran-gebyuran keras seoalah si pelaku belum pernah mandi berbad-abad. Teriakan-teriakan metal dan sejenis tarzan terdengar, begitu juga pisuhan, sepertinya dia dikerjai temannya dengan disiram air. Tetapi, ditengah semua keributan itu, ada sebuah WC yang terlihat tenang sekali, dan tentu dikerumuni oleh banyak orang.

“eh, lu coba deh gedor pintu itu, kalau lu berani gue kasih goceng dah!”

Seorang raksasa berbadan besar mencolek ane dan menyuruh ane buat menggedor pintu itu. Sedikit bertanya-tanya, ada apa gerangan dibalik pintu itu? 

“kalau lu berani ya, yaa paling lu bonyok dah, hahaha”

He? Bonyok? Karena penasaran ane dan Jean ikut menanti si pemakai WC untuk keluar. Kriiet.. suara pintu terbuka, terlihat seorang laki-laki tanggung berbadan tanggung, tapi mukanya ngeselin minta ampun dengan otot bisep dan trisep menggembung keluar dari kamar mandi. Matanya terlihat nyalang, sambil menaikkan resletingnya (entah kenapa ane merasa bagian terakhir ngga perlu, karena kalau gitu malah mirip kaya homo lagi teasing) dia keluar dari kamar mandi. Sambil mendengus, dia meninggalkan kami yang terdiam.

“gile, namanya sabuk hitam karate emang beda ya..”
“terror dia mah, apes banget kamar yang dapet musyrif dia..”
“eh, emang dia siapa..?” Ane bertanya, karena penasaran
“lah lu belum kenal dia? Namanya bang Mun! kayaknya dia musyrif kamar atas ujung deh. Serem banget tuh dia, untung lu kagak mau nggedor kamar mandinya dia, hahaha…”

Bang Mun, namanya tidak asing, bener-bener mirip sama nama preman pasar. Ditambah dengan kemampuan karate, benar-benar membawa terror tersendiri. Sekali lagi, ane mengamini omongan ane terakhir tadi, “ane nggak akan hidup normal disini”.

Jean terlihat baru keluar dari jemuran, dan dia tersenyum

“Dul, di jemuran airnya bersih loh. Kalau ente mau mandi disana aja…”

Mengangguk, ane mengikuti Jean ke jemuran kamar mandi. Sekilas memang kamar mandi bagian ini lebih sepi, tidak banyak anak-anak yang mengantri, tetapi ya suasanya sama. Orang-orang berisik sekali di kamar mandi, sambil berteriak-teriak tidak karu-karuan. Beginilah, meskipun kami adalah santri, kami masih manusia biasa yang belajar. Dan jauh dari orang tua bagaimanapun memberikan kami kesempatan untuk lebih bebas berekspresi. Dan kamar mani, adalah salah satu ruang pribadi favorit kami. Karena, tidak mungkin kan kamu mandi berdua sekamar mandi.

Pintu kamar mandi terbuka, terlihat seseorang berwajah sepuh keluar dari kamar mandi. Sempet ane kira dia adalah orang tua santri, karena kumis, kacamata berframe tebal, dan rambut keriting brokolinya benar-benar mengesankan dia manusia dari tahun 70-an. Dengan lekas dia keluar dari kamar mandi, dan berlari meninggalkan jemuran. Begitu aku masuk, ane sadar dia hanya santri biasa, kenapa? Terlihat sisa-sisa cipratan air di dinding, bekas dia menyerang rekan disebelahnya. 

Selepas mandi dan sholat maghrib, Mas Fajri sudah menunggu kami di kamar sambil membawa lauk malam itu. Lauk malam itu adalah ayam berwarna coklat, ane ngga tau pasti itu ayam bakar atau ayam semur. Karena ketika dimakan ane sama sekali tidak bisa mengidentifikasi rasanya, betul-betul mengerikan. Dalam diam kami semua menikmati-entah-ayam-apa itu, karena kami tidak bisa meminta makanan tertentu, mau tidak mau kami terpaksa memakannya.

