Gerai Inspirasi

ekonomika politika romantika

Friday, November 13, 2015

AAI dan Masa Depan Negeri : “Insya Allah Mas”



AAI dan Masa Depan Negeri
“Insya Allah Mas”
Oleh : Muhammad Abdullah ‘Azzam
Mahasiswa S1 Manajemen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sebelas Maret


Universitas Sebelas Maret, UNS, memiliki 10 fakultas dengan puluhan jurusan dan prodi, semacam Indonesia yang memiliki 13.000 pulau, dengan 6 gugus kepulauan besar. Masing-masing dari fakultas tersebut, memiliki cerita tersendiri, dan cerita tersebut mungkin dipandang remeh oleh sekelompok orang, mungkin dipandang menarik oleh orang lain, dan mungkin tidak lebih dari pemanis saja bagi keberjalanan sebuah rencana. Cerita ini berasal dari sebuah tempat di kampus UNS, bukan tempat sembarangan katanya, dari tempat itu lahir ratusan orang-orang hebat, ya, dari masjid Nurul Huda. Disana, beberapa orang berlarian, terlihat sibuk menyiapkan sebuah agenda besar, konon, agenda ini merupakan agenda nasional yang dikerjakan oleh 40 universitas di negeri ini, konon juga, ini adalah rintisan kontinyu yang akan dilaksanakan rutin, tapi entahlah. Hiruk pikuk itu sama sekali tidak mempengaruhi sekelompok anak muda yang tertawa-tawa, bertemu untuk pertama kalinya, dalam sebuah lingkaran. Sebuah lingkaran agung yang menentukan siapa nanti yang akan berkuasa di belantara negeri ini.
Bukan sebuah forum luar biasa seperti forum-forum muktamar ormas-ormas, atau munas partai-partai, hamya forum kecil berjumlah 4-5 orang. Tidak ada suguhan mewah, bahkan terkadang yang dibawa dan dimakan hanya cerita dan obrolan ringan. Tapi, entah kenapa, lingkaran ini menarik perhatian cukup banyak orang, dikarenakan orang-orang didalamnya, dan dia yang mengepalai lingkaran itu berasal dari sebuah fakultas yang penuh dengan intrik. Mitos menyebutkan, lingkaran kecil itu sebenarnya sebuah model pendidikan yang diunggulkan di kampus ini, tetapi entah kenapa, ada beberapa oknum yang tidak menyukai adanya lingkaran-lingkaran tersebut. Anggapan miring tersebar, prasangka dan gosip menjadi bumbu, ya semacam itulah, negeri ini juga tengah berkutat pada permasalahan yang sama kok.
Orang-orang yang tergesa-gesa tidak mempengaruhi mereka dalam berbagi cerita, selayaknya orang yang lama tak berjumpa kalau melihat dari gelak tawa dan guyonan segar mereka, tetapi, orang yang paham akan menyadari mereka adalah individu yang aru bertemu kurang dari 5 menit, baru saling melihat muka lah. Mereka memulai dengan saling mengenal, ternyata, di sekeliling sang tetua adalah anak SMA yang ditakdirkan selalu bersama selama 3 tahun, dan seorang petarung dari Kota Temanggung. Mereka bercerita, diawali dengan latar belakang mereka, mereka siapa dan mengapa bisa “terdampar” di kampus UNS. Seseorang berkata “saya maunya ke UI atau UGM mas, tapi cinta saya ditolak”, yang lain berkata “kalau saya sih memang mau kesini mas, mentok-mentok lah”, selebihnya berkata “saya sendiri ngga percaya bisa kesini mas”. Obrolan berlanjut tentang apa yang mereka hebohkan, dan yang mereka hebohkan ternyata membuat anda mungkin terbelalak.
Selain sang tetua, terlihat mereka sibuk mengutak-atik telepon seluler mereka, sambil berbisik-bisik geli. Wajar apabila sang tetua menanyakan, ada apa sebenarnya, kenapa sibuk sekali dengan telepon seluler, mereka menjawab “kami mau keluar dari sebuah grup mas”. Tetua bertanya, ada apa dengan grup itu, dan jawabannya lebih mengagetkan “grup ini isinya tidak bermanfaat mas, omongan kotor dan tidak jelas, tidak bermanfaat, padahal ini grup alumni SMA kami mas”. Terlihat tetua melihat isi dari grup tersebut, dan tertawalah dia. Tertawa yang aneh, seperti tawa sedih dan terkejut mungkin. Sedih, karena isi grup tersebut seperti sebuah situs dewasa, dan terkejut, mereka yang masih sekecil itu, mungkin masih dalam masa pemberontakan remaja mampu menarik dan menjaga diri dari kesia-sia an, mungkin hal baru bagi sang tetua.
Terlihat ada kegaduhan lagi di lingkaran itu, rupanya, para anak muda itu tidak betah, ingin segera bermain futsal dan bermain bulu tangkis katanya. Terlihat sang tetua menenangkan mereka, mengajak mereka untuk mengkaji kalam illahi, dengan iming-iming segera diselesaikan lingkaran tersebut. Satu demi satu, ayat suci tersebut di bacakan, terlihat raut muka sang ketua terbelalak, mendengarkan bagaimana mereka sangat fasih melafalkan ayat suci tersebut. Al-Baqarah dengan indah melantun, menceritakan kebodohan kaum yahudi, para penceroboh pembunuh nabi. Masing-masing membaca dengan bacaan yang fasih, seolah mereka telah lama berinteraksi dengan kalam illahi, dan sekali lagi, di tengah masa pemberontakan remaja mereka.
Selepas mengaji, sang tetua menanyakan, kenapa bacaan mereka bagus. Salah seorang menjawa dulu dia pernah berada di kerohanian islam, yang lain menjawab, mereka memang rutin mengaji. Terlihat raut muka puas dari sang tetua, melihat perilaku baik dari anak-anak muda yang mungkin baru pertama kali mencoba dan belum mengetahui, tantangan besar apa yang mereka hadapi. Sang tetua kemudian menanyakan, sebuah komitmen kepada mereka, “adik-adik benar-benar mau ikut sama saya? Dengan forum seperti ini?”, dengan tatapan serius, dipandangi masing-masing dari mereka. Belum menjawab jawaban yang jelas, tetua itu menceritakan apa yang akan mereka hadapi, tentang bagaimana kondisi di lingkungan mereka belajar, bagaimana tantangan jika memasuki lingkaran tersebut, serta beratnya jalan yang bernama jalan dakwah.
“Insya Allah, mas, saya siap”, seseorang dari anak muda itu menjawab, segera selepas cerita tersebut diakhiri sang tetua, tidak dengan jawaban mengambang seperti sebelumnya, jawaban mantap, dengan tatapan mata fokus. Sang tetua tersenyum puas, dan menatap yang lain, seseorang berkata “mas, saya siap, tetapi saya tidak memiliki kendaraan bermotor, dan kost saya jauh di Pucangsawit” terlihat tatapan mata meredup, penuh kebingungan “nanti sama saya saja, saya jemput”, teman di sebelahnya menepuk pundak nya, tersenyum meyakinkan, “kami berdua Insya Allah siap mas”. Sang tetua meleleh, tersenyum bahagia, makin bahagia ketika orang terakhir berkata “mas, apa yang akan kita lakukan untuk memulai perbaikan ini mas?”, sebuah kata-kata penutup yang mengesankan pada pertemuan mereka hari itu, terlihat sang tetua menyalami mereka, membuat janji pertemuan mendatang, dan dengan tenang, kembali pada kesibukan aktifitas dia, begitu pula dengan mereka yang sempat bercanda sejenak, sebelum membubarkan diri.
Saya hanya tersenyum simpul melihat kejadian malam itu, di tengah hiruk pikuk kesibukan manusia saya bisa melihat sebuah cahaya harapan. Cahaya harapan yang dipancarkan bukan dari mimbar-mimbar muktamar, ya, hanya dari lingkaran kecil, beranggotakan daun-daun muda, individu muda yang mungkin dunia tidak mengetahui siapa mereka. Tetapi, keteguhan tatapan mata, dan kebersamaan menyejukkan itu seolah memberikan garansi, garansi kebangkitan, garansi perlawanan, dan garansi perebutan kembali. Kebangkitan, artinya kebangkitan islam, kebangkita kebaikan yang disebar Nabi Muhammad SAW 14 abad yang lalu. Perlawanan, pertempuran menantang tirani, dengan cara dan aturan medan laga masing-masing, serta perebutan kembali, merebut kembali apa yang telah dirampas dengan cara elegan, layaknya pahlawan.
Bangkit berdiri, saya menorehkan catatan besar dalam benak saya, dengan keberadaan mereka, saya sangat yakin lingkungan yang saya tempati akan menjadi salah satu taman firdaus. Dengan perjuangan keras, kebersamaan dan cinta, saya, dia, dan mereka, mungkin dapat memastikan dengan izin Allah, kami akan memulai kebangkitan kami, kebangkiitan kami di rumah kami sendiri. Saya berjalan pulang, memasuki kerumunan manusia, kembali larut dalam kehidupan, bedanya, saya larut, dalam kebahagiaan dan torehan mimpi yang seolah tampak nyata di depan mata.