“oya, nanti habis isya kita semua kumpul ya, kumpul perdana sekaligus pembagian piket kamar”

Setelah isya, Pamungkas langsung naik ke ranjang dan mulai mendengkur, entah kenapa sepertinya dia tidak seharusnya berada disini bersama kami. Harusnya dia sudah kuliah, mungkin.

“Pamungkas, bangun gih..”

Kami semua pun sudah berkumpul dan melingkar dalam lingkaran besar. Betul-betul jumlah yang banyak, hanya sekamar ukuran minimalis begini, ada puluhan orang beragam latar belakang. Memang sulit dipercaya, tapi itulah apa yang kami alami.

“Ya, karena kemarin kita semua sudah sempet kenalan, pada mala mini temen-temen sudah resmi menjadi santri PPNK”
“bagaimana tadi PSNK nya? Seru nggak..?”
“seru kak! “ kata teman-teman “iya, seru dan bagus untuk membebani mental, senjata, pedang jepang, rotan….” Ane menambahkan keterangan tambahan dalam hati.

“baik, malam ini kita tentukan jadwal piket ya? Oya sebelum itu kalian mau makannya gimana? Pakai nampan apa piring kaya maghrib tadi..? kalau disini kita biasanya pake nampan sih, biar nyucinya gampang…”
“Nampan aja bang!” ya, nampan. Tangan berbagai jenis, berbagai benda entah-kita-tidak-tahu apa yang sudah disentuh, tapi yasudahla, toh emang lebih enak kalau makan bersama. 

“sekarang kita tentukan siapa ketua kamarnya. Ketua kamar nanti akan bertanggung jawab bekerja membantu ane sebagai musyrif..”
“GHALIB AJA KAK!” kompak! Entah kenapa meskipun ane belum kenal betul sama Ghalib, tapi dari cetakan muka memang dia paling sepuh. Mirip seperti si kepala brokoli yang ane temui di kamar mandi. 

“sekarang jadwal piket ya.. kakak sudah bikin, pake undian, ane bacakan yaa…!”
“Dul dengan Fathan”

He? Ane kebagian partner sama anak Bandung. Wew, bareng sama ikimen, segera kami berdua bertukar pandangan dan tersenyum. Yasudahlah, toh mamah dan papah juga sudah pulang jauh, mungkin ane akan memulai pengalaman hidup ane malam ini.

Sebelum tidur aku sempet melihat dan membaca lagi tulisan yang umiku tinggalkan, ternyata bukan ane saja, banyak anak yang ditinggali tulisan penyemangat oleh orang tuanya. Tulisan tangan mamah memang rapi, secara mamah memang guru, jadi wajar tulisannya bagus. Tulisan itu, entah kenapa terkesan sangat indah sekali..

“jagalah Allah niscaya Allah akan menjagamu
Perbanyaklah berbuat baik dan selalu niatkanlah untuk Allah
Insya Allah Dul akan menjadi Hamba Allah yang mulia”

Simpel dan padat, tapi seolah mamah masih ada disini bersama ane. Perlahan mata mulai terasa perih, air mata perlahan seperti mau keluar. Ane segera melompat ke kasur, menutup muka didalam guling dan perlahan mulai menangis. Lampu kamar kami sudah dimatikan, dan seperti biasa, kami semua tenggelam dalam mimpi kami masing-masing. Bersiap menanti apapun yang akan terjadi besok hari. Yang berbeda, meskipun sedikit, kami merasa ini keluarga baru kami, S.A.F Army, pasukan pemberani, kamar S.A.F.

-continued 

Azzam Abdullah Artwork/Azzam Abdullah
(masih) kuliah di UNS. Mencoba Menulis dan Menggambar.
follow @azzam_abdul4 on Instagram. or sent me email on : felloloffee@gmail.com

 Untuk seri sebelumnya bisa tengok disini :

Thank you for Support!
Share, Follow and Comment!!


No comments:

Post a Comment