-Masjid Nurul Huda, UNS,13 Oktober 2015.
Gerakan Subuh Jama’ah Nasional (GSJN)









Biodata Penulis

Lahir di semarang, 31 Maret 1995, beliau dianugerahi nama agung pahlawan perang Afghanistan, beban berat sebenarnya. Tengah menempuh studi di Jurusan Manajemen, Fakultas Ekonomi dan Bisnis, beliau saat ini tengah menjalani semester 5, semoga saja 2 semester lagi lekas selesai. Pengalaman menulis beliau tidak dimulai dengan karir mentereng seperti menang lomba atau sebangsanya, hanya satu gelar tulis menulis yang telah beliau menangi, itupun hanya tingkat UKM. Total 159 Karya telah beliau terbitkan di blog pribadi beliau, fellofello.blogspot.com dan 4 karya riset manajemen di blog kucingsebelasmaret.blogspot.com, dan sampai detik ini masih iseng untuk terus menulis. Mencintai budaya Jepang dan seni menggambar manga membuat jurusan manajemen seolah “salah alamat”, akan tetapi, IPK 3.88 sampai semester ini seolah menceritakan “sisi lain” dari sebuah “salah alamat”. Beliau tengah aktif berkreasi di BPPI FEB UNS dan Biro AAI FEB UNS, serta iseng-iseng di Puskomnas FSLDK Indonesia, tentu saja, dengan peluang menulis lebih besar. Harapan beliau sederhana, UNS menjadi kampus dengan budaya menulis yang baik. Setidaknya, halaman pertama google telah berkali-kali beliau cicipi, dan mungkin orang lain perlu merasakan hal serupa. J



No comments:

Post a Comment